Ikuti Perkembangan Teknologi Teroris Makin Canggih
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Wakil Ketua Komisi I DPR Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan, tindakan terorisme yang terjadi belakangan ini semakin canggih metodenya karena para pelaku mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta kondisi sosial masyarakat terkini, sehingga aksi-aksi terorisme mampu menciptakan rasa takut di masyarakat.
Menurutnya, salah satu metode yang paling efektif untuk menebar teror dan luka fisik maupun nyawa adalah metode pemboman. Dalam banyak kasus, pemboman memiliki dampak yang masif dan korban jiwa yang tidak sedikit.
“Metode pemboman lain dilakukan dengan penambahan materia lain atau dapat juga ditambahkan zat radioaktif dalam bom konvensional oleh para teroris. Kemungkinan aksi terorisme lainnya, dengan cara menguasai instalasi nuklir dan melakukan sabotase, atau dengan menyebarkan zat radioaktif, termasuk bahan nuklir ke fasilitas umum bertujuan menyebarkan radiasi dan kontaminasim,” kata Agus dalam Pembicaraan Tingkat II/Pengambilan Keputusan terhadap RUU tentang Pengesahan International Convention For The Suppression of Acts of Nuclear Terorrism (Konvensi Internasional Penanggulangan Tindakan Terorisme Nuklir) pada rapat Paripurna DPR, Selasa, (25/2).
Lebih lanjut Agus menjelaskan, penyalahgunaan tenaga nuklir oleh pelaku kriminal atau pelaku teror akan berakibat sangat fatal. Dalam pengawasannya, tidak mungkin penggunaan nuklir ini hanya bergantung pada satu institusi atau lembaga, tetapi lembaga tersebut harus berkoordinasi, dan bekerjasama baik dilingkup nasional maupun internasional untuk mencegah dan menaggulangi penyalahgunaan tenaga nuklir agar tidak menjadi bahaya bagi kehidupan.
Agus menambahkan, Konvensi Internasional Penanggulangan Tindakan terorisme Nuklir mengatur secara komprehensif mengenai pencegahan dan penindakan terorisme nuklir. Dalam Konvensi ini, secara singkat diatur bahwa seseorang di maksudkan dalam kategori melakukan tindakan melawan hukum berupa tindakan terorisme jika orang tersebut mendapatkan zat radioaktif secara melawan hukum, merusak suatu fasilitas nuklir, atau berpartisipasi dalam pelaksanaan tindakan-tindakan tersebut.
“Indonesia tidak memberikan dukungan, dorongan, pembiaran, pembenaran, atau legitimasi penggunaan atau ancaman penggunaan senjata nuklir untuk maksud atau tujuan apapun. Adapun persyaratan tersebut menegaskan bahwa Indonesia memberikan revisi, yaitu di dalam setiap sengketa yang terkait dengan interprestasi atau penerapan Konvensi ini tidak dapat diajukan kepada Arbitrase atau Mahkamah Internasional sebagaimana dimaksud dalam pasal 23 ayat (1) kecuali dengan persetujuan dari para pihak yang bersengketa,” Agus menegaskan. (dpr.go.id)
Editor : Bayu Probo
Empat Kue Tradisional Natal dari Berbagai Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal pastinya selalu dipenuhi dengan makanan-makanan berat untu...