HRW Tuduh Paramiliter Sudan Lakukan Kekerasan Seksual
Kasus kekerasan seksual meluas di tengah perang saudara yang sedang berlangsung di Sudan.
KHARTOUM, SATUHARAPAN.COM-Human Rights Watch (HRW) pada hari Senin (16/12) menuduh pasukan paramiliter Rapid Support Forces (RSF) dan milisi sekutunya, yang berperang melawan tentara, melakukan kekerasan seksual yang meluas di Sudan bagian selatan.
Ini adalah laporan terbaru dari pemantau internasional yang menuduh adanya kekerasan seksual selama perang 20 bulan di Sudan yang telah menyebabkan apa yang disebut Amerika Serikat sebagai krisis kemanusiaan terburuk di dunia.
Dalam laporan terbarunya, HRW mengatakan telah mendokumentasikan puluhan kasus sejak September 2023 yang melibatkan perempuan dan anak perempuan berusia antara tujuh dan 50 tahun yang menjadi korban kekerasan seksual, termasuk pemerkosaan massal dan perbudakan seksual, di negara bagian Kordofan Selatan.
Rincian terbaru ini menyusul laporan terpisah pekan lalu dari lembaga pengawas yang berkantor pusat di New York yang secara lebih luas menuduh RSF dan milisi Arab sekutunya melakukan berbagai pelanggaran, terutama terhadap warga sipil etnis Nuba, di negara bagian Kordofan Selatan dari Desember 2023 hingga Maret 2024.
Serangan-serangan ini, katanya, "belum banyak dilaporkan" dan merupakan "kejahatan perang."
Sebagian wilayah Kordofan Selatan dan sebagian wilayah negara bagian Nil Biru dikuasai oleh Gerakan Pembebasan Rakyat Sudan-Utara (SPLM-N).
Fraksi SPLM-N yang dipimpin oleh Abdelaziz al-Hilu menolak bergabung dengan pasukan Sudan lainnya dalam menandatangani perjanjian damai 2020 dengan pemerintah, karena al-Hilu menginginkan negara sekuler sebagai prasyarat.
Banyak penduduk Kordofan Selatan merupakan anggota minoritas Kristen Sudan.
Saat itu, Al-Hilu juga menolak berunding dengan pemimpin RSF, Mohamed Hamdan Daglo, yang mengaitkannya dengan kekejaman.
SPLM-N telah bentrok dengan tentara dan RSF di beberapa wilayah Kordofan Selatan sejak April 2023, saat perang antara paramiliter dan Angkatan Bersenjata Sudan dimulai, kata HRW.
Konflik tersebut telah merenggut puluhan ribu nyawa, menyebabkan lebih dari delapan juta orang mengungsi di dalam negeri, menurut PBB, dan memaksa lebih dari tiga juta orang lainnya mencari perlindungan di negara-negara tetangga.
“Mereka Terus Memperkosa Saya”
Menurut laporan HRW, banyak korban diperkosa beramai-ramai di rumah mereka atau rumah tetangga mereka, sering kali di depan keluarga, sementara beberapa lainnya diculik dan ditahan dalam kondisi perbudakan.
Seorang penyintas, seorang perempuan Nuba berusia 35 tahun, menceritakan bahwa ia diperkosa beramai-ramai oleh enam pejuang RSF yang menyerbu kompleks keluarganya dan membunuh suami dan putranya ketika mereka mencoba campur tangan.
"Mereka terus memperkosa saya, semuanya berenam," katanya.
Penyintas lainnya, berusia 18 tahun, menceritakan bahwa ia dibawa pada bulan Februari bersama 17 orang lainnya ke sebuah pangkalan tempat mereka bergabung dengan 33 perempuan dan gadis yang ditahan.
"Setiap hari selama tiga bulan, para pejuang memperkosa dan memukuli para perempuan dan gadis, termasuk penyintas berusia 18 tahun, kejahatan yang juga merupakan perbudakan seksual," kata HRW.
Kadang-kadang, para tawanan bahkan dirantai bersama, katanya.
"Tindakan kekerasan seksual ini, yang merupakan kejahatan perang... menggarisbawahi kebutuhan mendesak akan tindakan internasional yang berarti untuk melindungi warga sipil dan memberikan keadilan," kata HRW dalam laporannya.
Kepala kemanusiaan PBB, Tom Fletcher, membunyikan peringatan pada akhir November atas "wabah kekerasan seksual" terhadap wanita di Sudan, dengan mengatakan bahwa dunia "harus berbuat lebih baik."
Pada bulan Oktober, Misi Pencari Fakta Internasional Independen Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) untuk Sudan mengatakan kedua belah pihak telah melakukan pelanggaran termasuk penyiksaan dan kekerasan seksual. Namun, mereka menuduh paramiliter, khususnya, melakukan "kekerasan seksual dalam skala besar."
Ini termasuk "pemerkosaan massal dan penculikan serta penahanan korban dalam kondisi yang setara dengan perbudakan seksual," kata misi tersebut.
Dalam laporan awalnya pekan lalu, HRW mendesak PBB dan Uni Afrika untuk "segera mengerahkan misi untuk melindungi warga sipil di Sudan." (AFP)
Editor : Sabar Subekti
Daftar Pemenang The Best FIFA 2024
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Malam penganugerahan The Best FIFA Football Awards 2024 telah rampung dig...