HUT DKI: Jakarta di Mata None Jakarta 1993 Maudy Koesnaedi
SATUHARAPAN.COM – Sebut Jakarta, maka yang terlintas di ingatan sebagian orang adalah kemacetan. Kesan lain dituliskan Pete Prinyaroje, travel blogger, yang dalam tulisan berjudul “Travel Indonesia Guide – How to Appreciate the ‘Big Durian’ Jakarta”, ia mengguratkan kesan Jakarta sebagai “kota yang kacau-balau berbungkus polusi”.
Dikenal dengan nama Sunda Kelapa (sebelum 1527), Jayakarta (1527-1619), Batavia/Batauia, atau Jaccatra (1619-1942), Jakarta Tokubetsu Shi (1942-1945), nama Djakarta, seperti bisa dibaca di wikipedia.org, mulai dipakai pada 1945 sampai dengan 1972, sebelum kemudian menjadi Jakarta.
Di dunia internasional, Jakarta juga mempunyai julukan seperti J-Town. Ada juga yang memopulerkan dengan ”The Big Durian”, karena dianggap kota yang sebanding New York City (yang berjuluk “Big Apple”) di Indonesia. Dan, situs travel terkenal lonelyplanet.com, menyebutkan Jakarta sebagai salah satu megalopoli di dunia, dan kota yang sangat dinamis.
Boedi Basuki, Principal ASA Lifestyle Communication Agency, menyebutkan Jakarta dibandingkan dengan kota-kota metropolitan lainnya, sudah cukup maju, baik dalam hal pengetahuan maupun referensi gaya hidup global. Boedi menunjukkan banyaknya conceptual lifestyle destination ataupun creative works yang sudah diterima dengan baik oleh warga lokal ataupun para pendatang atau ekspatriat yang tinggal di Jakarta.
“Produk retail atau food and beverage spot juga banyak yang menunjukkan level kualitas yang mudah diterima masyarakat global,” Boedi mencontohkan.
Tantangannya, menurut Boedi, adalah bagaimana menjaga kualitas yang sudah ada itu agar tetap sustainable.
Maudy Koesnaedi, None Jakarta 1993, dalam wawancara tertulis dengan satuharapan.com, menyebut Jakarta sebagai “kota yang ga tidur”, “kota yang lengkap dengan segala fasilitas untuk hiburan”, sebagai brand image yang harus terus didengungkan.
Dan, “Banyak hiburan dan ragam kulinernya.”
Maudy yang berdarah Sunda, mewujudkan kecintaannya kepada Jakarta dengan memprakarsai pendirian Teater AbNon, melibatkan komunitas Abang dan None Jakarta, sebagai sumbangsih dan usaha melestarikan budaya Betawi. Beberapa kali Teater AbNon menggelar pertunjukan.
“Saya masih memimpikan ada banyak ruang terbuka hijau, seperti taman kota yang banyak pohon rindangnya. Bisa untuk tempat anak-anak bermain,” kata Maudy.
Sayangnya, sebagai kota metropolitan, dan juga ibu kota negara, Maudy menyebutkan secara keseluruhan masih ada kekurangan. “Kurangnya kesadaran warga Jakarta sendiri untuk dapat menjaga ketertiban dan kenyamanan situasi di Jakarta,” Maudy menegaskan.
Editor : Sotyati
Kremlin: AS Izinkan Ukraina Gunakan Senjata Serang Rusia Mem...
MOSKOW, SATUHARAPAN.COM-Kremlin mengatakan pada hari Senin ( 18/11) bahwa pemerintahan Presiden Amer...