IPCC Prediksi Dunia akan Krisis Pangan dan Air
NEW DELHI, SATUHARAPAN.COM – Salah satu sub organisasi panel antar pemerintah Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) tentang Perubahan Iklim (IPCC/Intergovernmental Panel on Climate Change) melaporkan pada Selasa (8/4), dalam konferensi pers seusai menggelar sidang di New Delhi, memprediksi bahwa akan terjadi ekstremitas kondisi cuaca di beberapa kawasan dunia.
Salah satu keputusan IPCC menyebut bahwa dalam kurun waktu tertentu di kawasan Afrika dan beberapa negara Asia Selatan akan terjadi risiko terkait perubahan iklim, akibatnya akan ada beberapa kejadian ekstrim seperti banjir dan gelombang panas akan meningkat lebih lanjut dengan pemanasan global.
Rajendra Pachauri Ketua IPCC mengatakan kondisi perubahan cuaca yang drastis akan memperparah kerawanan pangan dan air, terutama untuk beberapa negara miskin.
“Tak seorang pun di planet ini yang luput dari dampak perubahan iklim,” kata Rajendra Pachauri. Ia juga mengatakan saat ini penting dengan adanya adaptasi secara drastis bagi penduduk di negara-negara yang diperkirakan terdampak.
“Satu hal yang kita telah datang dengan adalah pentingnya adaptasi, dan itu tidak lagi menjadi pilihan karena ini adalah satu-satunya cara kita mungkin bisa mengurangi risiko perubahan iklim,” kata Pachauri.
Christopher Field, salah satu anggota IPCC menambahkan bahwa dampak perubahan iklim telah menjadi massif, dan tersebar luas.
“Konsekuensi yang dihadapi dunia saat ini yakni bahwa kita hidup di dunia yang sudah diubah oleh perubahan iklim,” kata Christopher.
Laporan IPCC menyoroti bentuk nyata perubahan iklim bahwa perubahan curah hujan dan pencairan salju dan es yang mempengaruhi sumber daya air di banyak daerah.
Gletser terus menyusut kemudian mempengaruhi sumber daya air di hilir, akibatnya air di beberapa wilayah pertanian terhambat sehingga banyak petani gagal panen.
Laporan itu juga mengulangi peringatan tentang pergeseran migrasi spesies hewan sehingga ini IPCC mengkategorikan ini sebagai perpindahan negatif karena menimbulkan kerawanan pangan.
Camilla Toulmin, direktur Institut Internasional untuk Lingkungan dan Pembangunan, sebuah organisasi riset yang berbasis di Inggris mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa ada beberapa negara berkembang yang tergerak membangun infrastruktur konservasi lingkungan.
“Beberapa negara terus maju dalam proyek mereka, Etiopia berkomitmen untuk pengembangan karbon netral, sementara Banglades telah menginvestasikan 10 miliar dolar AS (422,94 triliun rupiah) untuk beradaptasi dengan peristiwa iklim ekstrim. Sementara Nepal mengembangkan sosialisasi dan adaptasi perubahan iklim di tingkat masyarakat, dan pendidikan di sekolah,” kata Toulmin.
Chandra Bhushan , wakil direktur di Pusat Ilmu Pengetahuan dan Lingkungan , sebuah LSM yang berbasis di Delhi mengatakan bahwa kawasan Asia Selatan akan menjadi daerah yang paling terkena dampak pemanasan global yang terjadi sepanjang 2012 hingga akhir 2013 yang lalu terutama peristiwa cuaca ekstrim seperti banjir dan kekeringan. (scidev.net/allafrica.com)
Editor : Bayu Probo
Jaktim Luncurkan Sekolah Online Lansia
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Pemerintah Kota Administrasi Jakarta Timur meluncurkan Sekolah Lansia Onl...