Direktur Jenderal Badan Kesehatan Dunia (WHO) Dr. Margaret Chan pada 8 Agustus 2014 di Jenewa memberikan konferensi pers setelah menggelar rapat selama dua hari mengenai wabah Ebola di Afrika barat yang telah merenggut hampir 1.000 korban jiwa. (Foto: AFP)
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Indonesia mulai melakukan antisipasi penyebaran virus Ebola meskipun saat ini belum terdeteksi adanya warga negara Indonesia (WNI) yang terjangkit virus mematikan tersebut.
Surat Edaran Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI terkait kewaspadaan terhadap suspek kasus penyakit virus Ebola telah dikeluarkan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
"Surat Edaran Kemenkes RI segera kita kirim ke masing-masing Dinas Kesehatan agar mewaspadai masuknya virus ini," kata Kabid Penanggulangan Masalah Kesehatan, Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara (Sumut), dr NG Hikment, di Medan, Sabtu (9/8).
Ia menambahkan, kasus Ebola ini belum sampai ke Asia Tenggara, akan tetapi Kemenkes RI terus memantau perkembangannya melalui mekanisme International Health Regulation 2005, di mana Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan sebagai National Focal Point.
"Mereka terus komunikasi langsung dengan outbreak center WHO yang selalu mengirimkan data terbaru dan informasi secara berkala," tambahnya.
Sementara itu, pihak rumah sakit juga mulai bersiaga hadapi penyebaran virus Ebola dengan mengantisipasi adanya pasien yang terinfeksi dan mempersiapkan petugas kesehatan dengan alat proteksi diri.
"Untuk perawatan pasien yang diduga terkena virus Ebola dan masuk rumah sakit ini, kami mengimbau petugas kami untuk selalu memakai alat pelindung diri lengkap," kata Kabid Pelayanan Medis RSUP Sanglah Denpasar, dr Ketut Semarajaya, di Denpasar, Sabtu.
Sebagai upaya penanganan apabila menerima pasien suspek terinfeksi virus Ebola dan meninggal, tambah Ketut, pihaknya melakukan tindakan perawatan jenazah dengan hati-hati karena virus Ebola bisa menular lewat cairan tubuh.
Apapun yang sempat disentuh dan digunakan oleh pasien suspek terinfeksi virus Ebola, harus dibuang atau dimusnahkan.
"Alat medis yang dipakai pasien Ebola tidak boleh digunakan lagi di rumah sakit," tegasnya.
RSUD Sanglah telah mempersiapkan ruang isolasi khusus untuk menangani pasien Ebola.
Sementara itu Kepala Balitbangkes Kementerian Kesehatan, Prof Tjandra Yoga Aditama, menyatakan obat Ebola bernama Zmapp merupakan obat yang masih dalam proses eksperimen. Itu sebabnya tingkat kemanjuran obat belum dapat dipastikan.
"Obat ini sebenarnya masih dalam proses penelitian dan keamanannya pada manusia belum pernah diteliti dan baru pernah dicoba pada monyet percobaan," jelas Prof Tjandra Yoga dalam surel kepada kantor berita Antara.
Badan kesehatan dunia WHO telah menyatakan virus Ebola berpotensi menjadi penyakit yang menular ke seluruh dunia. Hingga kini, sekitar 1.000 orang -terutama di kawasan Afrika Barat- telah meninggal dunia akibat terpapar virus ini.
Sementara WHO menyatakan bahwa Uji coba klinis vaksin untuk mengobati virus Ebola segera dilakukan dan kemungkinan akan siap untuk digunakan secara luas pada tahun depan.
“Saya pikir itu realistis,” kata asisten direktur jenderal badan kesehatan PBB itu, Marie-Paule Kieny kepada AFP Sabtu (9/8).
Saat ini tidak terdapat obat atau vaksin untuk mengatasi Ebola, salah satu virus mematikan bagi manusia, namun Kieny mengatakan dia berharap vaksin itu akan segera menjalani proses uji coba dan akan tersedia pada 2015.
Koleganya Jean-Marie Okwo Bele, yang merupakan kepala vaksin di WHO, mengatakan kepada radio Prancis RFI pada Sabtu dini hari bahwa raksasa farmasi Inggris GlaxoSmithKline nampaknya siap memulai uji coba klinis sebuah vaksin pada bulan depan.
Dia juga mengatakan optimis bisa membuat vaksin tersebut tersedia secara komersial.
“Karena ini merupakan kondisi darurat, kami bisa segera melakukan prosedur darurat… sehingga kami bisa membuat vaksin tersedia pada 2015,” tuturnya.
Namun Kieny mengakui bahwa semua vaksin yang dibuat secara cepat untuk dipasarkan guna membantu mengatasi wabah Ebola, tidak akan diuji secara ketat seperti vaksin dan obat lainnya. (Ant/AFP)