Igilena Maluwa (Flying Fish): Film Yang Dilarang Pemerintah Sri Lanka
SRI LANKA, SATUHARAPAN.COM – Film Igilena Maluwa (Flying Fish) yang disutradarai Sanjeewa Pushpakumara dituduh menghina Pemerintah dan Angkatan Bersenjata Sri Lanka sehingga dilarang. Larangan terhadap film berbahasa Sinhala ini menyusul setelah ditayangkan pada Festival Film Perancis pada hari Kamis lalu (11/7) di Bandaranaike Memorial International Conference Hall (BMICH).
Acara Festival Film Perancis yang rencananya berlangsung 18 Juni-14 Juli 2013 akhirnya dihentikan Pengurus manajemen BMICH setelah kejadian pemutaran film Flying Fish. Demikian seperti dilansir dari situs Sunday Times Sri Lanka, Daily Mirror Sri Lanka, dan BBC.
Kementerian Pertahanan juga telah meluncurkan penyelidikan atas isi film Igilena Maluwa. Media pemerintah mengutip pernyataan Direktur Jenderal Media Center Kemanan Nasional (Media Centre for National Security), Lakshman Hulugalle, pada hari Selasa (16/7), mengatakan langkah-langkah telah diambil untuk melakukan tindakan hukum.
“Produser belum mendapatkan izin untuk menggunakan seragam Angkatan Darat. Film ini diproduksi Kedutaan Besar Prancis di Sri Lanka. Ketika saya berbicara dengan Ketua Umum Pengurus Pertunjukan Sri Lanka Board (Sri Lanka Public Performances Board, SLPPB), Gamini Sumanasekera, katanya mereka memutuskan mencari masukan hukum mengenai spesifikasi ketentuan hukum yang diberikan kepada Public Performance Board (PPB)," kata dia.
Ditambahkan, "Sejak saat ini, mereka tidak dilengkapi dengan ketentuan hukum untuk mengambil tindakan terhadap pemutaran setiap film yang mungkin mengandung materi tidak menyenangkan dengan penonton lokal, di festival film asing yang diselenggarakan di Sri Lanka. Hasl ini adalah celah dalam bertindak dan itu harus diubah.”
Sutradara film Igilena Maluwa, Sanjeewa Pushpakumara, mengatakan dia berusaha untuk menggambarkan realitas dan didasarkan pada pengalaman sendiri di zona perang Sri Lanka.
Dalam pernyataan yang dikeluarkannya dari Korea Selatan, tempat dia tinggal, Sanjeewa Pushpakumara membantah mendiskreditkan militer dan mengatakan berusaha untuk menggambarkan realitas dengan cara yang manusiawi dan artistik. Dia membantah memiliki hubungan dengan Macan Tamil atau organisasi non pemerintah dan telah diberhentikan dari siaran televisi pemerintah yang menduga adanya hubungan itu.
Polisi kini memegang yang mereka sebut fakta temuan penyidikan ke dalam film dan beberapa staf produksi telah dipertanyakan. Distribusi dan pemutaran film telah dihentikan di Sri Lanka. Tetapi badan sensor resmi Sri Lanka mengizinkan pemutaran pribadi Igilena Maluwa.
Film yang dibuat pada tahun 2011 ini dikerjakan dengan latar belakang perang saudara yang brutal di negara itu. Film ini disebutkan menggambarkan perilaku buruk angkatan bersenjata, tentara digambarkan over seks dan perempuannya diperilakukan buruk. Sementara negara Sri Lanka menyanjung-nyanjung angkatan bersenjata Sri Lanka.
Gerakan Kebebasan Media Sri Lanka (Sri Lanka's Free Media Movement) merilis sebuah pernyataan yang mengatakan larangan itu menunjukkan keinginan pemerintah untuk memiliterisasikan seni dan budaya. Para aktivis juga telah menandatangani petisi yang menyesalkan pernyataan kritik penulis media Sri Lanka, Gamini Viyangoda, yang dituduh sebagai konspirator dalam menyaring film.
Pasukan Sri Lanka mengalahkan pemberontak separatis Tamil pada tahun 2009 setelah perang berdarah 26 tahun yang menewaskan sedikitnya 100 ribu orang tewas dan kedua belah pihak dituduh melakukan kejahatan perang. Puluhan ribu warga sipil tewas dalam bulan-bulan terakhir pertempuran tidak dapat dipastikan jumlahnya.
Sebuah penyelidikan PBB mengatakan, hingga 40 ribu orang telah tewas dalam beberapa bulan terakhir ini saja. Lainnya menunjukkan jumlah kematian bisa lebih tinggi. Pemerintah Sri Lanka tidak menerima angka-angka ini dan telah membantah tuduhan kejahatan perang.
Editor : Sabar Subekti
Ditemukan Kuburan Massal di Suriah, Ungkap Mesin Kematian Re...
DAMASKUS, SATUHARAPAN.COM-Seorang jaksa penuntut kejahatan perang internasional mengatakan pada hari...