JBMI Desak Pemerintah Selamatkan Buruh Migran
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Jaringan Buruh Migran Indonesia (JBMI) hari ini Rabu (15/4) menggelar doa lintas agama di Bundaran Hotel Indonesia (HI) untuk mendesak pemerintah agar segera membebaskan 229 Buruh Migran Indonesia (BMI) dari hukuman mati.
“Innaillahi Wa’innaillaihi Roji’un, BMI berduka kembali. Lagi-lagi nyawa merenggut BMI,” kata Koordinator Jaringan Buruh Migran Indonesia Karsiwen, dalam siaran persnya kepada satuharapan.com, di Jakarta, Rabu (15/4).
“Di hari yang sama juga Siti Zaenab di BMI Asal Bangkalan Madura harus meregang nyawa menjalani hukuman pancung tanpa ada pemberitahuan sebelumnya. Siti Zaenab kembali menjalani nasib yang sama seperti Ruyati. Siti Zaenab dipancung pada Selasa, 14 April 2015 di Madinah jam 10:00 waktu setempat,” tambah dia.
Atas kejadian itu JBMI mengutuk pemerintah yang dengan sengaja mengabaikan pembelaan terhadap BMI di luar negeri.
“Kasus Siti Zaenab sudah sejak 999, hukuman diundur atas diplomasi yang dilakukan oleh alm Gus Dur. Dan, ditunda hingga anak majikan akhil balik. Namun, sayangnya usaha diplomasi ini tidak diteruskan dengan serius pada pemerntahan SBY dan Jokowi,” kata dia.
Dikatakan Karsiwen kejadian Ruyati terulang lagi, pada waktu itu pemerintah mengaku kecolongan, dan sekarang hukuman pancung yang diberikan kepada Siti Zaenab juga mengatakan kecolongan? Kenapa pemerintah tidak pernah mau belajar dari kesalahan masa lalu?. Ini membuktikan bahwa sejatinya tidak ada perhatian serius dari pemerintah dalam memberikan perlindungan pada BMI yang bekerja di luar negeri.
“JBMI menilai bahwa persoalan ini bukan sekadar kecolongan, yang selalu menjadi alasan pemerintah setiap terjadi eksekusi mati terhadap BMI, akan tetapi merupakan sikap pembiaran dan kesengajaan yang tidak memandang penting nyawa dari buruh migran,” kata dia.
Untuk itu, kata Karsiwen bagi pemerintah buruh migran hanyalah sapi perahan dan budak negara yang dijual dan dapat diambil keuntungannya baik dari remitansi maupun dari biaya penempatan yang wajib dibayar oleh buruh migran.
“Kami mengecam pemerintah Jokowi yang tidak menjalankan upaya diplomasi serius sehingga menyebabkan Siti Zaenab dipancung di Arab Saudi. Kebijakan morotarium sama sekali tidak ada gunannya bagi BMI,” ujar dia.
“Kami menuntut pemerintah untuk segera meminta maaf secara terbuka kepada keluarga Siti Zaenab dan seluruh rakyat Indonesia karena telah terbukti gagal meberikan perlindungan bagi Siti Zaenab yang sebenarnya merupakan korban penyiksaan majikan dan terpaksa membunuh majikannya karena membela diri,” kata dia.
Menurutnya sampai saat ini pemerintah Jokowi juga belum ada upaya serius untuk menyelamatkan nyawa 228 BMI lainnya yang saat ini terancam hukuman mati. JBMI juga menuntut pemerintah agar segera memulangkan jenazah alm Siti Zaenab kepada keluarganya, menjamin kehidupan keluarga dan kedua anak Siti Zaenab seumur hidup dengan memberi santunan, segera memprotes dan menindak tegas sikap pemerintah Arab Saudi yang telah memancung Siti Zaenab dan Ruyati.
“Jika hal ini saja tidak mampu dijalankan, maka sudah nyata pemerintah Jokowi memang tidak serius membela buruh migran. Buruh migran dan keluarganya hanya dimanfaatkan untuk memperoleh suara menjadi presiden,” kata dia.
JBMI menuntut pemerintah untuk segera membebaskan 228 BMI yang terancam hukuman diberbagai negara. Dan segera menghentikan hukuman mati di Indonesia. Cukup sudah pembiaran terhadap nasib buruh migran. Pemerintah harus segera mengambil tindakan nyata dengan mencabut UUPPTKILN NO.39/2004 (sebagai alat swastanisasi pengiriman BMI), mengembalikan tanggung jawab negara untuk melindungi warga negaranya didalam atau diluar negeri, bukan diserahkan kepada agen dan PPTKIS. Mengimplemmentasikan konvensi PBB 1990 dan meratifikasi Konvensi ILO 189.
Selain itu, kata Karsiwen pemerintah harus dapat menciptakan lapangan pekerjaan bagi seluruh rakyat Indonesia dengan membangun industrialisai nasional yang kuat dengan menjalankan reforma agraria sejati dan tidak lagi mengandalkan investasi dan hutang luar negeri untuk pembangunan ekonomi nasional serta menghentikan seluruh kotrak karya yang hanya menguntungkan pihak perusahaan-perusahaan asing.
“Karena sejatinya rakyat Indonesia tidak pernah bercita-cita menjadi BMI dengan nyawa menjadi taruhannya, cita-cita seluruh rakyat Indonesia adalah bisa hidup sejahtera di negeri sendiri,” katanya.
Editor : Bayu Probo
AS Laporkan Kasus Flu Burung Parah Pertama pada Manusia
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM-Seorang pria di Louisiana, Amerika Serikat, menderita penyakit parah perta...