Inggris Intoleran terhadap Ekstremis Islam
LONDON, SATUHARAPAN.COM – Inggris harus bersikap intoleran terhadap ekstremis Islam dan harus teguh mempertahankan nilai-nilai yang diyakini, dalam menghadapi peristiwa tewasnya 30 warga Inggris di pantai Tunisia akibat serangan bersenjata pada Jumat (26/6) waktu setempat, ujar Perdana Menteri Inggris David Cameron.
Inggris menyatakan kesedihan yang mendalam atas kematian sedikitnya 38 wisatawan itu.
Cameron menunjukkan pemerintahnya saat ini sedang mempersiapkan langkah tegas untuk menanggulangi ekstremisme militan itu. “Kita hanya dapat mengalahkan terorisme dengan menyebarkan nilai-nilai Inggris, yakni perdamaian, demokrasi, toleransi, dan kebebasan,” ujar dia, seperti dilansir The Telegraph.
"Kita harus lebih intoleran terhadap intoleransi, dengan menolak siapa pun yang membenarkan pandangan ekstremis dan menciptakan kondisi yang mengembangkan kelompok militan itu,” tutur Cameron.
Ia menegaskan, Inggris harus memperkuat lembaga-lembaga negara yang menempatkan nilai-nilai menjadi bentuk nyata: demokrasi, hukum, hak-hak minoritas, kebebasan media, penegakan hukum, segala hal yang dibenci teroris.
Sementara itu Boris Johnson, Wali Kota London, memperingatkan bahwa orang-orang tidak harus "menyensor" penggunaan kata-kata "Muslim" atau "Islam" ketika menggambarkan teroris yang harus bertanggung jawab atas serangan ekstremis.
"Itu malah membuat terlalu banyak orang lari dari tuduhan," kata dia. "Jika kita menyangkal hubungan antara terorisme dan agama, maka kita seakan-akan mengatakan tidak ada masalah dengan salah satu masjid; bahwa tidak ada ajaran dalam teks-teks agama yang dibengkokkan atau disalahpahami; bahwa tidak ada pemimpin agama yang menaruh kebencian, dan tidak ada upaya penyesatan keyakinan agama untuk tujuan-tujuan politik," ujar Johnson.
Ratu Inggris juga telah mengirimkan bela sungkawa kepada keluarga korban yang meninggal akibat pembantaian itu, mengatakan serangan itu telah membuat seluruh keluarga kerajaan terkejut.
Ia juga menaruh simpati yang mendalam untuk korban yang terluka dalam pembantaian di Sousse, lokasi wisata populer di Tunisia. Kekejaman tersebut menjadi peristiwa terburuk di sepanjang kehidupan Inggris akibat serangan ekstremis sejak pengeboman London 7 Juli 2005 yang menewaskan 52 jiwa.
Cameron kembali menegaskan, Inggris memiliki semangat yang besar untuk menghadapi kesulitan ini. “Ini adalah semangat, selalu kami tunjukkan saat menghadapi ancaman terhadap bangsa kita.”
"Ini semangat kami untuk melihat London kembali pulih setelah serangan 7/7 (7 Juli, Red), ulang tahun ke-10 yang akan kami tandai bulan depan. Ini semangat kita membela wisatawan Inggris yang pergi berlibur ke pantai di Tunisia akhir pekan ini namun meninggal di lokasi. Kita bertekad untuk tidak takut kepada teroris. Kami adalah orang-orang yang berdiri untuk melawan kebencian,” ujar Cameron membangkitkan semangat warga Inggris.
"Mereka adalah kelompok pengecut yang membunuh orang tak berdaya di pantai. Mereka adalah penindas, dan kita berdiri untuk kebebasan, perdamaian, dan cara hidup toleransi," ujar Cameron.
Editor : Sotyati
Puluhan Anak Muda Musisi Bali Kolaborasi Drum Kolosal
DENPASAR, SATUHARAPAN.COM - Puluhan anak muda mulai dari usia 12 tahun bersama musisi senior Bali be...