Imam Musala Tolikara Minta Maaf kepada Warga Papua yang Tertembak
TOLIKARA, SATUHARAPAN.COM - Imam musala Baitul Muttaqien Tolikara, di Karubaga, Kabupaten Tolikara, Papua, Ustadz Ali Muktar, mengungkapkan perasaan terganggunya atas keadaan yang dihadapi keluarga warga Papua yang tertembak pada insiden di Tolikara. Ali Muktar merasa terganggu karena semua yang datang dari Jakarta dan Jayapura datang mengunjungi pihaknya termasuk memberikan sumbangan. Sedangkan mereka yang korban nyawa tidak dikunjungi.
“Perasaan saya terganggu dengan keluarga korban yang tertembak, sebab semua yang datang dari Jakarta dan Jayapura hanya mengunjungi kami di Tolikara, sedangkan mereka yang korban nyawa tidak dikunjungi. Mereka dan kami sudah lama hidup rukun, damai dan toleransi di sini. Saya minta maaf kepada mereka atas kejadian ini,” kata Ali Makmur, sebagaimana dilansir oleh suarapapua.com, hari Kamis (23/7).
Selanjutnya, ia meminta umat Islam di luar Tolikara untuk diam dan menahan diri dalam berkomentar. Menurut dia, toleransi antarumat beragama di Tolikara selama ini sudah baik, kejadian beberapa waktu lalu tersebut muncul karena adanya miskomunikasi.
Menurut dia, tidak ada konflik antaragama di wilayah Kecamatan Karubaga, Kabupaten Tolikara, Papua. Ia menilai kerusuhan yang berujung pembakaran kios yang lalu merembet ke masjid disebabkan kesalahpahaman antarkelompok masyarakat dan unsur pimpinan daerah.
“Kami mengimbau masyarakat di luar Tolikara sebaiknya diam dan tidak mengeluarkan pernyataan yang memancing emosi.”
“Kami di sini sudah tinggal lama. Hubungan juga terjalin harmonis. Jangan ada balas dendam,” tegas Ali.
Pernyataan tersebut disampaikan saat bertemu dengan rombongan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP) dari Jayapura, yang dipimpin oleh anggota Komisi III DPRP, Nason Utti, di Karubaga.
Salat Jamaah Tiap Hari
Sementara itu dalam wawancara dengan hidayatullah.com, Ali Makmur mengatakan sebelum ini kegiatan di musala Tolikara itu sudah berlangsung rutin dan tidak mengalami gangguan apa-apa. "Salat jamaah setiap hari, pengajian rutin, peringatan hari besar Islam, peringatan Maulid Nabi, pengajian umum hingga pembinaan anak-anak Taman Pendidikan Al-Quran (TPQ)," kata dia, ketika ditanya apa saja kegiatan yang dilaksanakan di musala tersebut selama ini.
Ia juga mengatakan bahwa pihaknya sudah mengajukan permintaan izin pada tahun 1987 kepada tokoh-tokoh agama setempat untuk mendirikan tempat ibadah. "Tahun 1988, saya disidang di depan tokoh-tokoh gereja. Mereka mengatakan yang boleh dibangun musala, bukan masjid. Tidak tahu mengapa di sini khawatir jika ada pendirian masjid," tutur dia.
Karena mempertimbangkan perlunya bagi kaum Muslim tempat untuk menunaikan ibadah, maka izin yang mereka mohonkan saat itu adalah izin musala. "Jadi izin saya kala itu, disebut musala, tidak masalah asal dibolehkan dan bisa melaksanakan salat Jumat."
Kata dia, kaum Muslim tidak meributkan nama, yang penting bisa beribadah. "Sebab, di sini memang mendirikan rumah ibadah dilarang kecuali Gereja Injili Di Indonesia (GIDI). Tidak hanya Islam, bahkan semua denominasi Kristen kecuali GIDI dilarang," tutur dia.
Editor : Eben E. Siadari
Ratusan Tentara Korea Utara Tewas dan Terluka dalam Pertempu...
WASHINGTON DC, SATUHARAPAN.COM-Ratusan tentara Korea Utara yang bertempur bersama pasukan Rusia mela...