Iran Harus Deeskalasi Program Nuklir Agar Ada Ruang Dialog dengan AS
WASHINGTON DC, SATUHARAPAN.COM-Iran harus mengambil langkah-langkah “deeskalasi” pada program nuklirnya jika ingin memberikan ruang bagi diplomasi dengan Amerika Serikat, dimulai dengan bekerja sama dengan Badan Energi Atom Internasional (IAEA), kata Departemen Luar Negeri AS pada hari Selasa (26/9).
Komentar juru bicara Matt Miller pada sebuah pengarahan adalah yang kedua kalinya dalam beberapa hari terakhir bahwa Amerika Serikat mengkritik Iran atas keputusannya untuk melarang beberapa inspektur IAEA ditugaskan di negara tersebut, sehingga menghambat pengawasan pengawas nuklir PBB terhadap aktivitas atom Teheran.
Amerika Serikat dan banyak sekutu Barat-nya khawatir program nuklir Iran mungkin menjadi kedok pengembangan senjata nuklir. Iran membantah mempunyai ambisi seperti itu.
“Iran harus mengambil langkah-langkah deeskalasi jika ingin mengurangi ketegangan dan menciptakan ruang diplomasi,” kata Miller.
“Dalam beberapa pekan terakhir, kita telah melihat Iran mengambil langkah-langkah untuk melemahkan kemampuan Badan Energi Atom Internasional (IAEA) dalam melakukan tugasnya,” kata Miller. “Jadi jika Iran benar-benar serius dalam mengambil langkah-langkah deeskalasi, hal pertama yang (bisa) dilakukan adalah bekerja sama dengan IAEA.”
Miller mengatakan langkah-langkah yang dia bicarakan sebagai potensi awal untuk memperbarui perundingan AS-Iran, baik langsung atau tidak langsung, ada hubungannya dengan program nuklir Iran, meskipun dia tidak memberikan rincian lebih lanjut.
Namun ketika ditanya apakah dia mengatakan Iran harus mengambil semua langkah yang diminta Amerika Serikat sebelum Washington menyetujui pembicaraan langsung atau tidak langsung dengan Teheran, dia menjawab: “Saya tidak mengatakan itu.”
IAEA bertanggung jawab untuk memverifikasi kepatuhan Iran terhadap perjanjian nuklir Iran tahun 2015 yang sudah tidak berlaku lagi, di mana Teheran menghentikan program nuklirnya dengan imbalan pelonggaran sanksi AS, Uni Eropa, dan PBB.
Upaya untuk menghidupkan kembali perjanjian tersebut, yang ditinggalkan oleh Presiden AS, Donald Trump, pada tahun 2018, gagal sekitar setahun yang lalu dan Washington sedang mencari cara baru untuk membuat Teheran menahan programnya. (Reuters)
Editor : Sabar Subekti
AS Laporkan Kasus Flu Burung Parah Pertama pada Manusia
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM-Seorang pria di Louisiana, Amerika Serikat, menderita penyakit parah perta...