Loading...
INSPIRASI
Penulis: Priskila Prima Hevina 01:00 WIB | Rabu, 20 April 2016

Ingat Pulang

Mumpung kita masih diberi waktu.
Menahan waktu (foto: istimewa)

SATUHARAPAN.COM – Masih berita kemarin sore, bencana berujud gempa bumi mengguncang dua lokasi di dua belahan bumi berbeda. Perfektur Kumamoto Jepang disambangi gempa pada hari Sabtu, 16 April 2016 dan Guayaquil Ekuador didatangi gempa pada hari Minggu, 17 April 2016. Gempa berkekuatan masing-masing 7,3 dan 7,8 Skala Richter menimbulkan korban jiwa yang tidak bisa diremehkan.

Indonesia juga negara ”pelanggan gempa”. Lekat di pikiran kita, gempa di tanah air hadir dalam berbagai-bagai versi. Selalu banyak orang berpulang dalam gempa itu. Dan kita tahu bahwa gempa hanya salah satu bencana. Banjir, angin ribut, tanah longsor, tsunami, erupsi gunung api, bahkan juga perang. Kita punya Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) yang menyerukan pencegahan, perkiraan, dan mitigasi bencana.

Namun, ketika bencana itu benar-benar datang, kita tahu, kita tidak pernah bisa sedia. Kematian adalah peristiwa pasti yang harus dilewati semua makhluk. Kita tidak pernah tahu sampai kapan kita punya waktu. Kita tidak pernah tahu ada di mana garis finish itu.

Tentang kematian yang datangnya tak menentu, itu pula yang saya sampaikan kepada para klien saya, TKI. Poin yang saya bagikan adalah perihal hak sebagai pekerja, salah satunya adalah mendapatkan pengurusan jenazah apabila meninggal di luar negeri. Ada kalanya para TKI itu mengernyitkan dahi tanda heran, apa kaitannya bekerja dengan urusan jenazah. Saya berusaha memberi pengertian bahwa dalam setiap pekerjaan, selalu ada risiko. Apa lagi bekerja di tanah asing, di luar negeri seperti mereka. Risiko kematian, terlepas dari penyebabnya, harus masuk dalam perhitungan logis.

Mereka pantas tahu yang paling buruk. Seandainya mereka harus berpulang dalam kondisi jauh dari kampung halamannya, mereka tak perlu khawatir. Sebab jenazah mereka akan tetap diperlakukan dengan hormat, tidak disia-siakan. Mitos TKI pahlawan devisa yang kalau mati dianggap binatang, jelas menyesatkan.  Yang benar, kita tidak tahu dengan setting apa kita akan berpulang.

Manusia. Hidupnya fana, sedhela mekar endah, sedhela maneh alum. Hanya sebentar hidupnya, lalu tiada.  Siap atau tidak, kita berdiri di baris antrian. Kalau kita masih bisa berjumpa dengan matahari, bersyukurlah, kita masih diberi waktu bersiap-siap.

 

Kita mesti ingat tragedi yang memilukan

Kenapa harus mereka yang terpilih menghadap?

Kita mesti bersyukur bahwa kita masih diberi waktu

Entah sampai kapan tak ada yang bakal dapat menghitung

Hanya atas kasih-Nya, hanya atas kehendak-Nya

Kita masih bertemu matahari

Yang terbaik hanyalah segeralah bersujud

Mumpung kita masih diberi waktu

(Ebiet G. Ade – Masih Ada Waktu)


Email: inspirasi@satuharapan.com

Editor : Yoel M Indrasmoro


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home