Israel Lanjutkan Pertempuran di Gaza, Pemimpin Dunia Tunggu Tanggapan terhadap Serangan Iran
YERUSALEM, SATUHARAPAN.COM-Israel menyerang Gaza yang dilanda perang semalam, kata Hamas dan para saksi mata pada hari Senin (15/4), ketika para pemimpin dunia mendesak deeskalasi sambil menunggu reaksi Israel terhadap serangan Iran yang belum pernah terjadi sebelumnya yang meningkatkan kekhawatiran akan konflik yang lebih luas.
Negara-negara besar mendesak untuk menahan diri setelah Iran meluncurkan lebih dari 300 drone dan rudal ke Israel pada Sabtu (13/4) malam, meskipun militer Israel mengatakan hampir semuanya berhasil dicegat.
Serangan langsung pertama Teheran terhadap Israel, sebagai pembalasan atas serangan mematikan pada 1 April di konsulatnya di Damaskus, terjadi setelah berbulan-bulan kekerasan di wilayah tersebut yang melibatkan proksi dan sekutu Iran yang mengatakan bahwa mereka bertindak untuk mendukung warga Palestina di Jalur Gaza.
Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, bertemu dengan kabinet perangnya pada hari Minggu (14/4), namun belum ada keputusan yang dibuat tentang bagaimana atau kapan Israel dapat menanggapi serangan Iran, kata media lokal, melaporkan pertemuan lain yang direncanakan pada hari Senin (15/4).
Ketegangan di Iran “melemahkan rezim dan lebih menguntungkan Israel,” kata surat kabar Israel, Hayom, seraya menambahkan bahwa hal ini menunjukkan bahwa para pemimpin Israel tidak akan terburu-buru melakukan pembalasan.
Presiden Iran, Ebrahim Raisi, telah memperingatkan bahwa tindakan “sembrono” Israel akan memicu “respon yang lebih kuat,” sementara juru bicara Kementerian Luar Negeri, Nasser Kanani, mengatakan pada hari Senin bahwa negara-negara Barat harus “menghargai sikap Iran yang menahan diri” dalam beberapa bulan terakhir.
Teheran bersikeras bahwa serangan terhadap Israel adalah tindakan “membela diri” setelah serangan di Damaskus yang menewaskan tujuh anggota Korps Garda Revolusi Islam (IRGC) Iran termasuk dua jenderal.
Perang Gaza Terus Berlanjut
Militer Israel mengatakan mereka tidak akan terganggu oleh perangnya melawan Hamas yang didukung Teheran di Gaza, yang dipicu oleh serangan kelompok bersenjata Palestina pada tanggal 7 Oktober.
“Bahkan ketika diserang oleh Iran, kami tidak melupakan... misi penting kami di Gaza untuk menyelamatkan sandera kami dari tangan proksi Iran, Hamas,” kata juru bicara militer, Laksamana Muda Daniel Hagari, pada Minggu (14/4) malam.
Ketika para mediator mengincar kesepakatan untuk menghentikan pertempuran, kekhawatiran masih muncul atas rencana Israel untuk mengirim pasukan darat ke Rafah, sebuah kota di ujung selatan di mana mayoritas dari 2,4 juta penduduk Gaza mengungsi.
“Hamas masih menyandera kami di Gaza,” kata Hagari tentang sekitar 130 orang, termasuk 34 orang yang diduga tewas, yang menurut Israel masih berada di tangan militan Palestina sejak serangan Hamas.
“Kami juga mempunyai sandera di Rafah, dan kami akan melakukan segala yang kami bisa untuk membawa mereka kembali ke rumah,” kata juru bicara militer dalam sebuah pengarahan.
Tentara mengatakan pihaknya memanggil “dua brigade cadangan untuk kegiatan operasional,” sekitar sepekan setelah menarik sebagian besar pasukan darat dari Gaza.
Kantor media pemerintah Hamas mengatakan pesawat dan tank Israel melancarkan “lusinan” serangan semalam di Gaza tengah, melaporkan beberapa korban jiwa.
Para saksi mata mengatakan kepada AFP bahwa serangan menghantam kamp pengungsi Nuseirat, dan bentrokan juga dilaporkan terjadi di daerah lain di Gaza tengah dan utara.
Serangan Hamas yang memicu pertempuran mengakibatkan kematian 1.170 orang, sebagian besar warga sipil, menurut angka Israel.
Serangan balasan Israel telah menewaskan sedikitnya 33.729 orang di Gaza, sebagian besar perempuan dan anak-anak, menurut kementerian kesehatan Gaza.
Ketakutan Akan Pembalasan
Dewan Keamanan PBB (Perserikatan Bangsa-bangsa) mengadakan pertemuan darurat pada hari Minggu setelah serangan Iran, di mana Sekretaris Jenderal Antonio Guterres memperingatkan kawasan itu “di ambang” perang.
“Baik kawasan ini maupun dunia tidak mampu menanggung lebih banyak perang,” kata Sekjen PBB. “Sekarang adalah waktunya untuk meredakan dan mengurangi ketegangan.”
Para pemimpin G-7 juga mengutuk serangan Iran dan menyerukan “menahan diri” di semua sisi, tulis Presiden Dewan Eropa Charles Michel di X setelah konferensi video pada hari Minggu (14/4).
Presiden Prancis, Emmanuel Macron, hari Senin mengatakan pemerintahnya akan membantu melakukan apa saja untuk menghindari “kebakaran besar” di Timur Tengah.
Kanselir Jerman, Olaf Scholz, mengatakan bahwa setelah “keberhasilan” Israel dalam mencegat peluncuran Iran, “saran kami adalah berkontribusi pada deeskalasi.”
Sekutu utama Israel, Amerika Serikat, juga mendesak agar berhati-hati dan tenang. “Kami tidak ingin melihat hal ini meningkat,” kata juru bicara Dewan Keamanan Nasional Gedung Putih, John Kirby, kepada NBC.
Setelah serangan itu, Presiden AS, Joe Biden, menegaskan kembali dukungan “kuat” Washington terhadap Israel.
Namun, seorang pejabat senior AS mengatakan Biden juga telah memberi tahu Netanyahu bahwa pemerintahannya tidak akan menawarkan dukungan militer untuk pembalasan apa pun terhadap Iran.
Berita tentang serangan yang akan terjadi mendorong Israel untuk menutup sekolah-sekolah dan mengumumkan pembatasan pertemuan publik, dan tentara pada Senin (15/4) pagi mengatakan bahwa tindakan tersebut telah dicabut di sebagian besar wilayah negara tersebut.
Di Iran, bandara di ibu kota dan di tempat lain dibuka kembali pada hari Senin, kata media pemerintah.
Kekhawatiran akan konflik regional yang lebih luas mendorong pasar saham melemah pada hari Senin.
Kesepakatan Gencatan Senjata Dipersiapkan
Perang selama lebih dari enam bulan telah menyebabkan kondisi kemanusiaan yang mengerikan di Jalur Gaza yang terkepung.
Desas-desus tentang dibukanya kembali pos pemeriksaan Israel di jalan pesisir dari selatan wilayah itu ke Kota Gaza membuat ribuan warga Palestina menuju ke utara pada hari Minggu, meskipun Israel menyangkal pos itu dibuka.
Saat mencoba melakukan perjalanan kembali ke Gaza utara, warga pengungsi Basma Salman berkata, “meskipun (rumah saya) hancur, saya ingin pergi ke sana. Saya tidak bisa tinggal di selatan.”
“Itu penuh sesak. Kami bahkan tidak bisa menghirup udara segar di sana. Benar-benar mengerikan.”
Di Khan Younis, kota utama Gaza selatan, tim pertahanan sipil mengatakan mereka telah mengevakuasi sedikitnya 18 jenazah dari bawah reruntuhan bangunan yang hancur.
Menanggapi rencana gencatan senjata terbaru yang diajukan oleh mediator AS, Qatar dan Mesir pada Sabtu (13/4) malam, Hamas mengatakan pihaknya bersikeras pada “gencatan senjata permanen” dan penarikan pasukan Israel dari Gaza.
Agen mata-mata Israel, Mossad, menyebut hal ini sebagai “penolakan” terhadap proposal tersebut, dan menuduh Hamas “terus mengeksploitasi ketegangan dengan Iran.”
Namun Amerika Serikat mengatakan upaya mediasi terus berlanjut. “Kami tidak menganggap diplomasi mati di sana,” kata Kirby dari Dewan Keamanan Nasional. “Ada kesepakatan baru yang sedang dibahas... Ini adalah kesepakatan yang bagus” yang akan mencakup pembebasan beberapa sandera, penghentian pertempuran dan lebih banyak bantuan kemanusiaan ke Gaza, katanya. (AFP)
Editor : Sabar Subekti
Laporan Ungkap Hari-hari Terakhir Bashar al Assad sebagai Pr...
DAMASKUS, SATUHARAPAN.COM-Presiden terguling Suriah, Bashar al Assad, berada di Moskow untuk menghad...