ISIS Mulai Kehabisan Uang?
WASHINGTON, SATUHARAPAN.COM – Tatkala kelompok ekstremis jihadis Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) terus merangsek memperluas teritori wilayah kekhalifahannya hingga terakhir ini menguasai kota bersejarah Palmyra di Suriah, muncul pertanyaan apa motif ekspansi tersebut. Apakah semata karena ingin memperluas wilayah atau karena dipepet oleh keharusan menambah sumber-sumber pendapatan baru di tengah perkiraan semakin menyusutnya keuangan kelompok tersebut.
Salah satu yang paling dikhawatirkan dengan jatuhnya Palmyra adalah bakal raibnya ratusan patung bersejarah yang akan dihancurkan atau dijual. Demikian juga monumen dan museum.
Menurut konsultan risiko Verisk Maplecroft, dalam laporannya bulan ini, ISIS ditengarai harus bekerja lebih keras untuk membiayai perang mereka di Suriah dan Irak karena harga minyak yang rendah dan pada saat yang sama aksi militer Barat mematahkan sumber utama pendapatan mereka.
Sebagaimana dilaporkan oleh CNN, selama ini pendapatan dari minyak dari kilang-kilang yang direbut di dua wilayah (Irak dan Suriah) membantu mendanai kegiatan ISIS. Tetapi penurunan tajam dalam harga minyak akhir tahun lalu, dan semakin besarnya diskon yang harus ditawarkan kelompok teroris itu kepada pembeli, memangkas aliran dana kas mereka.
"Jatuhnya harga minyak internasional sejak pertengahan 2014 kemungkinan telah mendorong turunnya margin mereka lebih jauh, mengurangi kontribusi minyak terhadap pendapatan keseluruhan kelompok ekstrimis itu," kata konsultan risiko Verisk Maplecroft.
ISIS masih menguasai mayoritas ladang minyak Suriah - sekitar 60% dari produksi negara itu. Tapi serangan udara Barat yang menargetkan aset minyak kelompok ini telah merusak infrastruktur, menghancurkan sumur dan kilang darurat yang memproduksi minyak dan solar.
Verisk Maplecroft memperkirakan bahwa pendapatan minyak kelompok ini telah anjlok ke sekitar US$ 500 ribu per hari dari US$ 1,5 juta per hari pada musim panas lalu.
Terbunuhnya komandan ISIS, Abu Sayyaf, pekan lalu dalam serangan yang dilakukan oleh pasukan khusus AS di Suriah juga cenderung memukul pendanaan ISIS.
Para pejabat Pentagon mengatakan Abu Sayyaf bertanggung jawab atas dana-dana dari minyak dan gas, dan telah mengambil peran yang lebih besar dalam operasi, perencanaan dan komunikasi ISIS.
Dengan anjloknya pendapatan minyak. ISIS dipaksa mencari sumber penghasilan tunai lainnya.
Para ahli mengatakan kelompok ISIS kini lebih mengandalkan sumber pendapatan 'pajak' --yang secara efektif sebetulnya dapat dikatakan sebagai pemerasan -- di dalam wilayah yang dikuasainya.
Menurut Verisk Maplecroft dalam laporannya, ISIS memberlakukan pajak hingga 50% dari gaji pegawai negeri Irak yang tinggal di wilayah kekuasaan ISIS. Baghdad sampai kini kasih memasok dana untuk membayar PNS di wilayah-wilayah tersebut.
"Diperkirakan secara de facto pendapatan dari pajak penghasilan saja telah membuat ISIS mengumpulkan dana ratusan juta dolar," demikian laporan tersebut.
Pendapatan pajak lain adalah dari kendaraan yang melintas di wilauah yang dikuasai ISIS. Para kendaraan itu dikenai pungutan 10 persen dari nilai kargo mereka, sementara toko-toko harus menyerahkan 2,5% dari pendapatan tahunan.
Namun 'pemerasan' ini suatu saat bisa memicu reaksi balik terhadap ISIS, seiring dengan pelayanan publik yang merosot. Laporan konsultan risiko Verisk Maplecroft menyebutkan Mosul, kota terbesar di bawah kontrol ISIS 'di Irak, air dan listrik telah sangat dibatasi.
Selain itu sikap tegas negara-negara Barat yang anti-ISIS untuk tidak lagi meladeni permintaan uang tebusan sandera dari ISIS juga mengurangi pendapatan ISIS. Pekan lalu, negara-negara yang tergabung dalam koalisi yang dipimpin AS untuk melawan ISIS, bersepakat untuk tetap pada posisi untuk menolak membayar uang terbusan bagi warga yang disandera oleh para teroris, sebagaimana juga sudah merupakan resolusi Dewan Keamanan PBB.
Kesepakatan ini dicapai setelah 25 menteri keuangan negara-negara koalisi tersebut bertemu di Jeddah pada 7 Mei lalu.
Sebuah komunike yang dikeluarkan oleh kelompok itu menyatakan "menolak pembayaran atau memfasilitasi pembayaran uang tebusan kepada ISIS, sehingga dapat menghilangkan sumber dana penting ISIS dan menghapus insentif kunci bagi ISIS untuk terus melakukan penculikan atau penyanderaan," kata Kementerian Luar Negeri AS, sebagaimana dikutip oleh www.israelnationalnews.com.
Editor : Eben Ezer Siadari
AS Laporkan Kasus Flu Burung Parah Pertama pada Manusia
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM-Seorang pria di Louisiana, Amerika Serikat, menderita penyakit parah perta...