Itu Bukan Hak Kita
SATUHARAPAN.COM – Hari ini adalah hari kedua istri saya berkomentar mengenai pengendara sepeda motor yang berjalan di atas trotoar. Bagaimana tidak, kami sudah berhenti sekitar 20 meter sebelum lampu merah karena jalanan yang kami lalui memang padat, tetapi kami melihat puluhan sepeda motor berjalan di atas trotoar.
”Lihat, kenapa mereka harus lewat trotoar?” celetuk istri saya. ”Mungkin mereka telat, jadi harus ambil jalan pintas,” timpal saya ringan. Dengan nada tinggi istri saya berkata, ”Tapi, ’kan itu bukan hak kita, itu hak pejalan kaki.” Saya diam membisu.
Kata-kata istri saya tadi pagi terus terngiang di telinga. Secara sadar kadang kita mengambil yang bukan hak kita. Atau lebih buruk, secara tidak sadar itu sudah menjadi kebiasaan kita. Melakukan sesuatu atau mengambil sesuatu yang bukan hak kita dan merugikan orang lain.
Sikap ini tidak hanya terjadi di jalan raya tetapi bisa saja terjadi di rumah, kantor, gereja, bahkan Negara. Pada umumnya, sikap ini terjadi karena ada kesempatan dan kita merasa sanggup melakukannya meski harus melanggar batas yang ada.
Kita punya batas. Tidak semua kesempatan yang ada dan kesanggupan melakukan sesuatu membuat kita berhak melakukannya. Karena kita dibatasi oleh hak, mungkin memang ada kesempatan dan kita merasa sanggup melakukannya, namun itu bukan hak kita.
Editor: ymindrasmoro
Email: inspirasi@satuharapan.com
Empat Kue Tradisional Natal dari Berbagai Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal pastinya selalu dipenuhi dengan makanan-makanan berat untu...