Inggris Dorong Perubahan Damai Pascapenggulingan Mugabe
LONDON, SATUHARAPAN.COM - Inggris, yang pernah menjajah Zimbabwe, telah mendesak semua pihak mengekang diri menyusul penggulingan presiden negara tersebut, Robert Mugabe.
Sebagai mantan pemimpin perjuangan Zimbabwe untuk merdeka pada 1970-an, Mugabe telah memiliki hubungan yang semakin parah dengan Inggris, yang bersama dengan Amerika Serikat dan Eropa menuduhnya mengatur pelanggaran hak asasi manusia yang luas.
Di luar kedutaan Zimbabwe di London, sejumlah pendukung oposisi memulai perayaan, hari Rabu (15/11) pagi sementara era Mugabe tampaknya hampir berakhir.
Inggris dan Uni Eropa memberlakukan larangan perjalanan terhadap presiden itu setelah kekerasan pemilu 2002. Pengulingan Mugabe harus ditangani dengan hati-hati, kata analis Nick Branson dari Africa Research Institute.
Partai yang berkuasa di Zimbabwe telah mengklaim di media sosial bahwa Presiden Robert Mugabe dan keluarganya ditahan Selasa malam (14/11) sebuah tindakan yang dinilai banyak pengamat sebagai usaha untuk menggulingkan presiden yang telah lama menjabat itu.
Dalam sebuah cuitan di Twitter, Rabu pagi (15/11, akun resmi Partai Zanu-PF menyebutkan, presiden dan keluarganya ditahan dan berada dalam keadaan selamat. Penahan mereka, kata partai itu, sesuai konstitusi dan demi keamanan negara.
Lebih jauh cuitan itu mengatakan bahwa Mugabe dan istrinya tidak menguasai Zanu dan Zimbabwe, dan bahwa Emmerson Mnangagwa akan membantu rakyat mewujudkan Zimbabwe yang lebih baik.
Akun Twitter itu selama ini sering digunakan untuk menyuarakan keyakinan-keyakinan partai itu. Meski demikian, sulit untuk memverifikasi secara independen klaim itu. Mnangagwa adalah wakil presiden yang baru-baru ini disingkirkan. Mugabe menuduh Mnangagwa tidak setia dan berencana merebut kekuasaan dari dirinya.
Keberadaan Mnangagwa, Rabu pagi (15/11), tidak diketahui. Para pejabat Afrika Selatan tidak bersedia mengukuhkan gosip bahwa Mnangagwa berada di negara itu. Sejumlah anggota sebuah asosiasi veteran militer Zimbabwe yang berpengaruh mengatakan kepada wartawan bahwa Mnangagwa berencana ke Afrika Selatan setelah melarikan diri dari Zimbabwe pekan lalu.
Situasi masih tegang di Zimbabwe sementara warga Zimbabwe yang tinggal di dalam dan luar negeri terus memantau dan bertanya-tanya bertanya-tanya mengenai nasib presiden berusia 93 tahun yang telah memerintah sejak 1980 itu. (VOA)
Editor : Melki Pangaribuan
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...