“Jangan Jadikan HAM Kedok Sahkan Gay dan Lesbian”
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Direktur Eksekutif Solidarity Network for Human Rights (SNH) Advocacy Center, Sylviani Abdul Hamid, mengatakan tidak ada argumen yang tepat untuk menghapus larangan pernikahan sesama jenis. Termasuk hak asasi manusia (HAM), yang acap kali dijadikan kedok.
“HAM tidak bisa dijadikan kedok untuk mengganggu hak orang lain atau kepentingan publik. Tidak ada argumen yang relevan untuk menghapus larangan pernikahan sesama jenis dengan dasar penghapusan diskriminasi,” kata Sylviani dalam keterangan tertulis yang diterima satuharapan.com, hari Sabtu (13/2).
Dia melihat, kelompok lesbian, gay (homoseksual), biseksual, dan transeksual (LGBT) sering berlindung di bawah payung HAM untuk meminta negara mengakui keberadaannya. Padahal, menurutnya, berdasarkan Pasal 28 J Undang-undang Dasar 1945 telah diatur batasan HAM, di mana batasanya adalah tidak boleh bertentangan dengan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum.
“Indonesia memang bukan negara yang berdasarkan agama, namun Pancasila jelas menyatakan dalam sila pertamanya ‘Ketuhanan Yang Maha Esa’ sehingga nilai-nilai agama menjadi penjaga sendi-sendi konstitusi dalam mewujudkan kehidupan demokratis bangsa Indonesia,” ucap Sylviani.
Begitu juga, menurutnya, ditegaskan Pasal 70 Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM, ‘Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan oleh Undang-undang dengan maksud untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis’.
Kemudian, dia melanjutkan Pasal 73 UU HAM menyatakan ‘Hak dan kebebasan yang diatur dalam Undang-undang ini hanya dapat dibatasi oleh dan berdasarkan undang-undang, semata-mata untuk menjamin pengakuan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia serta kebebasan dasar orang lain, kesusilaan, ketertiban umum, dan kepentingan bangsa’.
Artinya, Syliviani mengatakan, ada pembatasan HAM yang memungkinkan demi penghormatan pada HAM itu sesndiri. “Oleh karna itu, negara hadir dalam melakukan batasan-batasan tersebut untuk kepentingan bangsa,” katanya.
Menurutnya, hubungan sesama jenis, gay dan lesbian, merupakan penyakit yang perlu diobati agar normal kembali dan tidak merusak masyarakat. Sehingga, tidak tepat mempertahankan atau bahkan mengesahkan pernikahan di kalangan kelompok pengidap penyakit itu
“Kewajiban negara untuk mengobati mereka, bukan melestarikannya,” ujar Sylviani.
Editor : Sotyati
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...