ICEL: RPP Limbah B3 Tak Berpihak pada Perlindungan Lingkungan Hidup
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM Rencana Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (RPP Limbah B3) tidak berorientasi pada perlindungan lingkungan dan kesehatan. Hal ini juga bertentangan dengan Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH). Ini disampaikan Direktur Eksekutif Indonesian Center for Environmental Law (ICEL) Henri Subagiyo dalam Konsultasi Publik RPP B3 di Jakarta Pusat pekan lalu.
Henri memaparkan tiga poin penting s RPP Limbah B3 dianggap bermasalah. Pertama, RPP Limbah B3 mengizinkan pembuangan limbah B3 ke media lingkungan yang jelas-jelas merupakan larangan dalam UU PPLH.
KLH salah menafsirkan Pasal 60 dan 61 UU PPLH yang dianggap sebagai dasar bagi ketentuan pembuangan limbah B3, kata Henri.
Menurutnya, pasal 60 dan 61 itu adalah ketentuan untuk dumping limbah, berbeda dengan limbah B3. UU PPLH secara tegas membedakan kedua istilah dan pengaturan antara limbah dan limbah B3, dan hal itu bisa dilihat pada ketentua umum dan Pasal 69 ayat (1) huruf f yang jelas melarang pembuangan limbah B3 ke media lingkungan.
Karena itu, Bab X tentang Dumping Limbah B3 jelas-jelas bertentangan dengan UU PPLH, tegasnya.
Kedua, lanjut Henri, kewenangan pemberian izin bagi pemerintah daerah memberikan risiko cukup besar bagi lingkungan dan kesehatan. Pemerintah tidak belajar atas kewenangan pemberian izin-izin yang berdampak pada lingkungan dan sumber daya alam.
Sejak diberikannya kewenangan izin pada pemerintah daerah ternyata justru memicu kerusakan yang luar biasa. Persoalannya cukup kompleks, mulai dari mindset pemerintah daerah dalam memandang izin sebagai pemasukan hingga kapasitas teknis yang dimilikinya, ucapnya.
Henri juga mengingatkan, bahwa UU PPLH jelas-jelas memberikan mandat kepada pemerintah pusat untuk mengurus soal limbah B3. KLH atau pemerintah pusat jangan cuci tangan dalam hal ini, ucap Henri.
Ketiga, persyaratan izin yang diatur dalam RPP Limbah B3, sangat longgar. Bagaimana kita bisa mencapai tujuan dari RPP ini untuk melindungi kesehatan dan lingkungan hidup, jika ketentuannya sangat longgar. Tidak ada analisa risiko lingkungan yang dimandatkan dalam RPP LH ini untuk persyaratan pemberian izin.
Padahal analisis risiko ini telah jelas dimandatkan UU PPLH untuk kegiatan yang berdampak penting. Analisis resiko berhubungan dengan kewajiban kita untuk mengkaji persoalan terkait dengan resiko suatu usaha/kegiatan, bagaimana mengelola resiko tersebut, dan bagaimana mengkomunikasikan potensi resiko tersebut kepada pihak yang berpotensial terkena dampak, paparnya.
Editor : Bayu Probo
Kremlin: AS Izinkan Ukraina Gunakan Senjata Serang Rusia Mem...
MOSKOW, SATUHARAPAN.COM-Kremlin mengatakan pada hari Senin ( 18/11) bahwa pemerintahan Presiden Amer...