Loading...
SAINS
Penulis: Bayu Probo 09:41 WIB | Kamis, 29 Agustus 2013

Indonesia Belum Serius Melarang Pemburuan Hiu

Indonesia Belum Serius Melarang Pemburuan Hiu
Sirip hiu kering. (Foto: Reuters)
Indonesia Belum Serius Melarang Pemburuan Hiu
Daftar 20 negara terbesar memperdagangkan hiu. (Grafik: FAO)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM –Sebagai negara pemburu hiu nomor satu di dunia, pemerintah Indonesia hampir tidak memiliki satu peraturan pun untuk mencegahnya. Akhirnya, inisiatif diambil pribadi-pribadi yang peduli.

 Kemarin (28/8) India mengeluarkan undang-undang yang melarang pemburuan hiu dan perdagangan siripnya. India, dari tahun 2000-2008 sudah memperdagangkan 74 ribu ton sirip hiu. Ekspor sirip ikan predator ke China tahun lalu saja senilai US$ 4,8 juta (Rp 52,8 miliar), padahal sirip hiu sudah dilarang jadi jamuan makan resmi di China. Namun, India bukan yang tertinggi. Indonesialah pemburu hiu nomor satu di dunia.

Kalau India sudah melarang perdagangan sirip hiu. Bagaimana di Indonesia? Baru Kabupaten Raja Ampat yang mengeluarkan Perda No.9/2012 mengenai Larangan Penangkapan Hiu. Menteri Kelautan dan Perikanan, Sharif Cicip Sutardjo pernah berjanji Maret lalu, bahwa tiga bulan ke depan akan muncul peraturan pelarangan pemburuan hiu. Namun, hingga akhir bulan ini–lima bulan telah lewat–peraturan tersebut tidak juga kunjung terbit.

Padahal pemburuan hiu di Indonesia sudah dalam titik kritis. Awal bulan lalu, dikabarkan di sebuah pasar Pontianak tersaji sirip-sirip bayi hiu. Pertanda hiu dewasa sudah mulai langka. Komentar pejabat setempat lebih menyoroti  umur hiu bukan kenyataan pemburuan hiu membahayakan lingkungan. Kenyataannya, dari 2000-2008, ada 109 ton sirip hiu diekspor ke luar negeri.

Di Indonesia, upaya-upaya perlindungan terhadap keberadaan hiu ini dilakukan berbagai lembaga non-pemerintah. Misalnya, upaya konservasi hiu di Kepulauan Gili, Nusatenggara Barat dilakukan oleh Gili Shark Foundation. Bulan lalu, yayasan yang dipimpin Steve Woods melakukan pelepasan hiu ke perairan Kepulauan Gili. Pelepasan ini dibantu penyelam profesional, Big Bubble Dive dan The Gili Eco trust.

Menariknya, hiu-hiu yang dilepas ke perairan lepas ini ternyata membeli dari nelayan setempat. Sempat ada perdebatan karena ada yang menyarankan daripada membeli hiu dari nelayan, lebih baik mengedukasi nelayan untuk membiarkan hiu tanpa ditangkap. Lalu, mengarahkan nelayan itu untuk berpindah profesi ke bidang pariwisata berbasis konservasi hiu.

Namun, ada beberapa argumen bahwa kondisi ini perlu penyelesaian cepat. Sebab, hiu-hiu di perairan lepas sekitar Bali dan Lombok hampir tidak memiliki kondisi yang mendukung. Oleh sebab itu, Gili Shark Foundation menyiapkan tempat yang sesuai untuk hiu-hiu berkembang.

Sampai sejauh ini baru enam hiu yang berhasil diselamatkan dari meja makan. Dibandingkan dengan 100 juta ekor hiu dibantai tiap tahun untuk diambil siripnya, peran Gili Shark Foundation, tidak berarti apa-apa. Namun, ini adalah langkah maju bagi Indonesia.  Tanpa harus menunggu komitmen pemerintah.

Sebagai hewan predator, hiu punya peran penting karena menjadi puncak rantai makanan. Tanpa hiu, keseimbangan komunitas perairan laut menjadi terganggu. Akibatnya bukan hanya dirasakan komunitas tersebut, melainkan juga manusia. (sharkguardian.org / treehugger.com / 180.235.150.200 / stp.kkp.go.id)


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home