Jalan Dua-Jalur Menuju Kesejahteraan Rakyat
SATUHARAPAN.COM – Dari 50 politas dengan rakyat paling sejahtera di dunia, 50 di antaranya memiliki sistem politik stabil, dan 49 di antaranya menganut sistem ekonomi kapitalistik mapan, yang sudah berjalan lancar paling tidak satu generasi. Demikianlah kesimpulan yang dapat ditarik dari daftar peringkat Indeks Pembangunan Manusia atau Human Development Index (HDI) yang dipesanterbitkan oleh Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNDP).
HDI tahun 2014 (http://hdr.undp.org/en/content/table-1-human-development-index-and-its-components) mengukur dan mengurutkan politas dari nomor satu yang rata-rata rakyatnya hidup paling makmur sejahtera sampai nomor 187 yang rakyatnya hidup paling miskin sengsara di muka bumi. Politas adalah entitas politik yang mencakup negara dan non-negara; Hong Kong misalnya adalah wilayah otonom non-negara, yang menyelip gagah di urutan ke-15.
Satu-satunya negeri non-kapitalistik dalam kelompok 50 teratas itu adalah Kuba, yang berada di peringkat ke-44. Seperti terbaca dalam berita-berita setahun terakhir ini, negeri itu sedang berada di ambang kesulitan ekonomi nasional dan sedang berusaha keras meninggalkan sistem ekonomi sosialistiknya, berharap akan secepatnya memasuki dunia ekonomi global kapitalistik.
Di ujung lain daftar itu, dari 25 politas dengan rakyat paling miskin dan sengsara di dunia, 24 di antaranya berada atau pernah berada dalam instabilitas politik yang parah selama 25 tahun terakhir, yang membuat kehidupan semua penduduknya kacau-balau. Instabilitas politik itu mewujud dalam berbagai bentuk, antara lain: perang dengan atau diperangi negara lain, perang saudara, pemberontakan bersenjata yang meluas, totaliterisme atau militerisme, otoriterisme dinastik, kudeta atau percobaan kudeta yang menimbulkan ketegangan berlarut-larut, impunitas orang-orang kuat yang merajalela, pemerintahan inkompeten parah, pemerintah sah jatuh bangun dengan cepat, dan rakyat dalam persentase besar terpaksa meninggalkan kampung halaman mereka.
Negeri-negeri ini sulit dibicarakan sistem ekonominya, karena tanpa politik stabil, yang berlaku adalah siapa kuat dia sikat. Sebagian dari negeri-negeri ini sedang memasuki masa transisi menuju kestabilan, tapi buah kestabilan mereka belum tampak. Satu-satunya negeri dengan sistem politik stabil, Senegal, di urutan ke-163 dari 187 daftar HDI, adalah yang terbaik dari 25 negeri dengan kesejahteraan rakyat terburuk di dunia itu. Ekonomi Senegal bersifat kapitalistik berbasis pertanian.
Indonesia, yang berada di urutan 108, termasuk dalam kelompok politas dengan pencapaian pembangunan manusia tingkat menengah, diapit Palestina (107) dan Botswana (109). Dari 10 negeri ASEAN, Singapura (9) dan Brunei Darussalam (30) termasuk dalam kelompok dengan keberhasilan pembangunan manusia sangat tinggi. Di kelompok keberhasilan tinggi ada Malaysia (62) dan Thailand (89). Bersama Indonesia di kelompok menengah ada Filipina (117), Vietnam (121), Kamboja (136), dan Laos (139). Di kelompok rendah ada Myanmar (150). Sistem ekonomi negeri-negeri ASEAN ini pun menunjukkan tren bahwa negeri yang lebih stabil dan kapitalistik adalah yang lebih sejahtera rakyatnya, dan yang lebih miskin adalah juga lebih tidak stabil dan anti-kapitalistik.
Dari kenyataan global dan regional ASEAN sekarang yang tercermin dalam laporan itu, semestinyalah orang bisa menarik pelajaran yang substansial tentang pilihan sistem ekonomi dan sistem politik yang paling berpotensi menciptakan kekayaan atau kemiskinan, kesejahteraan atau kesengsaraan. Secara umum dapatlah dikatakan dengan cukup meyakinkan bahwa sistem ekonomi kapitalistik bersama-sama dengan sistem politik yang stabil sangat memungkinkan keterciptaan kekayaan dan kesejahteraan yang lebih besar bagi rakyat banyak. Sedangkan sistem politik kacau-balau, atau kejatuhan kepada keadaan negara-gagal tanpa sistem, paling berpotensi berujung pada kemiskinan dan kesengsaraan meluas pada rakyat umum. Sementara itu, negeri-negeri berpolitik stabil yang bereksperimen dengan sistem-sistem non-kapitalistik atau kurang-kapitalistik cenderung kurang berhasil menyejahterakan rakyatnya.
Apa maksudnya ketika dikatakan bahwa rakyat hidup sejahtera atau tidak sejahtera? Apakah arti sejahtera? Tentulah banyak konsep berbeda yang dianut orang berbeda. Tapi agar kita bisa mengatakan apakah suatu pola pembangunan ekonomi atau suatu sistem politik berhasil atau tidak membawa rakyat kepada kemakmuran di negeri-negeri berbeda, harus ada suatu standar pengukur yang bisa disilang pakai.
Angka pengukur UNDP tentang kesejahteraan didasarkan pada konsep yang dikembangkan ekonom Pakistan mendiang Mahbub ul-Haq, yang berusaha mengembangkan kebijakan pembangunan berpusatkan manusia, yang mengukur bukan hanya penghasilan uang semata-mata. Bersama beberapa pakar lain, termasuk ekonom India peraih Nobel, Amartya Sen yang juga adalah pejuang pemberantasan kemiskinan global, Haq menghimpunkan tiga unsur—standar penghidupan yang layak, pengetahuan, dan kehidupan yang lama dan sehat—ke dalam suatu angka komposit yang menjadi basis HDI. Unsur penghidupan layak mengambil angka pendapatan nasional bruto per kapita. Unsur pengetahuan mengambil gabungan dua angka: angka rata-rata tahun-sekolah yang telah ditempuh penduduk yang sekarang berusia 25 ke atas dan angka perkiraan tahun-sekolah anak yang sekarang memasuki usia awal sekolah. Unsur kehidupan yang lama dan sehat mengambil angka usia harapan hidup waktu lahir.
Sekarang Indeks itu telah menjadi acuan standar keberhasilan pembangunan manusia di seluruh dunia, dan terutama sangat dipentingkan di negeri-negeri sedang membangun, termasuk Indonesia yang secara rutin menerbitkan Indeks Pembangunan Manusia Nasional, yang mengukur kesejahteraan penduduk semua provinsinya. HDI Nasional tahun 2013 (http://dds2.bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/1516) mengurutkan lima provinsi dengan rakyat paling sejahtera Jakarta, Yogyakarta, Sulawesi Utara, Kalimantan Timur, dan Riau. Yang paling miskin rakyatnya adalah Papua, disusul sedikit kurang miskin Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Papua Barat, dan Maluku Utara. Terlihat di sini kecenderungan bahwa provinsi yang lebih besar terpapar kepada pasar terbuka, baik yang bersifat global maupun nasional, adalah juga provinsi yang lebih sejahtera rakyatnya.
Semua hasil pengukuran global, regional ASEAN, dan nasional Indonesia membuktikan bahwa manusia-manusia yang berpendidikan paling tinggi, paling sehat dan berumur panjang, dan paling besar penghasilannya adalah mereka yang menjadi rakyat di negeri-negeri atau wilayah-wilayah yang sudah puluhan atau bahkan ratusan tahun menerapkan sistem ekonomi kapitalistik secara ajek di dalam suatu sistem politik yang mapan dan stabil. Sementara itu, manusia-manusia berumur paling pendek, paling miskin, paling sakit-sakitan, paling banyak buta hurufnya, paling sedikit sarjananya, berada di dalam politas-politas yang secara politik penuh gejolak sehingga tidak ada pembangunan ekonomi yang berarti. Penting diperhatikan di sini adalah bahwa yang dimaksudkan dengan mapan dan stabil bukan hanya ketiadaan gejolak besar politik.
Dari 25 negeri dengan rakyat tersejahtera, 23 menganut sistem politik demokratik. Kekecualian adalah Hong Kong dan Singapura. Pada saat ini, Hong Kong masih patut dianggap bersistem politik de facto demokratik walaupun berada di bawah kedaulatan Tiongkok yang non-demokratik. Singapura, walaupun memiliki instrumen-instrumen politik yang membuatnya terlihat demokratik, dalam kenyataan politik sehari-hari cenderung menerapkan sifat-sifat otoriter, serupa dengan keadaan di Indonesia semasa rezim Soeharto. Sifat demokratik kestabilan politik di sini penting dicamkan karena bentuk-bentuk otoriter dan bahkan totaliter bisa saja stabil untuk jangka panjang. Soeharto berhasil berkuasa dengan sistem otoriter-lunak selama lebih dari 30 tahun. Uni Soviet berhasil membangun imperium totaliter selama 70 tahun. Akan tetapi, secara inheren, otoriterisme memiliki kelemahan eksistensial karena ketiadaan prosedur suksesi yang berterima. Sekokoh apa pun otokrat, di penghujung kekuasaannya negara akan goyah. Setiap pergantian kekuasaan memicu gonjang-ganjing politik, negara terancam ambruk.
Jelaslah di sini beberapa pelajaran yang dapat ditarik. Jalan menuju kesejahteraan rakyat universal terletak pada dua pilihan krusial sistem politik demokratik yang stabil dan sistem ekonomi kapitalistik. Instabilitas politik yang parah melestarikan atau menyebabkan kemiskinan parah. Sistem politik non-demokratik bisa tampak stabil untuk jangka waktu lama akan tetapi cepat atau lambat akan berujung pada krisis atau instabilitas politik yang mengancam kesejahteraan rakyatnya. Sistem ekonomi non-kapitalistik cenderung gagal dan yang relatif berhasil pun berujung pada pilihan membanting stir kepada kapitalisme (Tiongkok, Kuba) atau bangkrut (Uni Soviet).
Dua tujuan sosial utama: sejahtera dan merdeka. Dua jalan utama: sistem ekonomi kapitalistik dan sistem politik demokratik. Sistem ekonomi kapitalistik berpotensi menciptakan dan meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan. Sistem politik demokratik berpotensi menciptakan dan melanggengkan kemerdekaan dan keadilan.
Tentu tidak dengan sendirinya. Kapitalisme mungkin saja menciptakan kesengsaraan. Kekayaan yang dihasilkan kapitalisme mungkin jatuh ke tangan sedikit orang, sementara orang banyak gigit jari penuh iri. Demokrasi tidak pasti stabil; mungkin saja menimbulkan kekacauan dan kerusuhan, populisme yang berujung pada penyia-nyiaan kekayaan negeri, bahkan kekacauan hukum dan tirani mayoritas. Tapi berbagai instrumen pengaman telah diciptakan sepanjang sejarah kapitalisme dan demokrasi untuk mengurangi kemungkinan buruk dan menambah kesempatan berhasil. Kebijaksanaan para arsitek pembangunan politik demokratik dan pembangunan ekonomi kapitalistik, itulah yang menentukan masa depan Indonesia.
Penulis adalah pengamat sosial dan bahasa.
KPK Geledah Kantor OJK Terkait Kasus CSR BI
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah kantor Otoritas J...