Irak Jadi Tuan Rumah Dialog Antara Arab Saudi dan Iran
BAGHDAD, SATUHARAPAN.COM-Irak telah menjadi tuan rumah lebih dari satu putaran pembicaraan antara musuh regional Iran dan Arab Saudi, kata Presiden Irak, Barham Salih, mengatakan pada hari Rabu (5/5).
Salih mengatakan itu pada wawancara yang disiarkan langsung secara online dengan lembaga think tank, Beirut Institute. Dia tidak memberikan rincian lebih lanjut.
Para diplomat berharap pembukaan saluran dialog langsung antara Iran dan Arab Saudi akan menandakan meredanya ketegangan di Timur Tengah setelah bertahun-tahun permusuhan yang telah membawa kawasan itu mendekati konflik skala penuh.
Baghdad menjadi tuan rumah pembicaraan antara para pejabat dari dua tetangganya dan musuh bersama pada 9 April dalam satu-satunya putaran pembicaraan yang telah dilaporkan sebelumnya.
Ditanya berapa putaran pembicaraan Saudi-Iran yang diselenggarakan Irak, Salih menjawab: "Lebih dari sekali."
"Itu sedang berlangsung, dan itu penting dan penting, dan bagi Irak untuk dapat memainkan peran pertemuan antara para aktor regional ini adalah penting," tambahnya, meskipun dia tidak memberikan rincian lebih lanjut tentang pembicaraan itu.
Pembicaraa AS dan Iran
Sementara itu, Amerika Serikat dan Iran telah terlibat dalam pembicaraan tidak langsung di Wina yang berupaya menghidupkan kembali pakta internasional yang dicapai pada 2015 yang membatasi ambisi nuklir Iran dengan imbalan keringanan sanksi.
Mantan Presiden AS, Donald Trump, menarik kesepakatan pada tahun 2018 dan menjatuhkan sanksi keras terhadap Iran dan sekutu regionalnya. Itu meningkatkan ketegangan ketika milisi yang didukung Iran menyerang pasukan AS di Irak dan serangkaian serangan menghantam instalasi minyak dan kapal tanker di Teluk.
Pembunuhan jenderal Iran, Qassem Soleimani ,dalam serangan udara AS di Baghdad pada Januari 2020 membuat wilayah itu hampir dilanda perang. Iran menanggapi dengan serangan rudal terbatas terhadap pangkalan AS di Irak, serangan langsung pertama, tetapi tidak mengambil tindakan lebih lanjut.
Rakyat Irak berharap meredanya ketegangan akan memungkinkan negara mereka untuk membangun kembali. Irak sedang mencoba untuk mengekang milisi yang didukung Iran dan berurusan dengan ISIS yang bangkit kembali.
"Perang melawan ISIS (Negara Islam) dan terorisme tidak bisa dimenangkan (hanya) dengan cara militer," kata Salih. "Kami telah berhasil membebaskan tanah kami dengan bantuan teman-teman kami tetapi terorisme tetap ada."
Dia menambahkan bahwa dia ingin melihat solusi untuk persaingan Iran dan AS yang telah memicu kekerasan di Irak. "Timur Tengah telah dikutuk ke dalam siklus konflik dan ketidakstabilan selama beberapa dekade terakhir... Sudah waktunya untuk melangkah lebih jauh," kata Salih. (Reuters)
Editor : Sabar Subekti
AS Laporkan Kasus Flu Burung Parah Pertama pada Manusia
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM-Seorang pria di Louisiana, Amerika Serikat, menderita penyakit parah perta...