IATA: Larangan Membawa Laptop Bukan Solusi Jangka Panjang
MONTREAL, SATUHARAPAN.COM - Larangan membawa laptop dan komputer tablet di kabin pesawat yang diberlakukan oleh Inggris dan Amerika Serikat (AS) tidak akan berlangsung dalam jangka panjang, ungkap kepala asosiasi yang mewakili sejumlah maskapai pada Selasa (28/3).
“Langkah terbaru itu tidak bisa diterima sebagai solusi jangka panjang,” ujar Alexandre de Juniac, direktur jenderal Asosiasi Transportasi Udara Internasional (International Air Transport Association/IATA).
“Bahkan dalam jangka pendek, rasanya sulit untuk memahami efektivitas larangan tersebut. Dan gangguan komerisal yang muncul akibat larangan tersebut cukup parah,” katanya dalam sebuah pidato di Montreal.
“Kami meminta sejumlah pemerintahan untuk bekerja dengan industri tersebut guna menemukan cara agar penumpang bisa tetap terbang dengan aman tanpa memisahkan mereka dari perangkat elektronik pribadi yang mereka miliki.”
Pekan lalu, Washington melarang penumpang untuk membawa perangkat elektronik yang lebih besar dari telepon seluler dalam penerbangan langsung ke AS dari 10 bandara di tujuh negara Timur Tengah dan Turki.
Inggris mengikuti pemberlakuan larangan serupa terhadap penerbangan yang diberangkatkan dari lima negara di Timur Tengah dan Afrika Utara, dan Turki. Mereka hanya mengizinkan perangkat itu disimpan dalam koper.
Turki mengirim sebuah tim pakar ke Inggris pada Selasa (28/3) untuk mencoba membujuk London agar mencabut larangan penumpang membawa perangkat elektronik besar dalam penerbangan dari Istanbul, kata Menteri Transportasi Ahmet Arslan.
Inggris pekan lalu mengeluarkan larangan membawa laptop dan tablet di kompartemen penumpang dalam penerbangan dari lima negara di Timur Tengah dan Afrika utara serta Turki.
Arslan mengatakan kepada CNN Turk bahwa dia “merasa” Inggris akan segera mencabut larangan itu “karena pertemuan kami mengindikasikan begitu,” namun mengatakan bahwa perbincangan dengan AS kemungkinan akan “membutuhkan waktu lebih lama.”
“Yang saya harapkan dari Inggris secara spesifik adalah agar larangannya dicabut sesegera mungkin,” ujar Arslan.
Larangan dari Inggris itu berpengaruh pada 14 maskapai penerbangan termasuk British Airways, EasyJet dan makapai unggulan Turkish Airlines, yang labanya dihantam serangan teror pada 2016. (AFP)
Satu Kritis, Sembilan Meninggal, 1.403 Mengungsi Akibat Erup...
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Sebanyak 1.403 korban erupsi Gunung Lewotobi Laki-Laki di Flores Timur, N...