Indonesia Desak AS Naikkan Suku Bunga Secepatnya
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Indonesia ingin bank sentral Amerika Serikat, The Federal Reserve, segera menaikkan suku bunga untuk mengakhiri ketidakpastian selama ini. Sebab, ketidakpastian itu telah menciptakan tekanan terhadap rupiah, kata Menko Perekonomian, Sofyan Djalil, dalam wawancara dengan Reuters.
Menurut Sofyan, ia tidak melihat kemungkinan rupiah melemah apabila The Fed menaikkan suku bunga. Soalnya, kemungkinan kenaikan bunga itu sudah menjadi ekspektasi selama ini. Ia bahkan menilai, rupiah sudah undervalued, atau nilai tukarnya lebih rendah dari nilai rielnya.
The Fed telah mempertahankan suku bunga mendekati nol sejak Desember 2008 sebagai bagian dari upaya negara itu untuk memacu pemulihan pasca krisis keuangan 2007-2008. The Fed sejak tahun 2013 telah mengumumkan rencana untuk menaikkan suku bunga, dalam upaya mengurangi pelonggaran moneter atau yang disebut quantitive easing.
Kendati demikian sampai sekarang para pejabat The Fed masih ragu apakah akan menaikkan suku bunga pada September mendatang, yang secara santer disebut-sebut sebagai waktu paling tepat menaikkan suku bunga.
Data yang dirilis pada hari Jumat lalu menunjukkan lapangan kerja non pertanian di AS meningkat 215.000 pada bulan Juli, menunjukkan perbaikan ekonomi dan memperkuat kemungkinan menaikkan suku bunga pada bulan September.
Rupiah menjadi mata uang kedua terburuk di Asia tahun ini dalam hal pelemahan nilai tukar terhadap dolar AS. Kurs rupiah telah anjlok lebih dari 8 persen terhadap dolar AS tahun ini, mencapai tingkat terendah sejak krisis keuangan Asia pada tahun 1998. Pada hari Jumat kemarin, rupiah menyentuh level Rp 13.542 per dolar.
"Saya berharap The Fed akan memutuskan dan lebih cepat lebih baik bagi Indonesia karena ketidakpastian memberikan ... legitimasi kepada pasar keuangan untuk bermain-main (dengan kurs)," kata Sofyan dalam wawancara yang berlangsung pada hari Jumat (7/8).
Karena defisit transaksi berjalan yang cukup besar, Indonesia merupakan salah satu negara yang paling parah mengalami arus modal keluar ketika The Fed pertama kali mengumumkan rencana untuk mengurangi stimulus moneter dan menaikkan suku bunga pada tahun 2013.
Rupiah turun lebih dari 20 persen terhadap dolar tahun itu dan termasuk satu dari lima negara yang dianggap rapuh, The Fragile Five.
Defisit transaksi berjalan Indonesia telah menurun sejak itu dan diperkirakan akan mencapai level yang oleh Bank Indonesia dianggap sehat, yaitu dibawah 2,5 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) tahun ini.
Menurut Sofyan, fundamental ekonomi Indonesia baik dan pelemahan rupiah saat ini lebih karena pasar telah mempertimbangkan kemungkinan kenaikan suku bunga The Fed 25-50 basis poin.
"Rupiah saat ini undervalued," kata dia.
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...