HRW Desak Pakistan Hentikan Hukuman Mati untuk Orang Gila
ISLAMABAD, SATUHARAPAN.COM - Kelompok Human Rights Watch (HRW), Senin (19/9), mendesak Pakistan untuk menghentikan eksekusi seorang tahanan yang dinyatakan gila oleh dokter pemerintah, mengatakan bahwa eksekusi tersebut akan melanggar kewajiban hukum internasionalnya.
Imdad Ali, yang berusia sekitar 50 tahun, dijatuhi hukuman mati karena membunuh seorang ulama pada 2002 dan dijadwalkan akan dieksekusi pada Selasa (20/9) pagi.
HRW menentang hukuman mati itu dalam keadaan apa pun, ujar perwakilannya, Saroop Ijaz, kepada AFP.
“Namun, dalam kasus ini mereka juga melanggar kewajiban hukum internasional Pakistan,” ujar Ijaz, merujuk pada Konvensi Hak Penyandang Disabilitas yang diratifikasi oleh Islamabad pada 2011.
“Imdad (Ali) tidak menyadari hukumannya atau ketentuan atau gagasan hukuman tersebut. Mengeksekusi seseorang yang tidak memahami hukuman yang sedang dia jalani benar-benar mengerikan dan tidak mencapai target peradilan pidana.”
Secara terpisah, seorang psikiater yang memeriksa Ali selama beberapa tahun dan menyebutnya gila pada 2012 mengatakan dirinya terkejut dengan berita eksekusi yang akan dilakukan dalam waktu dekat tersebut.
“Dia dinyatakan sebagai orang gila,” ujar Tahir Feroze Khan. “Berita perintah eksekusi ini bagi saya sangat mengejutkan.”
Laporan medis yang ditunjukkan kepada AFP menyebutkan bahwa kata-kata yang diucapkan Ali membingungkan, dia sering berbicara dan tertawa sendiri, dan dia menderita ketakutan serta berdelusi tentang keagungan.
Meski secara resmi didiagnosis menderita schizophrenia paranoid, Pengadilan Tinggi Lahore bulan lalu menolak argumen bahwa Ali seharusnya tidak dieksekusi karena penyakitnya.
“Pembunuhannya akan menandakan ada sesuatu yang salah dengan sistem peradilan Pakistan,” tambah Ijaz.
Pakistan menetapkan kembali hukuman matinya dan mendirikan pengadilan militer setelah didera serangan ekstremis paling mematikannya, ketika kelompok bersenjata menyerbu sebuah sekolah di barat laut pada 2014 dan menewaskan lebih dari 150 orang - yang sebagian besar anak-anak.
Eksekusi awalnya diperkenalkan kembali hanya kepada mereka yang dijatuhi hukuman terorisme, tetapi kemudian meluas hingga semua kejahatan yang terkait dengan pembunuhan.
Negara itu telah mengeksekusi lebih dari 400 orang sejak melanjutkannya pada Desember 2014, menurut penelitian baru dari Reprieve, sebuah kelompok kampanye antihukuman mati Inggris.” (AFP)
Editor : Diah Anggraeni Retnaningrum
Daftar Pemenang The Best FIFA 2024
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Malam penganugerahan The Best FIFA Football Awards 2024 telah rampung dig...