Imigrasi Minta Freeport Laporkan Pengurangan Pekerja Asing
TIMIKA, SATUHARAPAN.COM - Kantor Imigrasi Kelas II Tembagapura, Timika, Papua, meminta manajemen PT Freeport Indonesia dan berbagai perusahaan privatisasi serta kontraktornya agar segera melaporkan pengurangan pekerja asing (ekspatriat) sebagai dampak dari situasi terkini di lingkungan perusahaan tambang itu.
"Kami sudah meminta PT Freeport untuk menyampaikan data berapa banyak tenaga kerja asing yang sudah dipulangkan. Sampai sekarang kami masih melakukan pendataan soal itu," kata Kepala Seksi Sarana Komunikasi Keimigrasian pada Kantor Imigrasi Tembagapura Dede Sulaiman, di Timika, Selasa.
Sesuai pendataan yang dilakukan pihak Imigrasi Kelas II Tembagapura, selama Februari saja sudah 45 orang pekerja asing yang bekerja di lingkungan PT Freeport Indonesia dan telah pulang ke negara asalnya.
Adapun jumlah tenaga kerja asing yang bekerja di PT Freeport dan perusahaan-perusahaan kontraktor serta privatisasinya hingga Februari 2017 tercatat sebanyak 712 orang.
"Data sementara yang ada di kami, sudah 45 orang TKA yang pulang selama Februari," jelas Dede.
Sebelumnya, Kepala Kantor Imigrasi Kelas II Tembagapura Jesaja Samuel Enock mengatakan ada beberapa alasan sehingga puluhan pekerja asing tersebut meninggalkan perusahaan tempat mereka bekerja di area pertambangan Freeport.
"Ada yang kontrak kerjanya sudah selesai kebetulan bertepatan dengan momentum pengurangan tenaga kerja di perusahaan-perusahaan kontraktor PT Freeport. Tapi ada juga yang terkena dampak langsung dari persoalan yang kini terjadi di PT Freeport," kata Samuel.
Menurut dia, pekerja asing yang sudah hengkang itu semuanya bekerja di perusahaan-perusahaan kontraktor serta privatisasi PT Freeport.
Adapun pekerja asing permanen PT Freeport yang bekerja di kawasan pertambangan di Tembagapura, Mimika, Papua, hingga kini belum ada yang diberhentikan atau dipulangkan kembali ke negara asalnya.
Bupati Mimika Eltinus Omaleng mengakui bahwa saat ini PT Freeport Indonesia dan sejumlah perusahaan privatisasi serta kontraktornya mulai memulangkan para pekerjanya, termasuk tenaga kerja asing dari berbagai negara.
Sesuai laporan dari Dinas Tenaga Kerja setempat, kebijakan merumahkan dan pemutusan hubungan kerja (PHK) karyawan Freeport maupun perusahaan kontraktor serta privatisasinya terus berlangsung sejak Freeport tidak lagi mendapatkan izin ekspor konsentrat pada 12 Januari 2017.
Dinas Tenaga Kerja mencatat setidaknya sudah ada 300-an pekerja yang diberhentikan. Adapun karyawan permanen Freeport diberi kebijakan untuk dirumahkan.
Sementara itu, kata Eltinus, karyawan yang pulang cuti diminta tidak kembali lagi ke Timika untuk bekerja sampai perusahaan normal kembali.
"Setiap hari ada sekitar 30-500 karyawan yang dipulangkan. Kalau ditotal, jumlahnya sudah lebih dari 1.000 orang yang dirumahkan dan di-PHK,"" kata Bupati Omaleng seusai menerima ribuan karyawan yang menggelar aksi demonstrasi di halaman Kantor Bupati Mimika di Timika, Jumat (17/2).
Tenaga kerja asing yang bekerja di PT Freeport selama ini didominasi oleh tenaga kerja asal Australia, Selandia Baru, Amerika Serikat, Kanada, dan Filipina.
Keahlian mereka masih sangat dibutuhkan untuk menangani pekerjaan teknis pertambangan, seperti bagian blasting dan tambang bawah tanah. (Ant)
Editor : Eben E. Siadari
Laporan Ungkap Hari-hari Terakhir Bashar al Assad sebagai Pr...
DAMASKUS, SATUHARAPAN.COM-Presiden terguling Suriah, Bashar al Assad, berada di Moskow untuk menghad...