Loading...
SAINS
Penulis: Ignatius Dwiana 22:20 WIB | Jumat, 31 Januari 2014

ICEL: Soal Merkuri, Pemerintah Masih Sekadar Lip Sync

Merkuri. (Foto dari: scientificamerican.com)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Sikap pemerintah dalam menangani permasalahan lokasi yang tercemar limbah merkuri belum 100 persen. Khususnya di titik-titik keberadaan lokasi Penambangan Emas Skala Kecil (PESK) yang ada di Indonesia seperti yang terjadi di Sungai Lampon, Banyuwangi, Jawa Timur.

Peneliti Indonesian Center for Environmental Law (ICEL) Marghareta Quina menyebutkan sikap pemerintah yang belum jelas dapat dilihat dari belum terdengarnya kabar lebih jauh soal Rencana Aksi Nasional untuk Pemberantasan Merkuri.

“Melalui rencana ini akan bisa kita lihat strategi pemerintah dalam menangani persoalan merkuri, termasuk bagaimana pemerintah mendudukkan soal persebaran merkuri ilegal dan upaya untuk menangkap aktor di belakang persebaran merkuri illegal di Indonesia,” kata Marghareta Quina melalui siaran pers di Jakarta yang diterima pada Jum’at (31/1).

Quina menambahkan, dari sisi peraturan sendiri masih perlu banyak penyesuaian setelah Indonesia melakukan penandatanganan Konvensi Minamata.

“Dari penelitian yang dilakukan ICEL bersama Bali Fokus terhadap 30 peraturan, masih banyak yang harus disesuaikan untuk menuju Indonesia Bebas Merkuri,” tegasnya.

Penelitian telah dilakukan terhadap 30 peraturan perundangan dan kebijakan. Yakni di sektor kehutanan, minyak dan gas, pertambangan dan energi, mencakup di dalamnya PESK, termasuk peraturan tentang perlakuan terhadap merkuri sebagai barang sitaan.

Quina mencontohkan peraturan soal PESK dalam Peraturan Menteri (Permen) Nomor 23 Tahun 2008 tentang Pencegahan Pencemaran dan atau Kerusakan Lingkungan Hidup Akibat Pertambangan Rakyat. Dalam peraturan tersebut tidak ada ketentuan yang mewajibkan penambang dan atau pemerintah daerah untuk merehabilitasi lahan tercemar. Juga pembersihan lahan yang terkontaminasi logam berat.

“Salah satu prinsip dalam hukum lingkungan yang diterima secara internasional menyebutkan, siapa yang melakukan pencemaran maka dia yang menanggung pemulihan.”

Persoalan PESK sangat rentan dengan resistensi dari masyarakat. Namun demi keberlangsungan pembangunan yang berkelanjutan diperlukan sikap tegas pemerintah. Hal ini dilakukan tanpa melupakan pelbagai langkah pendidikan dan sosialisasi kepada masyarakat yang memang potensial terkena dampak merkuri. Dengan demikian persoalan merkuri di Indonesia tidak terlihat sekadar lip sync, hanya demi membangun citra di mata dunia Internasional.

Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home