Isu Radikalisme akan Dibahas di Sidang Raya PGI
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Radikalisme menjadi salah satu materi yang diangkat dalam diskusi pada Sidang Raya PGI XVI tahun 2014 karena sikap-sikap kaum radikal sama sekali bertentangan dengan demokrasi.
Hal ini disampaikan Pendeta Henrek Lokra, pemimpin redaksi Berita Oikoumene (BO) Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) kepada satuharapan.com pada Senin (13/10) di Gedung Persekutuan Gereja-Gereja Indonesia, Jalan Diponegoro, Jakarta.
Henrek mengemukakan saat ini makna radikalisme itu sendiri masih debatable, ada yang bilang radikalisme adalah garis keras. Henrek mendefinisikan radikalisme sebagai cara yang digunakan kelompok-kelompok ekstrem tertentu yang mengedepankan kekerasan guna mencapai tujuan.
“Patut kita sayangkan saat ini banyak paham radikalisme yang berkaitan dengan kekerasan dan cenderung kontra demokrasi, jadi dalam pengamatan PGI berkaitan dengan perda-perda atau penutupan gereja, dan penutupan gereja yang sangat tinggi begitu juga dengan skala kekerasan amat tinggi,” kata Henrek.
PGI merasa penting karena tema ini sebagai sebuah pergumulan gereja untuk lima tahun mendatang, dan tidak hanya itu.
“Isu ini diangkat dan dibahas agar dapat mencapai titik temu, dimana gereja-gereja harus siap apabila berhubungan dengan radikalisme. Atau paling tidak ekspresi dari kelompok-kelompok tersebut di masa mendatang,” kata Henrek yang juga menjabat sebagai Sekretaris PGI Biro Penelitian dan Komunikasi.
Sidang Raya PGI akan diselenggarakan Selasa (11/11) hingga Senin (17/11) di Gunung Sitoli, Pulau Nias, Sumatera Utara.
Tema radikalisme hanya salah satu dari tema yang diusung dalam pokok-pokok diskusi di Sidang Raya PGI, selain itu masih ada tema kemiskinan, keadilan, lingkungan hidup, kebencanaan, kepemimpinan, dan pendidikan kristen.
PGI melihat bahwa NIIS (Negara Islam Irak dan Suriah / ISIS) semakin mengglobal, dan menurut Henrek ini merupakan suatu organisasi yang akhir-akhir ini dianggap berbahaya.
“Dalam hitungan bulan, menurut pengamatan kami, NIIS bisa menghimpun lebih dari 2.000 anggota,” lanjut Henrek.
Henrek mengemukakan bahaya NIIS karena tidak hanya berbahaya di Indonesia, tetapi di dunia dan mengancam umat beragama lainnya.
“Gerakan NIIS ini mengglobal, dan ketika sebuah fenomena mendunia terjadi, maka itu menjadi hal yang penting bagi PGI,” Henrek menambahkan.
PGI tidak hanya menggaris bawahi NIIS sebagai fenomena yang dianggap berbahaya, akan tetapi beberapa ormas lainnya yang dianggap radikal.
Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...