Idul Fitri Muram di Gaza
GAZA, SATUHARAPAN.COM – Izzdin Akila semula tahu apa yang ingin dia lakukan pada hari pertama Idul Fitri, sebuah perayaan di mana umat Islam di seluruh dunia merayakan akhir bulan suci Ramadan. Tapi keinginan pria berusia 35 tahun ini seperti bertukar hadiah, mengunjungi kerabat, dan menonton anak-anak bermain tidak berjalan seperti yang direncanakan.
Dengan memegang tasbih coklat dan bunga putih, dia menghabiskan hari pertama libur dengan menggali lubang kecil untuk menempatkan bunga di makam sepupunya, Mohammed yang berumur 20 tahun.
“Kau selalu menjadi cahaya bulan dan inspirasi bagi saudara-saudaramu,” kata Izzdin sambil duduk di samping makam.
“Kembalilah Mohammed, kembalilah kepada ibumu yang sedang menangis, dia memiliki hadiah untukmu.” Sepupu yang lain juga ikut menangis dan orang-orang di situ mencoba untuk menghiburnya. Tidak ada mata yang kering di makam tersebut. Semuanya menangis.
Sebelum meninggal, Mohammed dan ayahnya membuka rumah mereka untuk pengungsi Palestina yang melarikan diri dari Israel ke Shujayea. Mereka berbagi makanan dan minuman dengan perempuan dan anak-anak yang terusir dari rumah mereka.
“Dia belum merencanakan masa depannya, tapi dia sangat cerdas, tajam dan sudah berhasil menghafal seluruh Alquran, ayat demi ayat,” teriak Izzdin dengan menggerakkan jari-jarinya di atas pusara Mohammed.
Setidaknya 1.110 warga Palestina di Gaza tewas, dan lebih dari 6.200 lainnya terluka, dalam serangan Israel yang sedang berlangsung. Lima puluh tiga tentara Israel juga tewas, bersama dengan dua warga sipil Israel dan seorang pekerja Thailand.
Sepanjang malam Senin (27/7) terlihat Israel melakukan beberapa serangan terberat ke Gaza dan lebih dari 30 warga Palestina tewas. Tentara militer Israel menelepon dan mengirim pesan singkat kepada orang-orang di Shujayea, Zeitoun dan Jabaliya Timur memerintahkan mereka untuk meninggalkan rumah-rumah mereka.
Di sebagian besar wilayah Gaza, kematian dan kehancuran yang meluas di tiga minggu terakhir ini telah membuat Idul Fitri tahun ini muram tanpa perayaan.
“Kita harus merayakan Idul Fitri dengan kebahagiaan dan cinta dari keluarga. Seperti biasa, anak-anak akan menikmati waktu mereka dengan bermain bersama. Tapi pendudukan Israel tersebut merenggut hak kami dan memaksa kami untuk menguburkan anak-anak kami dan mengucapkan selamat tinggal kepada keluarga yang dibunuh dan bukannya membiarkan kami semua merayakan kehidupan,” kata Izzdin.
Ribuan keluarga Palestina di Gaza juga telah mengungsi. Menurut angka PBB, lebih dari 10 persen penduduk lokal yang berjumlah sekitar 215.000 orang kini berlindung di fasilitas yang dikelola PBB atau tinggal dengan keluarga angkat. Setidaknya 3.695 keluarga atau 22.200 orang kehilangan rumah mereka yang telah hancur atau mengalami kerusakan besar.
Setidaknya 22 rumah sakit atau pusat kesehatan telah terkena dampaknya dari serangan Israel, sementara PBB memperkirakan bahwa sekitar 133 sekolah di seluruh Gaza telah rusak.
Pemakaman utama di Gaza Timur juga turut menjadi target serangan Israel, bahkan membuat penguburan menjadi berbahaya. Akibatnya, keluarga Akila tidak punya pilihan lain kecuali mengubur Mohammed di tempat lain.
“Kami harus menggali makam kakek Mohammed untuk menggunakan kuburannya,” kata Izzddin. “Ini seperti membuka luka lama tubuh kakek saya dan meletakkan tubuh baru dari Mohammed yang terluka di sampingnya.”
Sementara Izzddin dan saudaranya, Khaled mengunjungi kuburan tersebut, tiba-tiba pesawat Israel melintas di atas kepala mereka. Pemakaman ini dibom pada Senin (27/7) oleh rudal F16 Israel; kini tulang-tulang tersebut tersebar di seluruh permukaan tanah. “Kemudian kami harus buru-buru untuk segera menguburnya di bawah pemboman konstan Israel,” kata Izzddin.”Setidaknya Mohammed merasa hangat dengan kakeknya.”
Pada Senin (27/7) pukul 06.30 waktu setempat, hari pertama Idul Fitri, kuburan itu dipenuhi oleh orang-orang yang datang untuk mengunjungi orang-orang yang mereka cintai yang tewas dalam serangan terbaru Israel. Kerumunan orang mencoba untuk menghibur satu sama lain, Khaled dan Izzddin menuangkan air dan pasir ke kuburan tersebut dan memastikan kuburan itu tetap utuh.
“Kami menangis untuk orang yang kami kasihi dan yang telah pergi,” kata Khaled. “Tapi kami katakan bahwa Allah juga memperhatikan kekejaman ini dan berpihak kepada yang tidak bersalah.” (aljazeera.com)
Editor : Bayu Probo
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...