HRW: Militer Myanmar Gunakan “Bom Vakum” Serang Desa Oposisi
SATUHARAPAN.COM-Militer Myanmar dituduh menggunakan "bom vakum" dalam serangan udara di desa oposisi yang menewaskan puluhan orang dalam kemungkinan kejahatan perang bulan lalu, kata Human Rights Watch (HRW) pada hari Selasa (9/5).
Pertempuran telah merusak sebagian besar Myanmar sejak kudeta militer pada tahun 2021 yang memicu bentrokan baru dengan kelompok pemberontak etnis, serta pembentukan lusinan “Pasukan Pertahanan Rakyat” yang sekarang memerangi junta militer.
Militer mengebom sebuah pertemuan di kubu oposisi bulan lalu yang menurut media dan penduduk setempat menewaskan sekitar 170 orang, memicu kecaman global baru.
Militer telah menggunakan bom termobarik dalam serangan di desa Pazi Gyi di wilayah Sagaing, kata HRW. Penilaian mereka didasarkan pada analisis 59 foto tubuh korban dan video situs tersebut setelah serangan.
Bom termobarik, juga dikenal sebagai "bom vakum" lebih kuat daripada amunisi peledak tinggi konvensional dan menggunakan dua muatan terpisah.
Yang pertama menyebarkan campuran bahan bakar sebagai awan di sekitar target dan yang kedua meledakkan awan, menyedot oksigen dari atmosfer dan membentuk bola api yang sangat besar.
Bom termobarik yang digunakan di Pazi Gyi telah menyebabkan "korban sipil yang tidak pandang bulu dan tidak proporsional... dan jelas merupakan kejahatan perang," kata HRW.
Senjata termobarik tidak secara khusus dilarang di bawah konvensi internasional tetapi penggunaannya terhadap penduduk sipil dapat mengakibatkan hukuman kejahatan perang.
Junta mengatakan telah meluncurkan "serangan udara terbatas" di Pazi Gyi tetapi mengatakan sebagian besar korban tewas setelah serangan menghantam gudang amunisi.
Krisis Myanmar diperkirakan akan mendominasi pembicaraan pada pertemuan para pemimpin dari Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara (ASEAN) yang dimulai di Indonesia pada hari Selasa.
Blok tersebut telah memimpin upaya diplomatik untuk menyelesaikan krisis berdarah tersebut tetapi junta, yang didukung oleh sekutu dan pemasok senjata Rusia dan China, telah menolak untuk bernegosiasi dengan lawan-lawannya.
HRW meminta Dewan Keamanan PBB untuk mengadopsi embargo senjata di Myanmar, merujuk junta ke Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) dan menjatuhkan sanksi pada kerajaan bisnis militer yang luas.
“Operasi militer junta Myanmar yang kejam bergantung pada kemampuannya untuk membeli senjata dan material,” kata HRW.
“ASEAN dan Dewan Keamanan PBB perlu mempertimbangkan kembali pendekatan ompong mereka terhadap junta Myanmar dan mengambil tindakan yang lebih tegas.” (AFP)
Editor : Sabar Subekti
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...