Jenitri, Memiliki Efek Antidepresan
SATUHARAPAN.COM – Jenitri, mungkin masih asing untuk sebagian orang, terutama bagi yang tinggal di daerah perkotaan. Lain halnya bagi warga Kebumen, jenitri merupakan sumber penghasilan penting, karena menjadi salah satu bahan kerajinan tangan menarik dan laris di mancanegara. Jenitri umumnya dibuat menjadi tasbih atau rosario.
Deputi Program Martha Tilaar Grup, Sigit, dikutip dari kebumenkab.go.id, pada 21 September 2015, mengungkapkan jenitri Kebumen banyak diincar pelancong asal Timur Tengah. Itu karena jenitri buatan Kebumen lebih halus.
Jenitri juga tak hanya dibuat menjadi alat berdoa. Tangan-tangan ahli perajin menyulap jenitri menjadi aksesori lain yang menjadi buah tangan khas Kebumen, seperti gantungan kunci, gelang, cincin, sampai tempat tisu.
Jenitri (Elaeocarpus ganitrus), menurut Wikipedia adalah pohon berdaun lebar. Kulit biji yang berdiameter 0,5 cm ini sangat keras, dengan lekukan dan tonjolan membentuk alur. Sejak zaman dulu biji jenitri digunakan sebagai bahan tasbih oleh umat Hindu di India.
Bijinya, juga dikenal sebagai rudraksha, yang berarti Air Mata Dewa Siwa. Mitosnya, jenitri tumbuh dari air mata Dewa Siwa yang menetes di bumi.
Di samping mitos tersebut, ternyata berdasar uji klinis, buah dan bijinya berkhasiat herbal termasuk untuk meredakan stres.
Tim peneliti dari Departemen Bioteknologi Universitas Jayoti Vidyapeeth Jaipur Rajasthan India, meneliti efek antidepresan dari ekstrak buah jenitri. Penelitian itu dirancang untuk mengevaluasi antidepresan efek ekstrak buah jenitri pada tikus albino. Disimpulkan, ekstrak buah jenitri memiliki efek antidepresan pada tikus yang diuji dengan dosis tinggi.
Salah satu makalah penelitian terkenal diterbitkan Dr Suhas Roy dari Institut Teknologi India di Banaras, India, seperti dikutip scientificresearchonrudraksha.blogspot.com. Manik-manik jenitri, memiliki kekuatan penyembuhan yang mengalir dari sifat elektro-magnetik. Ketika manik-manik jenitri ditempatkan di atas jantung, dapat bertindak untuk menstabilkan detak jantung.
Sirkulasi darah dan detak jantung secara otomatis menginduksi medan magnet di sekitar tubuh, dan khususnya daerah jantung. Bergantung pada polaritas dan intensitas medan magnet yang diinduksi ini, manik-manik jenitri mengirimkan impuls listrik dan induktif halus, dengan polaritas dan intensitas berlawanan.
Tindakan itu membantu memastikan sirkulasi darah yang ideal dalam tubuh, juga manik- manik tersebut, mempengaruhi sistem otak pusat saat menyebarkan rangsangan bioelektrokimia. Hasilnya, otak merasa tenang dan menghasilkan pikiran positif.
Pemerian Botani Tanaman Jenitri
Tanaman jenitri dikutip dari staff.blog.ui.ac.id, tingginya dapat mencapai 25-30 meter, dengan batang tegak dan bulat berwarna cokelat.
Sepanjang tepi daunnya bergerigi dan meruncing di bagian ujung. Daunnya, lanset, tangkai 2-12 mm, pangkal helaian beralih demi sedikit menjadi tangkai, akhirnya gundul, seperti kulit, bergerigi beringgit tidak dalam, berbintik hitam, 10-15 tulang daun samping pada kedua belah sisi dari tulang daun utama.
Tangkai bunga, daun kelopak bulat telur memanjang, runcing, hijau pucat atau kemerahan, dari luar berambut, daun mahkota kuning atau putih kehijauan, ke atas tidak melebar. Tonjolan dasar bunga berambut kasar, bakal buah bentuk telur, berambut rapat, kepala putik tidak melebar.
Buah, bentuk bola, boleh dikatakan gundul, warna biru tua. Biji-biji jenitri keras dan awet (bisa bertahan 8 generasi). Ada biji yang tidak beraturan (lonjong, tidak bulat). Akar tunggang, putih kotor.
Biji jenitri, ditutupi oleh kulit luar warna biru ketika sudah matang, dan untuk alasan ini juga dikenal sebagai blueberry beads. Warna biru bukan berasal dari pigmen tetapi bersifat struktural.
Pohon jenitri mulai berbuah dalam tiga hingga empat tahun. Ketika pohon itu matang, akar menopang naik tipis di dekat batang dan memancar keluar di sepanjang permukaan tanah.
Buahnya, bila masak berwarna biru indah tercampur ungu. Daging buah yang masak benar rasanya agak seperti minuman anggur, kadang-kadang dimakan anak-anak penggembala. Akan tetapi sebagian besar dimakan oleh berbagai burung besar dan sapi, sehingga di dalam kotorannya ditemukan biji yang telah bersih.
Penggunaan biji jenitri umumnya untuk kalung, tasbih dan pengobatan. Ukuran biji jenitri bervariasi dalam satu pohon. Semakin kecil ukuran biji jenitri semakin mahal harganya.
Nama ilmiah jenitri dikutip dari forestryinformation.wordpress.com, adalah Elaeocarpus ganitrus. Menurut International Plant Names Index (IPNI), Elaeocarpus ganitrus merupakan sinonim dari Elaeocarpus serratus, L., dengan bentuk buah lonjong, dan bentuk daun jorong.
Di Indonesia, jenitri dikenal dengan berbagai nama lokal yaitu ganitri, genitri, katulampa, hahauwa, mata dewa, mata siwa (Sunda), sambung susu, mendang, kemesu (Jawa), klitri (Madura), biji mala (Bali), biji sima (Bugis, Makassar).
Di Amerika Utara jenitri dikenal dengan nama sum bead, sedangkan di India disebut rudraksha, yang berarti mata Siwa. Secara mitologi, di suatu saat air mata Siwa menitik kemudian tumbuh menjadi pohon rudraksha.
Tanaman jenitri, tumbuh menyebar di Asia Tenggara. Ada kurang lebih 350 spesies tersebar dari Madagaskar, Cina bagian Selatan, Nepal, Indonesia, Malaysia, Myanmar, Thailand, Australia dan Kepulauan Pasifik. Sekitar 70 persen, pohon jenitri ditemukan di Indonesia dan banyak ditanam di Jawa Tengah, Sumatera, Kalimantan, Bali, dan Timor.
Negara pengekspor jenitri adalah Indonesia, dan dikutip dari biezniez.com pada 25 Juli 2017, juga Nepal, India, dan Myanmar. Namun, Indonesia merupakan negara terbesar yang mengekspor jenitri ke berbagai negara di dunia.
Hal itu tidak lain karena Indonesia memiliki 70 persen jumlah ekspor dibandingkan negara yang lainnya. Jumlah iti berupa butiran biji yang dipasok ke berbagai negara, dan belum termasuk kerajinannya.
Manfaat Herbal Tanaman Jenitri
Tim peneliti dari Vidyapeeth Women's University dan Vivekananda Global University, meneliti efek antidepresan dari ekstrak buah jenitri. Buah ini mengandung alkaloid, flavonoid, tanin dan asam lemak. Buah jenitri merupakan obat penenang dan berguna dalam anoreksia, bronkhitis, neuralgia, cephalagia, migrain, dan gangguan otak lain.
Penelitian Dr SP Gupta, yang berjudul “Rudraksha - A Religious Tree and Its Economic Importance Ethnobotany in India”, Scientific Publishers, Jodhpur, 1992, menunjukkan mengkonsumsi buah jenitri secara oral dapat menyembuhkan tekanan darah tinggi tanpa efek samping apa pun.
Singh RK dari Departemen Farmakologi, Banaras Hindu University, India, menggunakan berbagai larutan seperti petroleum eter, benzena, kloroform, asetone, dan etanol untuk melarutkan 200 mg/kg buah jenitri kering. Larutan jenitri hasil perendaman selama 30-45 menit itu, menunjukkan sifat antipembengkakan radang akut dan nonakut pada tikus yang dilukai.
Di luar itu, jenitri menghilangkan sakit kepala alias antidepresan dan antiborok pada tikus terinjeksi. Uji praklinis yang melibatkan babi sebagai satwa percobaan, membuktikan jenitri mencegah kerusakan paru-paru.
Sebelumnya, babi diinduksi pemicu luka, histamin, dan asetilkoline aerosol. Meski diberi zat perusak paru-paru, organ pernapasan babi-babi itu tetap baik, karena glikosida, steroid, alkaloid, dan flavonoid yang terkandung dalam jenitri, melindungi paru-paru. Keempat zat organik itu juga bersifat antibakteri. Terhitung 28 jenis bakteri gram positif dan negatif hilang oleh ekstrak jenitri antara lain Salmonella typhimurium, Morganella morganii, Plesiomonas shigelloides, Shigella flexnerii, dan Shigela sonneii.
Menurut AB Ray dari Department of Medicinal Chemistry, Banaras Hindu University, India, alkaloid yang terkandung dalam jenitri yakni pseudoepi-isoelaeocarpilin, rudrakine, elaeocarpine, isoelaeocarpine, dan elaeocarpiline. Senyawa itu berkhasiat meluruhkan lemak badan.
Dwiarum Setyoningtyas dari Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati, Institut Teknologi Bandung, meneliti jenitri sebagai penyerap polutan. Jenitri juga berperan menurunkan tingkat pencemaran. Itu sebabnya, jenitri digunakan sebagai pohon pelindung di sepanjang jalan Bandung-Lembang .
Tim peneliti Departemen Farmakologi, Rumah Sakit Penelitian & Kedokteran MVJ, Bangalore, India, meneliti kemungkinan jenitri memiliki efek antiparkinson pada tikus. Dikutip dari Indian J. Pharm. Biol. Res. 2015; 3 (2): 1-6, hasil penelitian menunjukkan bahwa jenitri memiliki efek antiparkinson.
Editor : Sotyati
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...