Indonesia Menuju Kemandirian Alutsista
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Pengadaan alat utama sistem senjata (alutsista) untuk Tentara Nasional Indonesia (TNI) mutlak harus dilakukan jika ingin Republik Indonesia yang sedemikian luas wilayahnya terkawal dengan baik. Sejak merdeka lebih dari 60 tahun yang lalu, militer Indonesia selalu diisi arsenal dari berbagai negara.
Era Presiden Soekarno, Indonesia akrab dengan berbagai macam alutsista buatan Uni Soviet (sekarang Rusia) dan negara Blok Timur lainnya. Di era Presiden Soeharto, karena faktor politik Indonesia beralih ke mesin-mesin perang produksi AS dan negara Blok Barat.
Di era reformasi, TNI melakukan penggabungan alutsista produk negara Barat dan Rusia. Hal ini terlihat dari pengadaan pesawat tempur Sukhoi Su 27/30, peluru kendali strategis Yakhont dan (rencana) pengadaan kapal selam tersenyap di dunia dari kelas Kilo yang merupakan alutsista produksi Rusia. Hal ini dicampur dengan pengadaan pesawat tempur F-16 C/D, rudal pertahanan udara Starstreak, korvet kelas SIGMA, tank Leopard, heli tempur AH-64 Apache yang merupakan mesin perang produk negara Barat.
TNI tampaknya sangat trauma dengan embargo militer yang dilakukan AS dan negara Barat pada tahun 2000-2005 yang menyebabkan turunnya kesiapan alutsista di semua matra baik TNI AD, TNI AL maupun TNI AU.
Kemandirian Alutsista
Bagaimanapun, sebanyak-banyaknya sebuah negara memborong alutsista tetap saja akan mudah diprediksi kekuatan tempurnya oleh negara lain. Cara yang paling efektif agar kemampuan militer sebuah negara sulit ditebak adalah dengan memproduksi sendiri.
Pemerintah menunjukkan keseriusannya dalam hal ini dengan menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2010 yang mewajibkan pengadaan alutsista harus dilakukan oleh industri dalam negeri. Jika industri dalam negeri belum mampu membuat, dapat dilakukan kerjasama dengan negara lain dengan perjanjian adanya transfer teknologi.
Hal ini sudah mulai dilaksanakan oleh Kementerian Pertahanan dan TNI. Beberapa produk dalam negeri yang kualitasnya cukup bagus dan sudah operasional diantaranya panser Anoa produksi PT. Pindad, kapal cepat rudal 40 Meter produksi PT. Palindo Marine Batam, kapal patroli produksi Fasharkan TNI AL, kapal angkut militer Landing Platform Dock (LPD) produksi PT. PAL, aneka senapan serbu produksi PT. Pindad, serta pesawat angkut militer CN 235 (kerjasama dengan Spanyol) produksi PT. Dirgantara Indonesia.
Yang akan operasional diantaranya adalah kapal cepat rudal 60 meter produksi PT. PAL, roket balistik dan satelit militer yang sedang dikembangkan LAPAN, kendaraan taktis Komodo dan tank medium produksi PT. Pindad, pembuatan peluru kendali taktis (kerjasama dengan China), dan pesawat tempur KFX/IFX (kerjasama dengan Korea Selatan).
Produk persenjataan Indonesia ternyata diminati negara lain seperti Malaysia yang sudah menandatangani pembelian panser Anoa, Filipina tertarik dengan kapal LPD, Timor Leste ingin membeli senapan serbu, serta Senegal ingin mengakusisi pesawat angkut CN 235 (berbagai sumber).
Editor : Prasto Prabowo
Empat Kue Tradisional Natal dari Berbagai Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal pastinya selalu dipenuhi dengan makanan-makanan berat untu...