Indonesia-Australia Jalin Kerjasama Penelitian Lebih Berimbang
MELBOURNE, SATUHARAPAN.COM - Kerjasama penelitian antara Indonesia dan Australia sekarang dalam posisi yang lebih berimbang sebagai bagian dari kerjasama yang dikembangkan oleh Australia Indonesia Center (AIC), yang bermarkas di Universitas Monash di Melbourne.
Hal tersebut dikemukakan oleh Wakil Direktur AIC, Dr Richard Price dalam acara makan malam menjamu peneliti dari Indonesia dan Australia yang sedang berada di Melbourne, guna mempresentasikan tahapan penelitian mereka di hadapan panel independen.
AIC yang dibentuk di tahun 2014 dimaksudkan untuk meningkatkan kerjasama penelitian antara Indonesia dan Australia dengan melibatkan empat universitas terkemuka di Australia dan tujuh universitas mitra di Indonesia.
Sejauh ini, AIC sudah menyetujui untuk mendanai 62 proyek penelitian yang melibatkan para peneliti dari kedua negara di bidang seperti kesehatan, infrastruktur, pertanian dan makanan serta energi.
"Mungkin angka ini 62 proyek penelitian tidak terlihat banyak, namun harus dilihat bahwa AIC baru berdiri 18 bulan lalu. Dan juga kalau dibandingkan dengan kerjasama lain yang ada, angka ini sudah besar," kata Richard Price di depan para peneliti dan akademisi di KJRI Melbourne, hari Senin (27/7) malam.
Dalam sebuah proyek penelitian, AIC memberikan dana sekitar $ 20 ribu dolar, dan usulan harus merupakan usulan bersama antara peneliti di Australia dan Indonesia.
Dalam penjelasan panjangnya mengenai keunikan kerjasama yang digalang oleh AIC, menurut Richard Price adalah pendekatan yang bersifat konsorsium.
"KIta melibatkan empat universitas terkemuka di Australia (Universitas Monash, Universitas Melbourne, ANU dan Universitas Sydney), dan tujuh universitas terkemuka di Indonesia (UI, ITB, Unpad, UGM, ITS, Unair, dan Unhas). Jadi ini akan menjadi kerjasama lintas universitas," kata Price.
Disebutkan bahwa dalam sebuah proyek penelitian di keempat bidang utama itu, harus ada keterlibatan sedikitnya satu universitas di Australia dan satu universitas di Indonesia.
"Untuk penelitian yang lebih besar, sedikitnya harus ada dua universitas di Australia dan dua universitas di Indonesia yang terlibat," kata Price lagi.
Juga dalam proyek penelitian ini, peneliti dari masing-masing negara menadi ketua bersama dalam semua tingkatan.
"Kami sudah bergerak dari model sebelumnya di mana dulu negara maju datang ke negara berkembang untuk memberikan sesuatu. Namun sekarang kita di pihak Australia dan Indonesia ada dalam posisi setara, dan berusaha mencari solusi bersama bagi persoalan yang dihadapi bersama oleh kedua negara," kata Price.
Dalam penjelasannya kepada ABC, salah seorang anggota tim cluster di bidang kesehatan, Profesor Kirsty Foster dari Universitas Sydney mengatakan bahwa 'pendekatan kolonial' yang dulu sudah dilakukan sekarang sudah ditinggalkan.
"Dalam menghadapi sebuah persoalan, tidak lagi peneliti dari negara seperti Australia datang dengan jawaban satu arah. Kami juga belajar dari Indonesia mengenai apa yang sudah dilakukan," katanya.
Hadir dalam acara itu, Wakil Rektor IPB, Profesor Anas Fauzi yang menjadi Ketua Tim Peneliti Indonesia. Anas Fauzi menyambut baik kerjasama penelitian seperti yang dikembangkan oleh AIC, dan melihatnya sebagai sebuah pendekatan baru yang akan berguna bagi kedua negara. (australiaplus.com)
Editor : Eben E. Siadari
Kremlin: AS Izinkan Ukraina Gunakan Senjata Serang Rusia Mem...
MOSKOW, SATUHARAPAN.COM-Kremlin mengatakan pada hari Senin ( 18/11) bahwa pemerintahan Presiden Amer...