Ikrar Nusa Bhakti: Koalisi Partai Islam di Indonesia Sulit
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Peneliti LIPI Ikrar Nusa Bhakti menyebutkan koalisi partai Islam di Indonesia sulit terjadi karena partai Islam lebih mudah berkoalisi dengan kaum nasionalis dibandingkan dengan sesama partai Islam sendiri.
“Saya melihat partai Islam itu menjelang Pemilu 1955 telah pecah. Persatuan Islam (Persis) keluar (dari Masyumi) tahun 1953, NU keluar tahun 1954. Dan, akhirnya mereka sama-sama bertarung di Pemilu 1955,” kata Ikrar Nusa Bhakti dalam acara talkshow event Marketing Week di Jakarta pada Minggu (11/5).
Merunut sejarah, di Indonesia partai Islam lebih mudah berkoalisi dengan kaum nasionalis dibandingkan dengan sesama partai Islam sendiri.
“PNI lebih mudah bekerja sama dengan Nahdliyin daripada dengan yang puritan, yaitu Masyumi. Kita sudah mengalami satu peristiwa sejarah yang memang diawali dengan tidak bisa berkoalisinya PNI dengan Masyumi. Khususnya kalau Masyuminya dipimpin orang non-Jawa. Sejak itu pula sulit membangun koalisi atas dasar perbedaan ideologi apalagi kalau kompetisinya terlalu besar,” ia menjelaskan.
Sementara di suatu negara dengan demokrasi telah mapan seperti Amerika Serikat, koalisi partai itu menjadi satu hal biasa. Bahkan walau partai itu berbeda pandangan ideologi.
Ikrar Nusa Bhakti mencontohkan ketika Partai Demokrat berkuasa di Amerika Serikat, Partai Demokrat akan selalu menyertakan orang dari Partai Republik dalam menempati posisi Menteri Pertahanan.
“Karena Republikan itu kan realis dalam hubungan internasional dan suka menggunakan senjata. Demokrat yang idealis itu (selalu) menempatkan Menteri Pertahanan dari Republikan," ia menambahkan.
Berbeda situasi dengan Australia, ”Di Australia, antara Buruh dengan Liberal tidak bisa berkoalisi. Biasanya Liberal dengan National Country. Pemilik perusahaan dengan pemilik tanah bisa berkoalisi. Tetapi, kalau buruh dengan pemilik perusahaan itu hampir-hampir tidak pernah bisa berkoalisi dari sisi ideologi.”
Koalisi di Indonesia terakhir seperti pada Pemerintahan SBY – JK atau SBY – Boediono dinilainya kurang kompak. Kinerja pemerintahan tidak serius dan diam di tempat diakibatkan oleh koalisi, terutama dalam menangani kesenjangan sosial.
Editor : Sotyati
Gagal Pameran di Galeri Nasional, Yos Suprapto Tarik Lukisan...
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM-Pelukis Yos Suprapto mengungkapkan alasan pameran tunggalnya di Galeri Nasi...