Israel Kian Mesra dengan Arab Saudi
TEL AVIV, SATUHARAPAN.COM - Di tengah meluasnya kecaman dunia terhadap Presiden Donald Trump yang berimbas kepada Israel, negara Yahudi itu mengambil langkah yang mengejutkan. Israel kian menunjukkan hubungan yang mesra dengan Arab Saudi, salah satu negara yang memiliki pengaruh di Timur Tengah mau pun di antara negara-negara Muslim dunia.
Pengakuan Presiden AS, Trump, terhadap Yerusalem sebagai ibukota Israel telah memunculkan kecaman dari berbagai penjuru dunia yang menyebabkan munculnya spekulasi negara Paman Sam itu akan terkucil secara diplomatik, demikian juga dengan Israel. Namun, pada hari Rabu (13/12), Israel justru menunjukkan percaya dirinya dengan meminta Arab Saudi menjadi penengah konflik mereka dengan Palestina.
Dalam sebuah wawancara dengan media Arab Saudi, elaph.com, Menteri Intelijen Israel, Yisrael Katz, mengatakan Israel meminta Arab Saudi menjadi penengah konflik mereka dengan Palestina.
Katz mengatakan Israel telah mengundang Putra Mahkota Saudi, Mohammed bin Salman, untuk memimpin perundingan damai antara Israel dan Palestina.
Walau sampai saat ini Israel tidak memiliki hubungan diplomatik resmi dengan Saudi, Katz memuji negara itu, dan menekankan "kepercayaan" atas kepemimpinan mereka sebagai prasyarat ideal untuk tugas semacam itu.
"Saya merekomendasikan Arab Saudi, sebagai pemimpin dunia Arab, berinisiatif melakukannya dan datang ke Palestina dan menawarkan sponsornya," kata Katz. "Saya menyerukan agar Raja Salman mengundang Netanyahu untuk berkunjung dan mengundang Putra Mahkota Saudi datang ke sini untuk berkunjung ke Israel," kata dia, dilansir dari telesurtv.net.
Jika kunjungan semacam itu terjadi di Arab Saudi, ini akan menandai pertama kalinya seorang kepala negara Israel mengunjungi kerajaan tersebut.
Hubungan yang semakin erat antara Israel dan Arab Saudi terjadi bersamaan dengan permusuhan kedua negara itu terhadap Iran. Iran kini adalah musuh bersama mereka.
Katz mengungkapkan keprihatinan Israel atas "kekuatan" Iran yang membangkitkan semangat di Suriah dan Lebanon, terutama atas hubungan Iran dengan gerakan perlawanan Syiah Lebanon Hizbullah.
"Kami tidak memerlukan pesan apapun. Kami tahu betul apa yang Iran lakukan dan apa niatnya," dia menekankan, menambahkan bahwa Israel siap untuk membom Lebanon dan membuatnya "kembali ke zaman batu" jika Iran mencoba membangun platform roket presisi di sana.
Lebanon dan Arab Saudi telah mendapat sorotan baru-baru ini, menyusul mundurnya secara tiba-tiba Perdana Menteri Lebanon Saad Hariri, yang menyatakan kekhawatiran akan terbunuh karena penentangannya terhadap Iran dan Hizbullah. Hariri kemudian membatalkan pengunduran diri tersebut, yang mendorong spekulasi bahwa keseluruhan insiden tersebut didalangi oleh Saudi untuk melemahkan Iran di Lebanon.
Sementara itu mencairnya hubungan Israel dan Arab Saudi juga ditunjukkan oleh kesediaan Kepala Staf Angkatan Bersenjata Israel, Gadi Eizenkot diwawancarai oleh harian terkemuka Arab Saudi awal bulan ini. Ia mengatakan bersedia memberikan informasi intelijen sensitif kepada Arab Saudi. Eizenkot juga mengatakan bahwa ada kesepakatan antara Israel dan Arab Saudi terkait dengan ancaman Iran terhadap negara-negara Teluk.
Negara-negara berpenduduk mayoritas Muslim yang tergabung dengan Organisasi Kerjasama Islam (OKI) telah berkumpul di Istanbul, pada hari Rabu (13/12) untuk menyikapi pengakuan AS atas Yerusalem sebagai ibukota Israel. Namun, Raja Salman tidak hadir dalam pertemuan itu dan delegasi Arab Saudi diwakili oleh pejabat setingkat menteri. Sebelum dimulainya pertemuan tersebut, Raja Salman telah menyampaikan sikap Arab Saudi di depan Dewan Konsultatif Kerajaan, bahwa Palestina memiliki hak atas Yerusalem Timur sebagai ibukota negara itu di masa depan.
Editor : Eben E. Siadari
Prasasti Batu Tertua Bertuliskan Sepuluh Perintah Tuhan Terj...
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM-Prasasti batu tertua yang diketahui yang bertuliskan Sepuluh Perintah Tuha...