Loading...
DUNIA
Penulis: Reporter Satuharapan 13:04 WIB | Sabtu, 01 Februari 2014

HRW: Ribuan Rumah Rata dengan Tanah di Suriah

HRW: Ribuan Rumah Rata dengan Tanah di Suriah
Damaskus pada 4 Februari 2013. (Foto: UN)
HRW: Ribuan Rumah Rata dengan Tanah di Suriah
Damaskus pada 1 Juli 2013. (Foto: UN)

NEW YORK, SATUHARAPAN.COM – Menurut laporan Human Rights Watch (HRW) pada Kamis (30/1), citra satelit, keterangan saksi, serta bukti video dan foto menunjukkan bahwa pihak berwenang Suriah secara sengaja melawan hukum dengan menghancurkan perumahan warga di Damaskus dan Hama pada 2012 dan 2013.

Laporan 38 halaman itu berjudul “Razed to the Ground: Syria’s Unlawful Neighborhood Demolition in 2012-2013”. Laporan ini medokumentasikan tujuh kasus penghancuran besar-besaran dengan ledakan dan buldoser yang melanggar hukum perang. Penghancuran ini tidak memiliki kepentingan militer dan terlihat secara sengaja menghukum warga sipil dan menyebabkan kerugian bagi warga, demikian hasil temuan HRW.

“Menyapu bersih seluruh lingkungan dari peta adalah taktik perang yang tidak diijinkan,” ujar Ole Solvang, peneliti darurat di HRW. “Penghancuran ini menambah daftar panjang kejahatan yang dilakukan pemerintah Suriah,” sambungnya.

Pemerintah Suriah, sebagai bagian dari negosiasi Jenewa II, seharusnya segera membuat komitmen untuk mengakhiri penghancuran yang melanggar hukum internasional dan memberi kompensasi serta menyediakan perumahan alternatif bagi korban. Dewan Keamanan Persatuan Bangsa-bangsa (PBB) juga perlu merujuk situasi di Suriah ke Pengadilan Pidana Internasional.

Tujuh kasus yang didokumentasikan HRW, yaitu sejak Juli 2012 sampai Juli 2013, diambil di beberapa wilayah seperti Masha ‘al-Arb’een dan Wadi al-Jouz Neighborhoods di Hama, dan Qaboun, Tadamoun, Barzeh, Mezzeh Military Airport, serta Al-‘Awamid neighborhoods di dan dekat Damaskus.

Total area perumahan yang dihancurkan, berdasarkan analisis citra satelit, paling sedikit 145 hektar (atau sebesar 200 lapangan bola). Banyak di antara bangunan yang dihancurkan itu berupa apartemen dengan banyak lantai, beberapa di antaranya memiliki delapan lantai. Ribuan keluarga telah kehilangan rumah mereka. Menurut pihak berwenang dan pengakuan para saksi yang diwawancarai HRW, seluruh wilayah yang terdampak dianggap sebagai benteng pihak oposisi.

Pihak pemerintah dan media pro-pemerintah menyatakan bahwa penghancuran tersebut merupakan bagian dari rencana usaha penertiban bangunan tak berizin. Namun, penghancuran tersebut diawasi oleh anggota militer dan sering menyebabkan pertikaian antara pemerintah dan anggota oposisi di area tersebut.

Sejauh yang HRW dapat amati, terjadi penghancuran yang tidak seimbang di wilayah pendukung pemerintah, meskipun banyak pula rumah di sana yang dibangun tanpa perizinan.

Seorang perempuan yang tinggal di Wadi al-Jouz, salah satu korban penghancuran di Hama, mengatakan pada HRW, “Setelah peristiwa penghancuran di Wadi al-Jouz, tentara datang ke lingkungan kami dengan pengeras suara. Mereka mengatakan bahwa mereka akan menghancurkan lingkungan kami seperti cara mereka menghancurkan Wadi al-Jouz dan Masha ‘al-Arb’een, harus ada satu peluru yang ditembakkan dari sini.”

Beberapa pemiliki rumah yang dihancurkan mengatakan hal yang berbeda dengan pernyataan pemerintah. Mereka mengatakan bahwa mereka telah memiliki ijin dan dokumen resmi untuk rumah mereka.

Menanggapi penghancuran tersebut, Gubernus Damaskus Hussein Makhlouf mengatakan dalam wawancara dengan jurnalis internasional pada Oktober 2012 bahwa penghancuran itu bertujuan untuk mengusir pejuang oposisi.

Warga lokal mengatakan pada HRW bahwa pemerintah memberikan hanya sedikit peringatatan, bahkan tanpa memberi peringatan sebelum melakukan penghancuran. Hal ini menyebabkan warga tidak mungkin membawa hak milik mereka. Para pemilik rumah yang diwawancarai HRW juga mengatakan bahwa mereka tidak mendapatkan kompensasi dari pemerintah.

Seorang pemilik restoran lokal dari Qaboun di Damaskus mengatakan pada HRW bahwa tentara keamanan tiba di suatu pagi tanpa pemberitahuan dengan menggunakan buldoser. Mereka menyuruhnya pergi.

“Ketika saya tanya mengapa, tentara itu bilang ‘tidak ada pertanyaan lagi’ atau saya akan ditangkap,” ungkap pemilik restoran itu.

Ia mengatakan bahwa para tentara itu tidak mengindahkan permintaan untuk membawa barang-barang dari restoran dan memaksanye pergi dengan berjalan kaki, meninggalkan motornya.

“Ketika saya berjalan dan melihat ke belakang, saya melihat buldoser itu menghancurkan restoran saya,” ujarnya. “Restorang itu dibuka oleh kakek saya bertahun-tahun lalu. Saya sendiri telah mengelola restoran itu selama 8 tahun. Di depan mata kepala saya, kerja keras seluruh keluarga saya selama ini dihancurkan hanya dalam satu detik,” imbuhnya.

Laporan ini berdasarkan analisis terperinci dari 15 citra satelit dengan resolusi sangat tinggi dan wawancara dengan 16 saksi penghancuran serta para pemilik rumah yang dihancurkan. Selain itu, HRW juga mengulas laporan-laporan media, ketetapan pemerintah, serta video-video penghancuran dan akibatnya yang ada di YouTube.

“Tidak ada yang bisa dibodohi oleh pernyataan pemerintah bahwa ini merupakan perencanaan kota di tengah-tengah konflik berdarah ini,” ujar Solvang.

“Ini merupakan hukuman untuk komunitas yang diduga mendukung pemberontak. Dewan Keamanan PBB seharusnya, dengan rujukan dari ICC, mengirimkan pesan yang jelas bahwa usaha pemerintah menutupi kejadian dan impunitas pemerintah tidak akan bertahan dalam jalan memperjuangkan keadilan bagi korban,” sambungnya. (UN)

Editor : Bayu Probo


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home