HUT DKI: Menjawab Tantangan Kemacetan di Jakarta
SATUHARAPAN.COM – Kemacetan di Jakarta semakin tidak mengenal waktu. Data yang dihimpun Polda Metro Jaya menunjukkan jam kemacetan di Jakarta bertambah panjang dalam beberapa waktu terakhir.
Petumbuhan kendaraan setiap tahun mencapai 12-13 persen, sedangkan pertumbuhan jalan hanya 0,01 persen per tahun, menjadi penyebab dari kemacetan tersebut . Kondisi yang tidak seimbang tersebut menyumbangkan kemacetan yang semakin tidak mengenal waktu.
Data Kemenhub pada 2014 menunjukkan ada 17.523.967 unit kendaraan bermotor di Jakarta. Jumlah itu didominasi sepeda motor 13.084.372 unit, diikuti mobil pribadi 3.226.009 unit, dan sisanya angkutan umum dan kendaraan angkutan lainnya. Untuk jumlah angkutan umum total sebanyak 2.401 dengan perincian: bus kota 1.358, APTB 193, dan bus Transjakarta 850 .
Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi DKI Jakarta menyebutkan hingga akhir 2014, DKI Jakarta dihuni 11,5 juta jiwa pada siang hari. Jumlah itu meliputi 10,1 juta jiwa penduduk malam hari, ditambah 1,4 juta jiwa komuter Bodetabek (Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi) yang semuanya beraktivitas di Jakarta.
Warga di Ibukota dan daerah penyangga, lebih suka menggunakan kendaraan pribadi dibandingkan angkutan umum. Warga enggan meninggalkan kendaraan pribadi pada hari kerja untuk beralih ke transportasi umum, sebab fasilitas transportasi umum belum memenuhi kriteria, terutama berkaitan dengan kenyamanan.
Kurangnya unit transportasi umum di Jakarta mengakibatkan warga harus menunggu lama, sehingga tidak mendukung ketepatan waktu kegiatan mereka. Hanya tercatat 23-30 persen yang menggunakan kereta, Transjakarta, atau angkutan perkotaan terintegrasi busway (APTB). Sisanya menggunakan kendaraan pribadi, yakni mobil atau sepeda motor. Tingginya jumlah motor di Jakarta, pun didasari alasan karena pergerakan lebih cepat dan praktis.
Data dari survei yang dilakukan Jabodetabek Urban Transportation Policy Integration tahun 2010 menyebutkan, dari 66 juta perjalanan hanya 27 persen atau sekitar 17,8 juta perjalanan yang menggunakan angkutan umum. Jumlah itu diprediksi turun menjadi 22 persen dari 72 juta perjalanan pada tahun 2020.
“Kalau tahun 2013 jam kemacetan di Jakarta paling parah yaitu pada pukul 07.00-09.00 untuk pagi dan 16.00-20.00 untuk sore, tahun 2014 jamnya bertambah panjang,” kata Kepada Bidang Hubungan Masyarakat Polda Metro Jaya Komisaris Besar Martinus Sitompul di Mapolda Metro Jaya yang dikutip dari Kompas.com, saat itu (Mei 2015, Kombes Martinus Sitompul mutasi menjadi Anjak Madya Bidang Pid Divisi Humas Polri).
Pada 2014, kemacetan di Jakarta terjadi rata-rata pada pukul 07.00-11.00 untuk pagi dan 16.00-22.00 untuk sore. Bahkan di hari-hari tertentu, kemacetan dapat terjadi sepanjang waktu dan tidak dapat diprediksi.
Hasil survei Castrol Magnatec Start-Stop tentang lalu lintas kota-kota besar di dunia menunjukkan, Jakarta sebagai kota dengan kemacetan paling buruk. Berdasarkan indeks Castrol Magnatec Start-Stop, tingkat macet di Jakarta mencapai 33.240 stop-start per tahun.
Angka itu dihitung dari data ketika pengemudi mobil harus berhenti dan memulai lagi laju mobilnya setiap kilometer karena kepadatan lalu lintas.
Jakarta bergabung dalam 10 besar kota-kota di dunia yang mempunyai tingkat kemacetan terburuk, yakni Istanbul di Turki (32.520), Mexico City di Meksiko, (30.840), Surabaya (29.880), St Peterburg di Rusia (29.040), Moscow di Rusia (26.680), Roma di Italia (26.680), Bangkok di Thailand (27.480), Guadalajara di Meksiko (24.840), serta Buenos Aires di Argentina (23.760).
Untuk itu , pembatasan kendaraan perlu dilakukan untuk mengurangi kemacetan. Beberapa cara pembatasan kendaraan yaitu dengan memberlakukan three in one, pelarangan sepeda motor, dan electronic road pricing (ERP). Bahkan ada pula usulan aturan pelat ganjil-genap dan warna kendaraan, dan diberlakukannya pajak kendaraan progresif.
Editor : Sotyati
KPK Geledah Kantor OJK Terkait Kasus CSR BI
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah kantor Otoritas J...