ISIS Mulai Retak Dipicu Persaingan Sesama Pejuang Asing
BEIRUT, SATUHARAPAN.COM - Di saat mencoba memperluas kekuasaan dan menancapkan akar di Timur Tengah, kelompok ekstremis Negara Isam Irak dan Suriah, NIIS, atau lebih populer dengan singkatan dalam Bahasa Inggris, ISIS, justru harus berjuang berat di Suriah --jantung kekuasaannya -- akibat kehilangan wilayah kekuasaan setelah mendapat serangan dari berbagai front.
Menurut The Washington Post yang melaporkan kisah ini, tanda-tanda ketegangan dan perebutan kekuasaan mulai muncul di antara jajaran pejuang asing.
Para ekstremis tetap menjadi kekuatan yang tangguh, dan menguasai sekitar sepertiga wilayah Irak dan Suriah. Tapi tampaknya mereka harus berada pada posisi bertahan di Suriah untuk pertama kalinya, sejak koalisi pimpinan AS melakukan serangan udara besar-besaran selama berbulan-bulan belakangan.
"Mereka berjuang menghadapi tantangan baru yang tidak ada sebelumnya," kata Lina Khatib, direktur Carnegie Middle East Center di Beirut, sebagaimana dilansir oleh The Washington Post.
Serangan Pasukan Kurdi terhadap ISIS merupakan pukulan terberat bagi ISIS yang menyebabkan mereka mundur dari perbatasan Kobani di Suriah sebelah utara bulan lalu. Sejak itu, pasukan Kurdi telah bergabung dengan pemberontak Suriah yang moderat untuk mengambil kembali sekitar 215 desa di daerah yang sama, sebagaimana diinformasikan oleh komandan pasukan Kurdi dan para aktivis, termasuk kelompok monitoring yang berbasis di Inggris, Syrian Observatory for Human Rights.
Kemenangan Kurdi telah menciptakan ketegangan di jalur pasokan antara kubu barat ISIS di provinsi Aleppo dengan wilayah inti di Suriah timur. Pasukan pemberontak Kurdi saat ini diperkirakan akan melakukan serangan ke beberapa benteng ISIS, khususnya kota-kota besar Minbij dan Jarablus, serta Tal Abyad, daerah perbatasan dengan Turki yang merupakan jalan utama perdagangan para ekstremis.
Di sekitar kota al-Bab, salah satu benteng paling barat kelompok ISIS, para ekstremis membuat penarikan pasukan taktis. Warga telah mencatat kecilnya kehadiran militan ISIS di al-Bab.
Para militan ISIS juga menemukan diri terjebak dalam pertempuran yang mahal dengan pasukan pemerintah Presiden Suriah Bashar Assad.
Kelompok ekstremis ISIS telah terjebak dalam pertempuran sengit dengan tentara Suriah di dekat pangkalan udara Deir el-Zour, kubu militer terakhir utama Suriah di provinsi timur. ISIS meluncurkan serangan yang gagal untuk merebut pangkalan itu bulan lalu, dan masih terus mencoba.
Masih terlalu dini untuk menyebut adanya titik balik, tapi ini menunjukkan bekerjanya kampanye internasional melawan kelompok ISIS, yang cukup lama dipandang tak terkalahkan karena merebut wilayah yang membentang dari luar kota Aleppo di utara Suriah di salah satu ujung, ke pinggiran ibukota Irak Baghdad pada ujung yang lain.
Di Irak, kombinasi serangan udara atara pasukan koalisi, pasukan Kurdi, milisi Syiah dan pasukan Irak telah mendorong ISiS mundur ke pinggiran. Namun, militan ISIS minggu ini berhasil mengambil wilayah baru untuk pertama kalinya dalam beberapa bulan. Mereka juga mennjukkan kekuasaan baru dengan kehadiran afiliasi mereka di Libya.
Tidak pelak lagi kerugian terbesar ISIS sampai sejauh ini terjadi di kota Kobani di Suriah. Lebih dari 1.000 milisi mati dan banyak kendaraan dan persenjataan berat hancur. Kekalahan pada bulan Januari itu diikuti lima bulan pertempuran dengan pasukan darat Kurdi dan serangan udara koalisi, menyebabkan sekitar 70 persen dari kota menjadi reruntuhan. Puluhan ribu warga melarikan diri ke dekat perbatasan dengan Turki.
Setelah Lepasnya Kobani, Tanda-tanda Retak Muncul
Bari Abdellatif, warga al-Bab yang juga telah melarikan diri ke Turki, mengatakan gesekan antara milisi Chechnya dan milisi Uzbek baru-baru ini menyebabkan bentrokan antara kedua kelompok yang hanya dapat berakhir berkat intervensi Omar al-Shishani, seorang komandan ISIS Chechnya yang menonjol. Setidaknya dua tokoh senior terbunuh karena perselisihan internal, katanya.
"Pertempuran lama di Kobani menyebabkan banyak ketegangan -- pejuang saling menuduh pengkhianatan dan akhirnya menyalahkan satu sama lain," kata Abdellatif.
Beberapa aktivis lainnya menegaskan adanya bentrokan baru antara faksi-faksi dari latar belakang nasional yang berbeda di dalam ISIS.
Bulan lalu, seorang pejabat senior kelompok Hisbah, ditemukan dipenggal di provinsi Deir el-Zour. Sebatang rokok ditancapkan di mulutnya, tampaknya berusaha menunjukkan bahwa ia dibunuh karena merokok, yang dilarang oleh ISIS. Tetapi ada kecurigaan bahwa pejabat berkebangsaan Mesir itu, dibunuh oleh ekstremis yang mencurigainya sebagai mata-mata.
Seorang aktivis yang berbasis di ibukota de facto kelompok ISIS, Raqqa, mengatakan para pejuang asing bertengkar atas masalah administrasi dan keuangan. Beberapa gerilyawan dibunuh karena dicurigai menjadi mata-mata atau mencoba untuk membelot.
"Daesh mencoba menggambarkan dirinya sebagai sesuatu, tetapi di bawah permukaan ada banyak hal yang menjijikkan," kata aktivis yang tidak mau disebutkan namanya, menggunakan kata Daesh, singkatan bahasa Arab untuk ISIS.
Awal bulan ini, para ekstremis memberhentikan salah satu pejabat keagamaan di provinsi Aleppo dan dirujuk ke pengadilan agama setelah ia keberatan dengan pembakaran pilot Yordania.
"ISIS kini mulai berjuang untuk menjaga agar kekuatan mereka koheren - dan ini terpisah dari semua faktor eksternal yang mempengaruhi secara negatif," kata Khatib.
Dia mengatakan masalah baru yang mereka hadapi banyak hubungannya dengan fakta bahwa ISIS di Suriah beroperasi dalam konteks perang saudara di mana orang menjadi serakah dan menolak untuk berbagi kekuasaan kepada orang lain.
"ISIS pun tidak kebal dari fenomena yang terjadi dalam konteks perang saudara dan sedang dapat disaksikan di Suriah hari ini," katanya.
Di Raqqa, meningkatnya serangan udara koalisi dalam menanggapi pembunuhan pilot Yordania telah membuat ISIS terguncang. Sebuah kelompok media anti ISIS yang diberi nama Raqqa is Being Slaughtered Silently, mengatakan ekstremis telah memaksa warga untuk menyumbangkan darah setelah puluhan pejuang luka parah. Mereka juga melaporkan bahwa kelompok ISIS baru-baru ini memberlakukan jam malam dan memasang penghalang jalan di malam hari mengekang desersi oleh anggota yang berusaha untuk mencapai Turki.
Di saat banyak orang asing dari seluruh dunia telah bergabung dengan ISIS, banyak anggota baru yang kecewa lalu meninggalkan atau mencoba untuk pergi, karena menemukan kehidupan yang sangat berbeda dan lebih ganas dari yang mereka duga.
Kelompok pengamat di Inggris mengatakan kelompok militan telah menewaskan lebih dari 120 anggota sendiri dalam enam bulan terakhir, sebagian besar adalah pejuang asing yang berharap kembali ke rumah masing-masing.
"Ketika kita menyusun semua potongan puzzle kecil ini bersama-sama, sangat jelas bahwa mereka sedang mengalami masalah. ... Saya percaya bahwa mereka terpukul, "kata Scott Stewart, wakil presiden Tactical Analysis, di Stratfor, sebuah perusahaan intelijen dan penasihat global.
Faysal Itani, seorang warga di Dewan Atlantik, mengatakan semakin sulit bagi ISIS untuk membuat kemajuan setelah wilayah kekuasaannya bertambah besar. Namun menurut dia, kelompok ini belum menghadapi tantangan yang signifikan di benteng kekuasaannya.
"ISIS terus membangun dukungan di antara kelompok-kelompok suku, dan menarik pejuang yang lari dari kelompok pemberontak lainnya," katanya.
Editor : Eben Ezer Siadari
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...