I Like Dangdut dan Kepedulian Pendidikan
SATUHARAPAN.COM – Pasca melakukan evaluasi atas pelaksanaan Kurikulum 2013, akhirnya Anies Baswedan selaku Menteri Kebudayaan dan Pendidikan Dasar Menengah mengumumkan pemberhentian atas kurikulum tersebut. Keputusan tersebut tak urung memicu pro-kontra dikalangan guru atau pegiat pendidikan. Persoalan tersebut semakin carut marut mengingat negara sudah mengeluarkan dana triliunan rupiah untuk mencetak dan mendistribusikan bahan ajar penunjang kurikulum 2013 ke seluruh sekolah dasar dan menengah.
Sengkarut pendidikan nasional sepertinya tidak kunjung selesai dan tampaknya semakin menyedihkan. Seharusnya bangsa ini belajar dari dinamika pendidikan yang selama ini berjalan, bahkan usia pendidikan (kurikulum) kita hampir sebanding dengan usia bangsa ini. Sebelumnya kita dikhawatirkan dengan hilangnya etika kebudayaan dalam proses pendidikan nasional kita, dan saat ini kita kembali dikhawatirkan dengan persoalan kurikulum. Ironisnya kedua isu tersebut adalah bagian terpenting dalam sistem pendidikan bangsa ini.
Adanya optimalisasi dana pendidikan sebesar dua puluh persen merupakan itikad baik (political will) dari negara untuk menjamin keberlangsungan dan mendorong progresivitas pendidikan yang lebih baik, profesional, berkualitas, murah, dan terjangkau. Namun demikian, upaya optimalisasi tersebut tampaknya belum berjalan sebagaimana mestinya. Hal tersebut sudah sangat mahfum kita lihat dan dengar, bagaimana kemudian media massa memberitakan masih banyaknya sekolah-sekolah yang bangunan fisiknya masih sangat jauh dari layak.
Di samping itu, sarana transportasi bagi siswa-siswi sekolah juga belum sepenuhnya teratasi. Mungkin kita pernah melihat gambar bagaimana anak-anak kita harus melewati jembatan gantung yang telah rusak untuk sampai disekolahnya. Inilah ironi pendidikan kita yang seharusnya peristiwa tersebut tidak lagi terjadi.
Musik dan Pendidikan
Di tengah-tengah hiruk pikuk sengkarut kurikulum pendidikan, ada fenomena yang cukup menarik untuk diperhatikan. Fenomena tersebut tak lain berasal dari salah satu program televisi swasta yang bertajuk “I Like Dangdut”. Sekilas mungkin tidak begitu sambung dengan pendidikan, namun setelah dicermati, ternyata program tersebut merupakan salah satu bentuk kreativitas dari insan media dan seniman musik (dangdut) untuk menggalang donasi bagi pendidikan. Program tersebut merupakan bentuk kepedulian yang patut diapresiasi, pun bisa jadi dalam perspektif yang lain adalah kritik yang menggelitik bagi kita terutama pemerintah.
Penggalangan dana melalui kegiatan charity, salah satunya program bernuansa kesenian musik seperti; mini konser, konser tunggal, merupakan kegiatan yang sudah biasa dilakukan oleh kalangan media maupun seniman. Dan kegiatan seperti ini bisa menjadi simpul-simpul penggalangan dana yang efektif untuk mendorong kepedulian publik bagi perbaikan pendidikan nasional.
Secara umum, publik selama ini juga merasakan adanya keresahan atas sistem pendidikan nasional. Oleh karena itulah, untuk merespon keresahan tersebut sekaligus sebagai bentuk kepedulian dalam memajukan kualitas pendidikan, mereka melakukan inovasi program dengan berkesenian melalui musik guna menggalang donasi bagi perbaikan pendidikan, khususnya pembangunan sarana-prasarana fisik gedung sekolah. Selama program “I Like Dangdut” berlangsung, tercatat sudah sekian banyak para pejabat negara atau orang penting yang terlibat, diantaranya; Dahlan Iskan (mantan Menteri BUMN), Ignasius Jonan (Menteri Perhubungan), Dwi Soetjipto (CEO Semen Indonesia), dan Emirsyah Satar (Dirut Garuda Indonesia).
Apa yang diperlihatkan oleh publik adalah dukungan bagi pemerintah untuk secara serius memajukan serta menjamin keberlangsungan pendidikan bagi seluruh rakyat Indonesia. Pun seturut dengan hal tersebut, fenomena yang terjadi menjadi kritik sekaligus bandul penyeimbang bagi proses pendidikan nasional yang sedang berlangsung. Adapun lebih jauh terkait dengan upaya perbaikan sistem pendidikan, ada beberapa hal yang mungkin bisa dilakukan oleh pemerintah.
Pertama, ke depan Kementerian Kebudayaan dan Pendidikan Dasar-Menengah segera melakukan evaluasi atas penggunaan anggaran pendidikan agar serapan dana tersebut benar-benar dipergunakan untuk perbaikan kualitas baik fisik maupun non-fisik penunjang pendidikan. Di samping itu, evaluasi yang dilakukan tidak semata-mata pada aspek kurikulum ansich namun juga pada aspek kesiapan sumber daya manusia (SDM) yang tidak lain para guru itu sendiri.
Kedua, pemerintah juga perlu kemudian menggandeng masyarakat, para seniman, insan media, maupun private sector guna menggalang kepedulian bagi pendidikan, bisa dalam bentuk donasi maupun sumbangsih pikiran. Namun demikian, pemerintah harus memberikan jaminan bahwa kewajiban mencerdeskan bangsa adalah tanggung jawab dari negara sebagaimana diamanahkan dalam UUD 1945.
Ketiga, perlu kemudian memberikan reward bagi mereka yang secara tulus membantu negara dalam memajukan pendidikan nasional. Hal ini menandakan apresiasi dari negara atas kepedulian publik dalam membantu serta mendukung negara untuk mewujudkan cita-cita kemerdekaan, yakni mencerdaskan kehidupan bangsa.
Penulis adalah Peneliti Pusat Studi Pancasila UGM dan Institute for Researcah and Indonesian Studies (IRIS)
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...