HSBC Indonesia Nilai Rupiah Bergerak Sesuai Pasar
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - HSBC Indonesia menilai mata uang rupiah bergerak sesuai dengan kebutuhan pasar menyusul langkah Bank Indonesia (BI) yang cenderung minim intervensi.
"Kalau saya lihat, Bank Indonesia cenderung membiarkan rupiah bergerak sesuai dengan kebutuhan pasar. Ini adalah `less intervention` BI. Pelemahan rupiah sebenarnya dapat menurunkan impor, diharapkan kondisi itu dapat mengurangi defisit," ujar Managing Director of Global Markets HSBC Indonesia, Ali Setiawan di Jakarta, Rabu (4/12).
Menurut dia, melemahnya nilai tukar rupiah saat ini cukup dinikmati eksportir. Diharapkan juga kondisi itu dapat meningkatkan ekspor Indonesia.
Namun, dia mengatakan, perlu diperhatikan juga kebutuhan ekspor menyusul permintaan dari China yang cenderung menurun.
"Ekspor komoditas seperti kelapa sawit dan batu bara belum ada perkembangan. Permintaan dari negara importir komoditi yakni China semakin sedikit. Apalagi, harga kelapa sawit diprediksi juga akan turun. Ini tentu akan berdampak pada ekspor kita," kata Ali Setiawan.
Di sisi lain, Ali mengatakan bahwa pelemahan rupiah yang terlalu dalam juga tidak baik bagi ekonomi Indonesia. Pelemahan rupiah harus diiringi dengan kebijakan yang tepat dari pemerintah dan BI.
Hal itu, lanjut dia, menjelang akhir tahun akan terjadinya repatriasi keuntungan atau pembagian deviden sejumlah perusahaan asing yang menanamkan modalnya di Indonesia kepada pemegang saham di luar negeri dapat mengakibatkan keluarnya modal keluar (capital outflow) sehingga kebutuhan dolar AS semakin tinggi.
"Kami juga sedang menunggu terkait insentif repatriasi dividen asing. Itu menjadi konsekuensi Indonesia karena kegiatan investasi asing di tanah air cukup besar," paparnya.
Nilai tukar rupiah pada Rabu sore kembali melanjutkan depresiasi menjadi Rp 11.973 per dolar AS setelah sentimen bank sentral AS (the Fed) kembali menjadi perhatian pelaku pasar uang.
Rupiah Rabu Sore Lanjutkan Depresiasi Menjadi Rp 11.973
Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Rabu sore bergerak melemah 91 poin menjadi Rp 11.973 dibanding posisi sebelumnya (3/12) Rp 11.882 per dolar AS.
Kepala Riset Monex Investindo Futures, Ariston Tjendra di Jakarta, Rabu mengatakan bahwa masih terjaganya ekspektasi pengurangan stimulus (tappering off) the Fed mendorong mata uang AS melanjutkan penguatan terhadap mayoritas mata uang dunia.
"Dolar AS kembali menguat terhadap mayoritas mata uang dunia termasuk rupiah. Saat ini investor sedang mempertimbangkan sinyal menguatnya perekonomian AS sehingga bank sentral AS (the Fed) akan memangkas kebijakan stimulusnya," kata dia.
Ia mengemukakan bahwa sektor manufaktur AS berekspansi pada bulan November 2013, kemudian data AS selanjutnya yang akan dipublikasikan yakni tingkat pekerjaan diproyeksikan meningkat.
"Data AS akan menjadi penentu arah pergerakan mata uang rupiah selanjutnya," kata dia.
Menurut dia, belum jelasnya kebijakan the Fed itu mendorong mata uang dalam kategori "safe haven" lebih diincar pasar. Selain dolar AS, mata uang yen Jepang dinilai juga cukup postif menjaga nilai.
Kepala Riset Trust Securities, Reza Priyambada menambahkan bahwa laju rupiah semakin tertahan dengan munculnya kembali sentimen "tappering off".
Selain itu, lanjut dia, mulai adanya spekulasi akan meningkatnya kebutuhan dolar AS menjelang akhir tahun untuk pembayaran utang pemerintah maupun swasta membuat nilai tukar domestik semakin tertekan.
Meski demikian, ia mengatakan bahwa Bank Indonesia akan melakukan intervensi agar mata uang domestik tidak terus tertekan lebih dalam.
Sementara itu, kurs tengah Bank Indonesia pada hari Rabu ini, tercatat mata uang rupiah melemah menjadi Rp11.960 dibanding sebelumnya (3/12) di posisi Rp 11.830 per dolar AS. (Ant)
Banjarmasin Gelar Festival Budaya Minangkabau
BANJARMASIN, SATUHARAPAN.COM - Pemerintah Kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan memberikan dukungan p...