Indonesia Harus Miliki Visi Konkret tentang Kedaulatan Energi
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Pemerintah harus melakukan langkah-langkah konkrit untuk mewujudkan kedaulatan energi, jika tidak Indonesia diprediksi akan menjadi salah satu negara importir gas bumi pada 2020, jika sekarang terus menerus menggenjot dan mengubah komposisi ekspor gas gumi.
"Pada 2020 kita mempunyai indikasi untuk menjadi negara yang impor gas bumi, ini terjadi kalau kita enggak melakukan apa-apa," kata Prof. Dr. Rinaldy Dalimi, M.Sc, salah satu Anggota Unsur Pemangku Kepentingan Dewan Energi Nasional (AUPK-DEN), pada peluncuran Indonesia Energy Outlook 2014 (IEO 2014) di Gedung Sekretariat Jenderal Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), Jalan M.H. Thamrin, Jakarta, Selasa (23/12).
Menurutnya, saat ini hampir 50% dari potensi gas bumi di Indonesia justru diekspor. Dengan demikian, jika pemerintah terus terjebak dalam komposisi ekspor seperti sekarang, tidak menutup kemungkinan Indonesia akan impor gas bumi di masa mendatang.
Selain itu, Indonesia juga terikat dengan kontrak ekspor jangka panjang, yang justru berpotensi merugikan Indonesia di masa yang akan datang.
"50% gas kita ekspor, kalau ekspor gas tidak dapat dikurangi, atau kita masih terikat kontrak jangka panjang dengan salah satu perusahaan asing, kita akan impor (gas bumi)," kata Rinaldy.
Rinaldy Dalimi menjelaskan empat tantangan besar dalam sektor energi nasional. Keempat tantangan tersebut dapat dijawab dengan berpedoman kepada Kebijakan Energi Nasional (KEN) 2050 yang sudah dirumuskan oleh DEN.
“KEN 2050 sudah disetujui setelah berakhirnya pemerintahan ini, dan akan menjadi pedoman bagi pemerintahan baru untuk menghadapi empat tantangan sektor energi masa depan,” kata Rinaldy.
Rinaldy merinci, empat tantangan tersebut, pertama perubahan paradigma pembangunan energi nasional, dengan keharusan mengurangi dan menghentikan ekspor energi fosil, sehingga harus mencari pengganti peran sektor energi dalam APBN. Kedua adalah harga energi yang terjangkau oleh masyarakat dan mengurangi subsidi yang ada pada harga tersebut.
“Ketiga adalah membangun sesuai dengan prioritas pembangunan energi untuk mencapai target bauran energi nasional yang ditetapkan dalam KEN 2050 dan keempat adalah desentralisasi perencanaan dan tanggung jawab pembangunan energi nasional dan menyiapkan cadangan energi nasional,” Rinaldy mengakhiri penjelasannya.
Editor : Bayu Probo
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...