Indef: Ketimpangan Sosial RI Lebih Parah dari AS
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Institute for Development of Economic and Finance (Indef) menyatakan Rasio Gini yang diambil dari pertumbuhan ekonomi berdasar pendapatan domestik bruto Indonesia, berada di atas Amerika Serikat.
"Rasio Gini kita di atas Amerika, ini artinya, ada ketimpangan sosial di mana pertumbuhan ekonomi nasional yang berdasarkan pada pendapatan domestik bruto (PDB) hanya dinikmati sebagian golongan saja," kata peneliti Indef, Dzulfian Syafrian di Kantor Indef, Jakarta, hari Jumat (16/10).
Kalangan yang menikmati pertumbuhan ekonomi tersebut, kata Dzulfian, adalah golongan menengah atas yang memainkan peran dalam perekonomian lebih besar.
Parameter yang menunjukkan ketimpangan antara orang kaya dan miskin di Indonesia tersebut, tampak pada Rasio Gini yang mencapai 0,41 sampai dengan 0,42 persen saat ini di Indonesia.
Rasio Gini yang menggunakan skala antara 0-1, di mana 0 menunjukkan tidak adanya kesenjangan sosial di masyarakat dan angka 1 tingkat kesenjangan sosial mencapai titik maksimal.
"Kita ini sudah berada di titik rawan karena jika sudah berada di level 0,5 gini ratio ini akan menimbulkan banyak kecemburuan sosial di masyarakat, bahkan bisa berpotensi terjadi revolusi yang artinya ada ketidak stabilan politik dan imbasnya ekonomi," katanya.
Dari data yang dipaparkan Indef, lanjut Dzulfan, pada tahun 2013 saja, BPS mencatat masyarakat yang tingkat perekonomiannya lemah hanya mendapat distribusi pendapatan sekitar 13 persen dan memburuk.
Sedangkan pendapatan masyarakat tingkat menengah juga menunjukan penurunan hingga di bawah 35 persen dari pendapatan nasional. Akan tetapi masyarakat atas yang hanya 20 persen di Indonesia hampir 50 persen pendapatan negara.
"Dengan itu koefisien Rasio Gini mencapai 0,41 pada tahun itu dan kemungkinan ada peningkatan pada tahun 2014-2015," katanya.
Hingga saat ini Badan Pusat Statistik belum merilis data tingkat kemiskinan, tingkat pengangguran terbuka, dan indeks Rasio Gini. Padahal, menurut Dzulfian, Dzulfian hasil survei sosial ekonomi yang dilakukan BPS, bisa menjadi acuan tentang perkembangan tingkat kesejahteraan masyarakat, terutama data tentang kemiskinan dan tingkat pengangguran.
"Sehingga menjadi pertanyaan besar, mengapa sampai saat ini BPS belum juga mengumumkan hasil surveinya, dan mengapa Presiden dalam pidatonya tidak menyinggung informasi dan data tentang kemiskinan dan pengangguran," ujarnya. (Ant)
Editor : Eben E. Siadari
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...