Ini Harapan KontraS pada Panglima TNI Pengganti Moeldoko
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Kurang dari 40 hari lagi, Panglima TNI Jenderal Moeldoko akan memasuki masa pensiun. Bursa calon penggantinya pun mulai diperbincangkan. Dalam pasal 13 ayat 4 UU No 34/2004 tentang TNI, panglima dapat dijabat secara bergantian oleh perwira tinggi aktif dari tiap-tiap angkatan yang sedang atau pernah menjabat sebagai Kepala Staf Angkatan.
Wakil Koordinator KontraS (Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan) Krisbiantoro mengatakan ‘pekerjaan rumah’ Panglima TNI pengganti Jenderal Moeldoko adalah membawa pesan Hak Asasi Manusia (HAM) agar bisa menjadi pedoman seluruh prajurit TNI.
Sebab, selama kepemimpinan Jenderal Moeldoko, masih banyak ditemukan kasus kekerasan dan pelanggaran HAM yang dilkukan prajurit TNI.
“Problem TNI hari ini menurut KontraS masih ditemukan dalam beberapa kasus kekerasan pelanggaran HAM. Panglima TNI ke depan harus punya visi memperbaiki persoalan mendasar di tni itu, yakni bagaimana membawa pesan HAM ke dalam tubuh TNI, tidak hanya memperbaiki materi training di internal saja, tidak hanya buat buku saku, tapi kebijakan HAM itu bisa jadi pedoman para prajurit,” ujar Krisbiantoro kepada satuharapan.com, di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Jumat (29/5).
Menurut dia, TNI saat ini butuh sosok teladan yang bisa mengejewantahkan cara menjalankan profesionalisme, khususnya TNI yang menghormati HAM. “Sehingga tidak ada lagi TNI yang melakukan penusukan terhadap aktivis lingkungan, jangan ada lagi TNI diduga terlibat aksi penusukan aktivis lingkungan atau backing mem-backing,” ucap Krisbiantoro.
Sebab, dia melanjutkan, dalam kepemimpinan Jendral Moeldoko, sejak 30 Agustus 2013, kasus pelanggaran HAM yang dilakukan TNI masih terus terjadi, meski jumlahnya tidak meningkat drastis, misalnya di Provinsi Papua dan konflik yang terjadi pada Suku Anak Dalam, Jambi.
“Masih banyak sisa pekerjaan rumah yang ditinggalkan Jenderal Moeldoko. Ini yang harus jadi prioritas Panglima TNI ke depan,” tutur Wakil Koordinator KontraS itu.
Akuntabilitas
Selain masalah profesionalisme prajurit TNI, akuntabilitas penegakan hukum di TNI yang masih lemah turut jadi pekerjaan rumah Panglima TNI ke depan. “Akuntabilitas masih lemah, ketika ada pelanggaran HAM dilakukan TNI, akuntabilitas dalam konteks penghukuman terhadap prajurit itu tidak optimal,” ujar Krisbiantoro.
Dia mengambil contoh dalam kasus Dede Khairuddin–warga Desa Perlis Langkat, Sumatera Utara–yang diduga dilakukan anggota Kodam I/BB Mardiansyah bersama sejumlah aparat Marinir Pos pangkalan Brandan pada 28 November 2013 silam–di mana vonis yang diberikan dinilai masih rendah, demikian juga dalam kasus penyiksaan pada Suku Anak Dalam, Jambi. “Jadi kalau ada proses hukum pada personel TNI biasanya berlarut-larut, tidak cepat,” kata Krisbiantoro.
“Jadi profesionalisme dan akuntabilitas harus diprioritaskan Panglima TNI ke depan, kalau tidak kepercayaan masyarakat menurun. Karena masyarakat menilai TNI tidak mampu beri kesejukan pada rakyat, justru dalam beberapa kesempatan membuat rakyat khawatir,” dia menambahkan.
Terakhir, menurut dia, Panglima TNI pengganti Jenderal Moeldoko juga harus komit memperjuangan kesejahteraan prajurit. Karena apa yang dinikmati Jenderal dan para pejabat TNI tidak berbanding lurus dengan kehidupan prajurit TNI.
“Prajurit kita di lapangan dan di perbatasan masih ada yang hidup susah. Tidak etis dan adil, kita hanya menuntut profesionalisme prajurut TNI, tapi di sisi lain kesejahteraan prajurit tidak diperhatikan,” ujar dia.
Editor : Bayu Probo
Otoritas Suriah Tunjuk Seorang Komandan HTS sebagai Menteri ...
DAMASKUS, SATUHARAPAN.COM-Penguasa baru Suriah telah menunjuk Murhaf Abu Qasra, seorang tokoh terkem...