Israel “Puas” atas Gagalnya Resolusi PBB Negara Palestina
YERUSALEM, SATUHARAPAN.COM - Israel mengungkapkan kepuasan setelah Dewan Keamanan PBB gagal menerapkan resolusi tentang negara Palestina yang menetapkan tenggat waktu 12 bulan untuk mencapai kesepakatan perdamaian akhir.
“Setiap warga Israel yang menginginkan perdamaian dengan tetangga kami benar-benar puas dengan hasil pemungutan suara ini,” kata wakil menteri luar negeri Tzani HaNegbi kepada radio publik Rabu (31/12) beberapa jam setelah resolusi itu gagal disahkan di dewan keamanan yang terdiri dari 15 anggota.
“Kesepakatan itu adalah pukulan bagi upaya Presiden Palestina Mahmud Abbas untuk mempermalukan dan mengisolasi kami,” kata HaNegbi, rekan dekat Perdana Menteri Benjamin Netanyahu.
Delapan negara memilih mendukung, di antaranya adalah tiga dari lima anggota permanen dewan keamanan - Tiongkok, Prancis dan Rusia - namun resolusi tersebut tidak memenangkan sembilan suara “ya” yang diperlukan untuk penerapan resolusi itu di dewan keamanan yang terdiri dari 15 anggota.
Australia dan AS memilih menolak, dan lima negara lain memilih abstain, termasuk Inggris.
Menteri Luar Negeri Israel Avigdor Lieberman mengatakan bahwa upaya Palestina untuk menjadi sebagai sebuah negara yang didamba melalui langkah “sepihak” di PBB tidak akan pernah tercapai.
Palestina Pertimbangkan Langkah Selanjutnya
Pemimpin Palestina akan bertemu pada Rabu terkait langkah berikutnya dalam kampanye untuk meraih status kenegaraan setelah Dewan Keamanan (DK) PBB gagal mengesahkan resolusi untuk mengakhiri pendudukan Israel.
Presiden Mahmud Abbas bertemu dengan para pejabat tinggi di kantor pusatnya di Ramallah, Tepi Barat, pada pukul 16:30 GMT dan menginstruksikan kepada mereka terkait rencananya dalam sebuah pidato yang disiarkan secara langsung oleh stasiun televisi Palestina.
Pihak Palestina memperingatkan jika pengesahan resolusi itu gagal, mereka akan bergabung dengan organisasi internasional seperti Mahkamah Pidana Internasional (International Criminal Court atau ICC), organisasi yang membuka peluang bagi mereka untuk menuntut para pejabat Israel terkait kejahatan perang di wilayah pendudukan.
Kegagalan pengesahan resolusi itu sudah diperkirakan sejak Palestina mengumumkan rancangan resolusi pertama pada September yang memicu penolakan keras Amerika Serikat (AS) karena menetapkan tenggat waktu selama 12 bulan untuk mencapai perjanjian damai final dan tahun 2017 sebagai momen untuk penarikan tentara Israel dari wilayah-wilayah Palestina.
Pihak Palestina memiliki opsi untuk mengajukan keanggotaan ICC dan sejumlah badan PBB sejak 2012 saat pihaknya memenangkan pengakuan sebagai negara pemantau PBB. (AFP)
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...