Inggris Jatuhkan Sanksi pada Enam Jenderal Myanmar
LONDON, SATUHARAPAN.COM-Inggris menjatuhkan sanksi terhadap enam anggota junta militer Myanmar, termasuk Panglima Tertinggi Jenderal Min Aung Hlaing, karena terlibat dalam kudeta baru-baru ini.
Pemerintah Inggris mengatakan langkah itu dilakukan karena peran mereka dalam "mengawasi pelanggaran hak asasi manusia" sejak mereka merebut kekuasaan pada 1 Februari.
Sanksi tersebut akan mencegah enam orang tersebut melakukan perjalanan ke Inggris, sementara bisnis dan institusi Inggris dilarang terlibat dengan mereka. Pembatasan yang sama telah diberlakukan pada 19 tokoh militer lainnya.
Pernyataan hari Kamis (25/2) itu juga menyebutkan bahwa bantuan Inggris yang berpotensi digunakan untuk mendukung junta secara tidak langsung juga telah ditangguhkan.
Menteri Luar Negeri Inggris, Dominic Raab, mengatakan bahwa langkah-langkah terbaru mengirimkan "pesan yang jelas kepada rezim militer di Myanmar bahwa mereka yang bertanggung jawab atas pelanggaran hak asasi manusia akan dimintai pertanggungjawaban". Dia juga meminta junta untuk mengembalikan kendali kepada pemerintah sipil.
Sanksi terbaru itu berarti semua anggota Dewan Administrasi Negara (SAC) Myanmar sekarang dikenai sanksi.
Kantor Pembangunan dan Persemakmuran Luar Negeri Inggris mengatakan Jenderal Min Aung Hlaing mengawasi dan mengarahkan pelanggaran hak, menyusul protes dari pendukung pro demokrasi.
Lima petinggi militer lainnya yang dijatuhi sanksi adalah sekretaris SAC, Letjen Aung Lin Dwe, sekretaris gabungan, Letjen Ye Win Oo, Jenderal Tin Aung San, Jenderal Maung Maung Kyaw, dan Letjen Moe Myint Tun yang juga bertanggung jawab, tambahnya.
Inggris, yang saat ini memegang jabatan sebagai presiden kelompok G7, dan telah bergabung dengan kritik internasional terhadap para jenderal dan menyerukan pembebasan para pemimpin sipil, termasuk Aung San Suu Kyi yang terpilih secara demokratis. (AFP)
Editor : Sabar Subekti
Kremlin: AS Izinkan Ukraina Gunakan Senjata Serang Rusia Mem...
MOSKOW, SATUHARAPAN.COM-Kremlin mengatakan pada hari Senin ( 18/11) bahwa pemerintahan Presiden Amer...