Israel: Demiliterisasi Gaza Setelah Perang Melawan Hamas Berakhir
YERUSALEM, SATUHARAPAN.COM-Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, pada hari Sabtu (11/11) mengesampingkan peran pemerintah Otoritas Palestina saat ini di Gaza setelah perang antara Israel dan Hamas berakhir.
“Pasti ada hal lain di sana,” katanya, ketika ditanya apakah Otoritas Palestina, yang memiliki sebagian kendali administratif di Tepi Barat yang diduduki, dapat memerintah Gaza setelah perang.
“Tidak akan ada otoritas sipil yang mendidik anak-anak mereka untuk membenci Israel, membunuh warga Israel, dan melenyapkan negara Israel.”
Pemerintah Israel pada hari Rabu mengatakan masih terlalu dini untuk memprediksi skenario pemerintahan di Jalur Gaza setelah Hamas digulingkan, namun pihaknya sudah mendiskusikan prospek tersebut secara internasional.
“Masih terlalu dini untuk membicarakan skenario Hamas ‘sehari setelahnya’,” kata juru bicara pemerintah, Eylon Levy.
“Saya berharap ‘hari setelah’ Hamas terjadi pekan depan, tapi ini mungkin akan memakan waktu lebih lama.”
“Kami sedang menjajaki beberapa kemungkinan bersama dengan mitra internasional kami untuk mengetahui seperti apa masa depan yang akan terjadi,” katanya.
Namun “kesamaannya” adalah bahwa Jalur Gaza akan “demiliterisasi” dan “tidak boleh lagi” menjadi “sarang teror,” katanya.
Evakuasi Bayi dari RS Al Shifa
Sementara itu, terkait situasi di rumah sakit Al Shifa, militer Israel mengatakan pada hari Sabtu bahwa pihaknya akan membantu evakuasi bayi dari rumah sakit terbesar di Gaza, di tengah pertempuran sengit di sekitar fasilitas tersebut antara tentara dan militan Hamas.
“Staf Rumah Sakit Al Shifa meminta agar besok kami membantu bayi-bayi di bagian anak agar bisa sampai ke rumah sakit yang lebih aman. Kami akan memberikan bantuan yang dibutuhkan,” kata juru bicara militer, Daniel Hagari, dalam jumpa pers yang disiarkan televisi.
Sebelumnya pada hari Sabtu, petugas medis mengatakan dua bayi prematur meninggal di rumah sakit di Kota Gaza ketika unit perawatan intensif neonatal berhenti bekerja karena kekurangan listrik.
“Ada risiko nyata terhadap kehidupan 37 bayi prematur lainnya,” kata Dokter untuk Hak Asasi Manusia Israel, mengutip dokter di rumah sakit Al Shifa.
Seorang ahli bedah di fasilitas tersebut, Mohammed Obeid, membenarkan kematian bayi baru lahir tersebut dan mengatakan seorang pasien dewasa juga meninggal karena tidak ada listrik untuk ventilatornya.
“Kami ingin seseorang memberi kami jaminan bahwa mereka dapat mengevakuasi pasien, karena kami memiliki sekitar 600 pasien rawat inap,” katanya, dalam rekaman audio yang diterbitkan oleh badan amal medis Doctors Without Borders (MSF).
Berbicara melalui telepon, para saksi di rumah sakit mengatakan terjadi tembakan tanpa henti, serangan udara, dan tembakan artileri yang menghalangi orang untuk bergerak bahkan di dalam kompleks medis. (AFP)
Editor : Sabar Subekti
Laporan Ungkap Hari-hari Terakhir Bashar al Assad sebagai Pr...
DAMASKUS, SATUHARAPAN.COM-Presiden terguling Suriah, Bashar al Assad, berada di Moskow untuk menghad...