Ideologi Ekstremisme Sulit Dimatikan
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Tantangan terbesar bangsa Indonesia bila ingin maju dalam keamanan negara yakni menghentikan atau mematikan ideologi ekstremisme hingga ke akar-akarnya.
Direktur Keamanan Negara Badan Intelijen Keamanan Kepolisian Republik Indonesia (Dirkamneg Baintelkam Polri), Komisaris Besar Polisi, Joko Mulyono mengatakan untuk mematikan paham atau ideologi ekstremisme tidak mudah.
“Tidak mudah karena saat pemerintah lengah mereka (penganut ideologi ekstremisme, red) akan bangun, saat pemerintah kuat mereka akan tiarap,” kata Joko saat memberi materi pada Seminar “Radikalisme dan Terorisme di Indonesia”, hari Senin (22/8), di Grha Oikoumene Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia, Jakarta.
Joko mengemukakan Indonesia harus mempersiapkan diri untuk menjadi negara yang unggul dalam berbagai bidang dalam sepuluh hingga 20 tahun mendatang, salah satu bidang yang harus maju adalah keamanan.
Namun, Joko memberi pertanyaan kepada para peserta seminar kapan Indonesia akan siap dengan keamanan dalam negeri yang stabil apabila masih banyak paham dan organisasi yang bernuansa ekstremisme melakukan tindakan anarkis di Indonesia.
Joko memberi perumpamaan aparat keamanan – Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Kepolisian Republik Indonesia (Polri) – dalam membentengi masyarakat Indonesia dari paham ekstremisme yang berpotensi melakukan aksi teror, ibaratnya sama seperti dokter yang memberi imunisasi seorang anak kecil usia di bawah lima tahun (balita), karena seorang balita ibaratnya harus diberi vaksin tentang kewarganegaraan yang baik dan nasionalisme.
“Jadi kalau bayi atau anak kecil tadi sudah diimunisasi dengan nasionalisme dan kewarganegaraan istilahnya tidak akan terkena bakteri atau penyakit atau virus paham ekstremisme,” kata Joko.
Joko mengemukakan apabila rakyat Indonesia memiliki cita-cita yang sama menjadi bangsa yang besar dan kuat, maka setiap hari harus benar-benar membekali diri dengan prinsip Pancasila. “Karena Pancasila adalah akar kehidupan bangsa, dan itu tidak melangar syariat Islam,” kata Joko.
Joko mengungkapkan kembali pengalaman saat melakukan interogasi anggota organisasi ekstremis di Indonesia. Mantan Direktur Intelijen dan Keamanan Polda Banten tersebut pernah menantang anggota organisasi ekstremis di Indonesia tersebut. “Saya tanya ke mereka, kenapa ndak setuju Pancasila? Kalau anda menentang Pancasila sama artinya anda menentang syariat Islam,” kata dia.
Joko mengatakan – berdasar pengalamannya melakukan interogasi mantan anggota ekstremis di Inodnesia tersebut – dalam sila pertama Pancasila berbunyi ‘Ketuhanan Yang Maha Esa’ yang berarti Tuhan sebagai penuntun utama, menurut Joko hal tersebut sama dalam prinsip Islam yang mengedepankan habluminallah (hubungan manusia dengan Sang Pencipta), namun di sisi lain tidak melupakan habluminannas yang berarti hubungan antarmanusia.
Ajax Akan Gunakan Lagi Logo Tahun 1928
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Klub sepak bola Liga Belanda, Ajax Amsterdam, kembali menggunakan logo la...