Jemaah Afrika Menolak Dijadikan Kambing Hitam Tragedi Mina
MEKKAH, SATUHARAPAN.COM - Saksi tragedi terinjak-injaknya jemaah haji di Mina yang menewaskan lebih dari 700 orang pada hari Kamis (24/9) menyalahkan otoritas Arab Saudi. Mereka juga mengungkapkan ketakutan untuk melanjutkan ibadah haji akibat peristiwa itu.
Kematian massal yang menimpa jemaah itu terjadi pada upacara lempar jumrah yang merupakan simbol merajam iblis di Mina, di luar kota suci Mekkah. Data resmi mengatakan 717 orang meninggal dan 863 terluka, yang menyebabkan Raja Salman memerintahkan peninjauan terhadap organisai haji kerajaan itu dan pemerintah mulai melakukan penyelidikan atas terjadinya bencana.
Menteri Kesehatan Arab Saudi menyalahkan para jemaah atas terjadinya peristiwa tragis itu. Tetapi jemaah tidak setuju.
"Ada kerumunan. Polisi menutup semua pintu masuk dan keluar dari dan ke perkemahan para jemaah, hanya menyisakan satu," kata Ahmed Abu Bakr, seorang berkebangsaan Libya berusia 45 tahun yang lolos dari musibah itu bersama ibunya.
"Saya melihat mayat di depan saya dan mereka yang cedera dan sesak napas. Kami memindahkan korban-korban bersama polisi," kata dia, sebagaimana ditulis oleh The Telegraph.
Menurut dia, polisi yang berada di lokasi kejadian terkesan tidak berpengalaman. "Mereka bahkan tidak tahu jalan dan tempat-tempat di sekitar sini," katanya yang disetujui oleh beberapa orang lain yang bersama dengannya ketika diwawancarai The Telegraph.
Para jemaah di Mina tinggal di sebuah kompleks tenda tahan api putih yang cukup besar untuk menampung lebih dari dua juta orang, dan kementerian dalam negeri mengatakan mereka mengerahkan 100.000 polisi untuk menjaga jemaah haji, memelihara keamanan dan mengatur lalu lintas orang banyak.
Salah satu kritik atas pembangunan kembali tempat-tempat suci di sekitar Mekkah adalah meskipun jumlahnya besar, polisi tidak terlatih dan tidak memiliki keterampilan bahasa untuk berkomunikasi dengan jemaah asing, yang merupakan mayoritas dari mereka yang berhaji.
"Mereka tidak memiliki petunjuk bagaimana untuk terlibat dengan orang-orang ini," kata Irfan al-Alawi, pendiri Islamic Heritage Research Foundation yang berbasis di Mekkah.
"Tidak ada pengendalian massa," kata Alawi.
Saksi lain, dari Mesir, Mohammed Hasan, menyuarakan kekhawatiran bahwa kejadian serupa "bisa terjadi lagi".
"Anda hanya menemukan tentara bergerombol di satu tempat dan tidak melakukan apa-apa," katanya.
Dia juga menuduh bahwa dirinya telah dihina karena kebangsaannya, ketika petugas keamanan memintanya untuk "datang kemari dan mengidentifikasi mayat Mesir ini".
"Mengapa mereka menghina kami seperti ini? Kami datang sebagai jemaah tidak meminta apa-apa," kata Hasan, mendesak pasukan keamanan untuk "mengatur jalan" untuk memastikan mulusnya pergerakan manusia.
Di antara mereka dipastikan telah tewas dalam tragedi itu tiga warga Kenya, warga Niger dalam jumlah yang tidak diketahui, warga Chad dan Senegal serta warga Nigeria, termasuk Bilkisu Yusu, perempuan pertama pemimpin redaksi surat kabar Nigeria utara.
Pangeran Khaled al-Faisal, kepala Komite Pusat Haji Arab Saudi, telah memicu kemarahan banyak orang ketika menyalahkan "beberapa jemaah dari negara Afrika" yang menjadi penyebab musibah.
Emir od Kano dari Nigeria menolak tuduhan itu dan mengatakan jemaah yang tiba di Jamarat seharusnya tidak boleh berada di jalan yang sama dengan mereka yang telah selesai melakukan lempar jumrah. "Mereka seharusnya tidak saling berpapasan," kata Muhammad Sanusi.
"Oleh karena itu kami mendesak pemerintah Saudi untuk tidak menyalahkan jemaah karena tidak mematuhi instruksi."
Barr Abdullahi Muhammad Mukhtar, Ketua Komisi Haji Nasional Nigeria, mengatakan nanti akan jelas dari investigasi bahwa jamaah tidak bisa disalahkan.
"Pada saat ini alat elektronik dan kamera sirkuit tertutup dipasang di Mekkah dan sekitarnya, pemerintah dapat dengan mudah mengetahui bagaimana kejadian berdesak-desakan itu bermula dan apa yang menyebabkannya," kata dia, seperti dikutip oleh surat kabar Nigeria Punch.
Seorang warga Kenya yang selamat mengatakan kepada AFP bahwa kelompoknya kehilangan tiga orang. "Saya bisa menyalahkan pemerintah Saudi karena mereka tidak menguasai (situasi). Saya ada di sana. Saya selamat," kata Isaac Saleh sambil terisak.
Komentar sang pangeran yang menyalahkan jemaah Afrika membawa tuduhan rasisme di media.
Shaija Patel, penyair, dramawan dan aktivis politik Kenya, berkomentar lewat akun Twitternya bahwa kata-kata pangeran itu adalah tidak layak. "Itu merupakan hasutan pidana bagi kekerasan anti-kulit hitam," tulisnya di Twitter.
"Penjual ikan Uganda, Kasifah Nankumba, menabung selama 10 tahun untuk melakukan ibadah haji. Arab Saudi menyalahkan DIA untuk #MinaStampede?" tulis dia.
Abu Farhan, seorang muslim Kenya, menulis: "Saya telah naik haji dan 'semangat yang berlebihan' dari orang Afrika kadang-kadang memang memalukan tetapi mereka tidak dapat dipersalahkan penyebab terinjak-injaknya jemaah."
Bahkan sesungguhnya sebelum tragedi Kamis itu terjadi, para jemaah lain telah mengeluhkan kurangnya pengorganisasian haji.
Dalam pandangan seorang jemaah Mesir yang mengidentifikasi dirinya hanya dengan nama depannya Ahmed, "kesalahan bukan pada jemaah."
"Arab Saudi menghabiskan banyak uang untuk haji tetapi tidak ada organisasi," katanya, seraya menyarankan arus orang masuk dan keluar dari tenda perlu dikelola dengan lebih baik.
"Mereka bisa membuat satu jalan bagi mereka yang akan pergi dan satu lagi untuk mereka yang kembali," kata Ahmed.
"Jika satu polisi berdiri pada awal setiap jalan dan mengatur para jemaah, semua ini tidak akan terjadi."
Jenderal Mansur al-Turki, juru bicara kementerian dalam negeri, mengatakan tragedi terinjak-injaknya jemaah dipicu oleh "sejumlah besar jemaah bergerak pada saat yang sama" di persimpangan dua jalan di Mina.
"Panas yang sangat terik dan kelelahan para jemaah berkontribusi terhadap sejumlah besar korban," kata dia.
Editor : Eben E. Siadari
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...