Inti RUU PUB Mengimplementasi Amanah Konstitusi
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Kementerian Agama terus memproses penyiapan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perlindungan Umat Beragama (PUB).
"Inti dari RUU PUB ini adalah mengimplementasikan amanah konstitusi Pasal 29 UUD 1945," kata Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin, di Jakarta, Senin (1/12).
Pasal 29 ayat 2 UUD 1945 mengatur bahwa negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agama dan kepercayaannya itu. Terkait itu, kata Menag setidaknya ada dua hal pokok yang akan diatur dalam RUU PUB ini, yaitu: pertama, jaminan kemerdekaan setiap warga negara untuk memeluk agama yang diyakininya.
“Setiap warga Indonesia harus dijamin kebebasannya untuk memeluk agama,” kata Menag.
Kedua, lanjut Menag, setiap warga harus dijamin kemerdekaannya dalam menjalankan ibadah sesuai dengan ajaran agama yang diyakininya.
“Kedua hal ini harus dijabarkan melalui RUU PUB. RUU ini akan berisi tentang bagaimana kebebasan masyarakat dalam memeluk agama dan bagaimana mereka menjalankan ajaran agamanya,” kata Menag.
“Yang dititiktekankan dari RUU ini adalah perlindungannya. Amanah konstitusi, setiap masyarakat diberi kebebasan untuk memeluk agama dan beribadah sesuai dengan agamanya. Itu betul-betul dijamin, karenanya kita menyiapkan RUU PUB ini,” kata dia.
Deradikalisasi Pendidikan Keagamaan
Sebelumnya dalam kurun enam bulan ke depan, Kementerian Agama sendiri menargetkan segera menyiapkan RUU tentang PUB.
“Mudah-mudahan rancangan undang-undang ini, dalam kurun waktu enam bulan ke depan sudah kelar,” demikian penegasan Menag Lukman Hakim Saifuddin, 28 Oktober, dalam kesempatan jumpa pers pertama seusai dilantik sebagai Menteri Agama di Kabinet Kerja Jokowi-JK.
“RUU ini sangat penting bagi kita semua. Rancangan ini merupakan tindak lanjut dari hasil Focus Group Discussion (FGD) yang diselenggarakan Kemenag pada 18-19 September lalu,” tambahnya didampingi Sekjen Kemenag Nur Syam dan Direktur Pelayanan Haji Luar Negeri, Sri Ilham Lubis.
Pada akhir September lalu, Kementerian Agama telah menggelar FGD dan Seminar Nasional tentang Pemetaan Masalah Layanan Negara terhadap Umat Beragama. Selain tokoh enam agama (Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, dan Konghuchu), FGD tersebut juga diikuti oleh tokoh-tokoh agama/kepercayaan di luar enam agama tersebut.
“Salah satu rekomendasi dalam FGD adalah perlunya kita memiliki UU Perlindungan Umat Beragama. Dan akan kita siapkan rancangan undang-undang itu. Mudah-mudahan, dengan adanya ini semua, kualitas kehidupan umat beragama kita bisa lebih baik,” Menag berharap.
Menag juga memaparkan terkait program deradikalisasi pendidikan keagamaan. Terkait adanya gejala meningkatnya faham-faham radikal yang memanfaatkan isu-isu agama, Kemenag akan membuat program deradikalisasi pendidikan keagamaan. Salah satunya dengan membuat atau menerbitkan tafsir-tafsir tematik.
“Tema-tema tentang kerukunan, cinta tanah air, keragaman, dan lain sebagainya, dengan berbasiskan pada penafsiran ayat Alquran. Dengan cara ini, kita ingin mengimbangi proses radikalisasi, untuk kemudian memperkuat pemahaman umat dengan paham keagamaan yang lebih baik, yang sesuai dengan esensi; bahwa agama itu hakikatnya adalah untuk manusia itu sendiri, tidak justru malah mengingkari nilai-nilai kemanusiaan,” katanya. (kemenag.go.id)
Editor : Sotyati
Wapres Lihat Bayi Bernama Gibran di Pengungsian Erupsi Lewot...
FLORES TIMUR, SATUHARAPAN.COM - Wakil Presiden (Wapres) Gibran Rakabuming Raka mengunjungi seorang b...