Israel Modern Tidak Sama dengan di Alkitab
SATUHARAPAN.COM – Umat Kristen perlu mendukung rakyat Palestina, sebab mereka berhak memiliki negara merdeka dan berdaulat. Sebab, Israel modern tidak sama dengan Israel dalam Alkitab Perjanjian Lama. Sedangkan, Israel di Perjanjian Baru diidentikkan dengan umat Kristen.
Konflik Palestina-Israel kembali membara dimulai minggu pertama Juli 2014. Israel mengebom sasaran-sasaran yang diduga tempat persembunyian pejuang Hamas di Gaza. Sementara Hamas dari Gaza menembakkan roket ke daerah Israel. Seruan berbagai negara atau masyarakat agar Israel dan Hamaz melakukan gencatan senjata belum membawa hasil. Hamaz masih tetap menembakkan roket-roketnya dan Israel masih mengebom Gaza. Dalam waktu satu minggu konflik telah mengakibatkan korban 190-an nyawa dan ribuan luka-luka di pihak rakyat Palestina, sedangkan tidak ada korban serius di pihak Israel.
Berbagai sikap pro dan kontra telah diperlihatkan oleh masyarakat internasional. PBB, Uni Eropa, dan negara-negara Arab mendesak dilakukan gencatan senjata dan pembicaraan damai. Di pihak lain, Obama, Presiden Amerika mengkritik serangan roket Hamaz dan menyatakan bahwa Israel punya hak untuk melindungi masyarakatnya. Indonesia mengusulkan melalui gerakan non-blok dan OKI untuk gencatan senjata dan konflik diselesaikan secara damai yaitu dengan dialog. Pemerintah Indonesia memberi bantuan dana sebesar 1 juta US Dollar. Dukungan masyarakat Islam Indonesia tampak pada lembaga-lembaga keagamaan, lembaga non-pemerintah atau LSM dan organisasi-organisasi siswa dan kemahasiswaan melalui demonstrasi anti-Israel dan pengumpulan dana bantuan untuk rakyat Palestina.
Bagaimana sikap Kristen?
Menanggapi konflik Palestina-Israel tahun 2008-2009, Dubes Palestina untuk Indonesia, Fariz N Mehdawi, dalam acara bedah buku tentang Palestina, Mei 2011 telah meminta dukungan terbuka dari kalangan Kristen. Menurutnya suara Kristen Indonesia tidak begitu tampak, padahal mereka dapat berpengaruh dalam membantu penyelesaian konflik Palestina-Israel.
Umat Kristen atau gereja sebagai lembaga tampak belum mengungkapkan secara terbuka sikapnya dalam konflik Palestina-Israel. Namun, ada kecenderungan sebagian kalangan Kristen memberikan dukungan kepada Israel yang disampaikan melalui ungkapan-ungkapan penerimaan atau persetujuan terhadap tindakan-tindakan Israel. Bahkan ada yang mengibarkan atau memasang bendera Israel atau lambang Zionis pada statusnya di media sosial. Dasar dari dukungan itu adalah teologis-alkitabiah. Bahwa Israel adalah umat Allah atau bahkan bangsa pilihan dan pendudukan tanah Palestina dibenarkan karena tanah itu adalah pemberian Allah sebagai Tanah Perjanjian. Karena itu segala tindakan Israel, seperti pendudukan tanah Palestina dan serangan militernya ke daerah Palestina dengan alasan untuk melindungi daerah kekuasaan dan rakyatnya dapat dibenarkan dan dipahami sebagai perkenaan Tuhan.
Sementara di pihak lain, banyak kalangan dalam Islam yang mendukung Palestina dengan alasan solidaritas sesama Muslim. Mereka memahami bahwa Palestina adalah negara dengan penduduk beragama Islam. Karena itu penderitaan rakyat Palestina adalah penderitaan masyarakat Islam sehingga umat Islam wajib mendukung Palestina dan sebaliknya harus antipati terhadap Israel. Apalagi, negara Israel dengan bangsa dan agama Yahudi-nya ditolak di dalam ajaran Islam.
Bukan Berlatar Agama
Sesungguhnya, konflik Palestina-Israel bukan berlatar belakang agama; apalagi antara Israel yang Yahudi dan didukung secara teologis oleh Kristen versus bangsa Palestina-Arab yang Islam. Konflik itu disebabkan terutama oleh persoalan tanah. Dengan kekuatan politik militer, Israel menduduki sebagian tanah Palestina dan memerdekakan diri sebagai negara Israel. Yang tersisa untuk rakyat Palestina adalah dua tempat yaitu Jalur Gaza dan Tepi Barat. Keduanya terpisahkan oleh daerah yang dikuasai oleh Israel. Dalam sejarah pendudukannya, Israel terus berusaha memperluas daerah kekuasaannya dengan membangun pemukiman-pemukiman baru bagi warga Yahudi di daerah Palestina. Persoalan pendudukan ini bertambah dengan kebijakan Israel yang tidak menyetujui pendirian negara Palestina merdeka. Sementara Palestina tidak mengakui berdirinya negara Israel. Jadi kedua pihak tidak saling menerima dan mengakui sebagai negara merdeka dan berdaulat. Namun secara sosial-politik Palestina masih dikuasai-diatur sesuai kebijakan Israel. Ini alasan utama konflik Palestina-Israel tidak pernah selesai sampai konflik antara Israel dengan faksi Hamaz di jalur Gaza itu terjadi lagi di Juli 2014 ini.
Berlarut-larutnya persoalan Palestina-Israel juga disebabkan oleh sikap dunia internasional yang tidak tegas, khususnya Perserikatan Bangsa-Bangsa. Demikian juga ketidakjelasan atau sikap mendua dari Amerika Serikat, sebagai negara yang sangat menentukan penyelesaian konflik itu. Di pihak lain, negara-negara Arab atau Islam tidak satu atau tidak menunjukkan dukungan secara kolektif terhadap penyelesaian konflik itu. Negara-negara Arab-Islam masih terpecah menyangkut dukungan khususnya kepada Palestina.
Berdasarkan alasan-alasan konflik di atas maka tentu tidak layak jika dukungan sebagian kalangan Kristen diberikan kepada Israel karena alasan teologis-alkitabiah dan antipati atau persaingan dengan Islam. Secara teologis-alkitabiah, bangsa Israel yang dimaksud di dalam Alkitab Perjanjian Lama tidak menunjuk kepada negara dan rakyat Israel sekarang. Alkitab Perjanjian Baru berbicara tentang Israel sebagai umat pilihan yang diidentikkan dengan umat Kristen. Makna umat Allah dan bangsa pilihan dalam Perjanjian Lama tidak historis; jadi bukan Israel yang sekarang terlibat konflik dengan Palestina saat ini tetapi umat Kristen.
Demikian juga, dukungan terhadap Israel karena sentimen agama-Islam juga tidak dapat dibenarkan. Rakyat Palestina, baik di Gaza dan di Tepi Barat, tidak semua beragama Islam; sebagian beragama Kristen. Jadi yang menderita karena penindasan Israel bukan hanya orang Islam tetapi juga orang Kristen. Dengan pertimbangan yang sama, tidak dapat diterima jika sebagian kalangan Islam mendukung Palestina karena anggapan bahwa Palestina dan rakyatnya adalah Islam. Jadi, dukungan terhadap Palestina karena solidaritas Islam tidak seluruhnya benar karena yang menderita akibat serangan bom Israel terdapat juga orang Kristen.
Dukungan terhadap rakyat Palestina, korban penindasan dan serangan bom Israel diberikan, selayaknya didasarkan pada alasan HAM atau kemanusiaan. Bahwa rakyat Palestina berhak memiliki negara merdeka dan berdaulat. Mereka juga berhak untuk hidup dan tidak ditindas oleh bangsa lain. Di pihak lain, sikap anti terhadap Israel selayaknya terletak pada kebijakannya menduduki tanah Palestina dan menindas rakyatnya dengan cara-cara yang melanggar hukum internasional dan hak-hak asasi manusia.
Tentu yang diharapkan dan didoakan adalah masalah dan konflik Palestina-Israel dapat diselesaikan dengan cara damai, realistis dan adil bagi semua pihak sehingga terwujud kerukunan dan perdamaian.
Stanley R. Rambitan/Teolog dan Pemerhati Agama dan Masyarakat.
Jerman Berduka, Lima Tewas dan 200 Terluka dalam Serangan di...
MAGDEBURG-JERMAN, SATUHARAPAN.COM-Warga Jerman pada hari Sabtu (21/12) berduka atas para korban sera...