Loading...
RELIGI
Penulis: Reporter Satuharapan 16:02 WIB | Jumat, 17 Mei 2013

Indonesia, Laboratorium Agama bagi Polandia

Dialog antar-agama yang diselenggarakan oleh pemerintah Polandia dan Indonesia tahun 2013 ini adalah yang ke-2 setelah sukses diadakan tahun lalu. (dok. Kemenag)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Indonesia adalah laboratorium bagi semua negara di dunia, khususnya bagi Polandia. Demikian dikatakan oleh Sekretaris Jenderal Kementerian Agama, Bahrul Hayat, pada kesempatan dialog antar-agama antara Indonesia-Polandia di Hotel Borobudur Jakarta, Selasa (14/5) lalu. Dialog ini diselenggarakan sebagai bagian upaya kerjasama dalam bidang budaya dan kerukunan umat beragama.

Seperti dituliskan dalam laman VoA Indonesia, 'laboratorium' yang dimaksud adalah Indonesia sebagai contoh negara dengan mayoritas muslim tetapi memiliki sistem demokrasi. Harmoni kehidupan antar umat di Indonesia secara umum menjadi contoh yang baik. Bagi Polandia, walaupun 88 persen berpenduduk muslim tetapi Indonesia tidak menganggap diri sebagai negara Islam.

Ia menambahkan, Indonesia menjadi laboratorium bukan hanya dari aspek agama tetapi juga dari aspek demokrasi. Misalnyataraan terhadap perempuan dan ini tidak mudah bagi negara lain.

Dengan kata lain, pemerintah Polandia memberikan apresiasi atas upaya Indonesia dalam mewujudkan kerukunan antar-umat beragama dan bisa menjadi contoh bagi negara lain.

Dialog antar-agama Indonesia-Polandia ini dihadiri Duta Besar Polandia untuk Indonesia, G. Wisnieski, serta pembicara yang mewakili Indonesia dan Polandia, diantaranya Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kementrian Agama Machasin, dan sejumlah tokoh dan ahli, seperti pengamat hubungan antar agama Marthin Lukito Sinaga, peneliti asal Polandia Arthur Konopacki dan Rohaniawan Katolik Polandia Stanilaw Grodz.

Kerjasama

Dalam kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Informasi dan Diplomasi Publik Kementrian Luar Negeri RI, Abdurrahman Mohammad Fachir mengatakan bahwa disamping mengadakan dialog yang telah digelar untuk ke-2 kalinya, Indonesia dan Polandia juga telah melakukan beberapa kerjasama dalam bidang budaya dengan memberikan program darma siswa dan beasiswa untuk bidan seni yang melibatkan sejumlah pemuda dari Polandia untuk belajar budaya Indonesia.

"Untuk beasiswa seni dan budaya pemuda asal Polandia bersama pemuda berbagai negara tinggal di Indonesia selama tiga bulan. Dalam waktu dekat ini kita akan mengundang sejumlah pemuda Polandia di bulan puasa nanti untuk kita tempatkan di pesantren-pesantren. Kita berharap nantinya mereka menjadi Indonesianis," katanya

Ia kembali menambahkan, Polandia merupakan salah satu dari 22 negara mitra Indonesia untuk program dialog antar-agama. Pada 2014 nanti, Indonesia ajuga kan menjadi tuan rumah forum global Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) soal Aliansi Peradaban--yang sekaligus menjadi bukti komitmen Indonesia dalam masalah peradaban dan toleransi beragama.

Rohaniawan Katolik Polandia, Stanilaw Grodz, yang juga hadir pada kesempatan itu mengatakan, "Forum dialog antar-agama penting dilakukan untuk dapat saling berbagi pengalaman dalam mewujudkan kerukunan antar umat beragama. Inti utamanya, menurut Grodz, adalah perlindungan terhadap kelompok minoritas.

"Kita dapat saling menginspirasi satu sama lain. Kita juga bisa saling berbagi pengalaman bagaimana kita membuka atau memberikan ruang buat kelompok minoritas. Jika kelompok mayoritas bisa memberikan perlindungan buat minoritas, maka situasi yang tercipta adalah kerukunan bersama," ujarnya.

Kontradiktif
Sementara itu, pernyataan bertolak belakang datang dari Sekretaris Eksekutif Komisi Hubungan Antar Agama dan Kepercayaan Konferensi Waligereja Indonesia (Komisi HAK KWI), Romo Antonius Benny Susetyo mengatakan, "Indonesia seakan tidak memberikan perlindungan hukum untuk kelompok minoritas, dengan meningkatnya kasus kekerasan yang mengatasnamakan agama."

"Kalau kita bicara soal kultur di Indonesia ya memang rukun. Persoalan kita itu bukan pada masyarakat, tetapi pada penegakan hukum. Kalau dalam penegakan hukum ada masalah karena ada pembiaran kekerasan dan absennya negara. Itu harus kita akui," ujarnya keras.

Romo Benny menambahkan, data dari Setara Institute dan Wahid Institute, ada lebih dari 300 kasus kekerasan yang mengatasnamakan agama selama 15 tahun reformasi.

Editor : Wiwin Wirwidya Hendra


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home