Ingin Mediasi Israel-Palestina, Indonesia Perlu Dewasa
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Zuhairi Misrawi, penulis dan intelektual muda Nahdlatul Ulama yang juga merupakan pengamat keislaman dan Timur Tengah—memaparkan pikirannya tentang posisi Indonesia terhadap masalah Israel dan Palestina. Menurutnya, dibutuhkan kedewasaan politik jika Indonesia ingin menjadi mediator langsung terhadap masalah yang terjadi antara Israel dan Palestina. Berikut wawancara satuharapan.com dengannya di Media Center Jokowi-JK, Menteng, Jakarta Pusat pada Jumat (8/8).
Satuharapan.com: Beberapa pengamat mengusulkan kalau pemerintah Indonesia harus melakukan hubungan diplomatik dengan Israel agar kita bisa lebih aktif membela Palestina. Apa tanggapan Anda?
Zuhairi Misrawi: Memang salah satu kendala kita untuk menyelesaikan masalah konflik antara Israel dan Palestina adalah membangun komunikasi dengan pihak Israel. Ini yang dulu diusulkan oleh K.H Abdurrahman Wahid ketika menjadi Presiden dan mendapat pertentangan luas. Memang secara politik, jujur, komunikasi dengan Israel itu sangat rentan akan menimbulkan kritik dari banyak orang-orang yang tidak setuju. Nah, saya ingin pikir kita masih terlalu dini untuk berbicara membangun pentingnya pembicaraan dengan Israel. Tetapi, kita bisa memulai dengan memediasi atau menggunakan negara-negara lain untuk berdialog. Yang paling dekat adalah Singapura di mana Singapura mempunyai hubungan diplomatik dengan Israel dan selama ini dalam bidang bisnis, kita dengan Israel tetap berjalan tapi dimediasi oleh Singapura. Kita bisa memakai cara yang sama dalam konteks diplomasi politik menjadikan Singapura sebagai jembatan membangun komunikasi dengan Israel agar Israel tidak menggunakan cara-cara yang tidak manusiawi terhadap warga Palestina. Selain Singapura kita juga bisa menggunakan Eropa, Tiongkok, India bahkan Amerika.
Satuharapan.com: Apakah pemerintah Indonesia sedemikian takutnya menghadapi tekanan dari beberapa pihak yang tidak setuju sehingga Indonesia tidak bisa secara langsung melakukan komunikasi dengan Israel?
Zuhairi Misrawi: Butuh waktu saja. Ini kan membutuhkan kedewasaan. Alasan mengapa kita sendiri tidak bisa membuka hubungan diplomatik dengan Israel karena kita simpatik terhadap warga Palestina. Saya kira ini perlu dijadikan perbincangan-perbincangan, kajian-kajian apa manfaatnya kalau kita membuka hubungan diplomatik dengan Israel. Dulu Gus Dur pernah mencoba membangun hubungan diplomatik, tetapi reaksi penolakan begitu besar, jadi saya kira itu perlu diperhatikan.
Satuharapan.com: Kalau kita berbicara tentang Palestina dan Israel itu sangat menyulut emosi seluruh umat Islam di Indonesia. Apakah sedemikian besarnya solidaritas sesama umat Muslim sehingga isu dalam negeri kalah dengan isu di Palestina?
Zuhairi Misrawi: Menurut saya, itu karena tindakan yang dilakukan oleh Israel terhadap Palestina melebihi batas kemanusiaan. Sebenarnya sikap keras kita terhadap Israel itu sejalan dengan kebiadaban Israel terhadap Palestina. Jadi, kita yang memiliki akal sehat pasti tidak akan menerima apapun yang dilakukan Israel terhadap Palestina.
Satuharapan.com: Mengapa isu Palestina selalu dibawa ke ranah agama?
Zuhairi Misrawi: Karena masalah Palestina kan punya sejarah yang panjang. Ada Perang Salib yang pernah terjadi, yang membangun trauma bagi umat Islam di mana perang tersebut terjadi antara umat Islam dengan umat Kristen. Yang kedua karena disitu adalah tempat suci, tepatnya di Yerusalem. Di situ ada masjid Al-Aqsa, Tembok Ratapan, Makam Yesus Kristus dan beberapa tempat suci lainnya yang diperebutkan. Oleh karena itu, ada sakralisasi terhadap konflik Israel dan Palestina. Tetapi, harus diakui bahwa perjuangan yang dilakukan oleh rakyat Palestina itu adalah perjuangan kemerdekaan, perjuangan kedaulatan politik. Bukan perjuangan untuk menegakkan nilai suci agama walaupun Hamas memiliki ideologi tertentu dalam gerakannya, tapi perjuangan rakyat Palestina sendiri adalah perjuangan politik untuk mencapai kemerdekaan rakyat Palestina.
Nah, di pihak lain harus diakui ada kelompok-kelompok dalam Israel yang menyetujui serangan terhadap Palestina ini menggunakan alasan agama juga. Kita tahu bahwa beberapa partai politik yang terlibat dalam rezim Benyamin Netanyahu yang merupakan Presiden Israel sekarang adalah faksi garis keras Yahudi dan kemudian bisa ditafsirkan bahwa perang yang terrjadi saat ini adalah clash of fundamentalism atau benturan fundamentalisme baik dalam kubu Yahudi maupun dalam kubu Islam. Jadi itu akan selalu muncul apalagi Hamas diidentifikasi sebagai kelompok fundamentalis Islam. Maka garis merah dari benturan fundamentalisme ini bisa dipahami dalam konteks munculnya beberapa orang yang menggunakan sentimen agama dalam konflik Israel-Palestina.
Satuharapan.com: Bagaimana tanggapan Anda bahwa kampanye militer Israel yang diluncurkan terhadap Palestina karena tidak tahan oleh serangan roket yang terus diluncurkan dari Hamas?
Zuhairi Misrawi: Begini, Israel boleh menggunakan alasan untuk membenarkan serangannya terhadap Palestina. Tetapi satu fakta bahwa serangan Israel terhadap Palestina itu jauh lebih membabi buta di mana korbannya ribuan. Sementara, korban dari Israel akibat serangan roket dari Hamas itu tidak sebanding korbannya. Jadi menurut saya Israel sedang bermain-main dengan kebiadabannya dengan warga Palestina walaupun kita harus akui bahwa untuk menyelesaikan masalah konflik ini adalah kita harus kembali ke meja perundingan.
Walapun meja perundingan itu sering berakhir dengan kegagalan tapi perbincangan-perbincangan itu harus terus dilakukan. Sekarang sebenarnya proposal yang diinisiasi oleh Obama atau Amerika tentang “Two State Solutions” yaitu dua negara yang berdampingan secara damai itu kan ada dua tujuan sebenarnya yaitu pertama adalah kemerdekaan Palestina dan yang kedua adalah menentukan batas teritorial Palestina. Ini artinya harus kembali kepada Persetujuan Damai Oslo pada 13 September 1993 lalu yang memutuskan bahwa wilayah Palestina itu adalah Tepi Barat dan Jalur Gaza ditambah dengan Yerusalem Timur.
Nah, sekarang Tepi Barat dan Jalur Gaza itu adalah milik Palestina yang belum adalahYerusalem Timur di mana disitu masih dibangun perumahan oleh warga Israel. Sekarang bagaimana Amerika meminta kepada Israel untuk menghentikan pembangunan di Yerusalem Timur karena itu menjadi wilayah bagi Palestina. Hanya tinggal sedikit saja upaya untuk menuju kemerdekaan Palestina. Menurut saya memang pandangan Pak Jokowi akan menjadi inisiator bagi kemerdekaan Palestina ini merupakan ide yang sangat penting. Itu satu-satunya jalan untuk memberikan kedaulatan politik Palestina di satu sisi tapi di sisi lain harus membangun satu kesadaran baru bahwa Israel harus menghargai berdirinya negara Palestina di wilayah sekitar mereka.
Satuharapan.com: Bagaimana tanggapan Anda terhadap umat Kristen yang kelihatannya sulit untuk bersolidaritas dengan rakyat Palestina karena ada anggapan bahwa Israel modern saat ini sama dengan bani Israel yang tercatat di Alkitab?
Zuhairi Misrawi: Saya kira di Palestina sendiri banyak juga umat Kristiani, di tepi Barat juga banyak sekali karena Betlehem masih di bawah kawasan Palestina. Menurut saya simpati harus dibangun oleh semua umat termasuk umat Kristiani bahwa yang diperlukan adalah rasa keprihatinan bersama tentang pentingnya hak asasi manusia (HAM). Semua ini tentang kemanusiaan. Lupakanlah sejarah masa lalu, lupakanlah afiliasi kita terhadap keyakinan dan agama kita. Kita harus melihat masalah yang terjadi di Israel itu adalah pelanggaran HAM berat dan itu membutuhkan dukungan yang luar biasa dari seluruh lapisan masyarakat.
Saya kira sikap dari Paus Fransiskus itu merupakan contoh yang sangat baik. Dia datang langsung ke Palestina, mendorong perdamaian, bertemu dengan pemimpin dan menurut saya sikap dari Paus itu merupakan suatu sikap yang ditunnggu-tunggu bahwa konflik yang terjadi di Timur Tengah karena konflik hilangnya akal sehat dalam politik. Tentu sekarang yang diperlukan sikap yang lebih bijaksana dari tokoh-tokoh Yahudi. Bahwa menurut saya orang-orang Yahudi itu sebenarnya secara politik terlalu bebas yang artinya tidak ada yang bisa mengingatkan Netanyahu. Kalau kita bandingkan dengan Indonesia, di sini ada Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah yang bisa memberikan nasihat kepada presiden untuk memberikan kebijakan. Misalnya tentang ISIS.
Sedangkan dari kelompok Yahudi kita tidak pernah mendengar dari tokoh-tokoh agama Yahudi untuk mengingatkan Netanyahu untuk tidak menggunakan serangan mematikan untuk rakyat Palestina dengan dalih apapun.
Sekali lagi, Netanyahu harus diajak ke meja perundingan yang dimediasi oleh negara-negara Barat untuk memberikan kemerdekaan kepada rakyat Palestina.
Satuharapan.com: Boikot produk buatan Yahudi atau Israel, apakah perlu?
Zuhairi Misrawi: Saya kira tidak perlu. Kita mengambil sikap yang terlalu ekstrem. Karena sikap tersebut akan sangat merugikan kita semua dalam konteks bagaimana kita membangun pluralitas bersama di antara anak bangsa. Protes-protes kita itu harus betul-betul tepat kepada sasaran. Kalau kita ingin menyampaikan pikiran, kita bisa langsung melalui kedutaan Amerika dan Eropa misalnya karena kita tahu bahwa Israel sangat tunduk kepada Amerika dan Eropa. Jadi kita harus menyampaikan aspirasi kita dengan cara yang elegan, bermanfaat dan bermartabat karena itu mencerminkan budaya bangsa dan mencerminkan tradisi agama kita yang sangat menjunjung tinggi nilai-nilai keadaban dan kemanusiaan.
Satuharapan.com: Bagaimana Jokowi mewujudkan kedutaan besar di Palestina sedangkan untuk masuk ke Palestina harus melalui check point dari tentara Israel?
Zuhairi Misrawi: Kita bisa membangun kedutaan besar Indonesia di Ramallah. Karena di situ kita bisa masuk dari Yordania karena kita tidak ada masalah dengan mereka. Kalau dari Jalur Gaza memang tidak bisa karena itu harus melalui Mesir, itu juga masih di bawah kontrol dari Israel.
Editor : Bayu Probo
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...